PELAJARAN LUQMAN Kepada Anak
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar". [Luqmân/31:3].
Muqaddimah
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibanding dirinya. Tak terkecuali
seorang penjahat sekalipun, dia akan berharap buah hati-nya kelak akan tumbuh
menjadi orang yang baik. Tapi sangat kecil kemungkinan seorang anak akan tumbuh
menjadi orang baik, kalau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang kurang
baik, diberikan makanan dari hasil yang tidak baik, serta diberikan
penasihatan-penasihatan yang jauh dari kebaikan.
Banyak contoh yang bisa kita tiru dari
kehidupan orang-orang shaleh terdahulu, untuk mempersiakan anaknya menajadi
orang baik dan membawa kebaikan. Salah satu kisah yang sangat terkenal adalah
kisah Luqman Hakim. Luqman Hakim bukanlah seorang nabi dan rasul, dia hanyalah
manusia biasa.
At-tabari mengatakan bahwa Luqman adalah
seorang hamba dari negeri Habsyah yang bekerja sebagai tukang kayu. Namun
namanya terpatri abadi didalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebutnya sebagai
laki-laki shaleh yang memberikan untaian nasihat luhur kepada anaknya. Dalam
beberapa penuturan, Luqman dilukiskan sebagai orang yang bijak, santun, dan
penderma. Al-Qur’an mengatakan bahwa Luqman dikaruniai hikmah (kebijaksanaan)
(QS Luqman [31]: 12).
Siapakah Luqman
Terdapat perselisihan ulama dalam masalah
penamaan ayah dan nasabnya, kenabian dan profesi serta sifat-sifat fisiknya.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah menjelaskan, ia adalah Luqmân bin 'Anqâ bin Sadûn. Sebagian besar ulama besar menyatakan bahwa Luqmân rahimahullah bukanlah seorang nabi dan tidak pula mendapatkan wahyu, melainkan ia seorang wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang taat, shâlih, dan bijaksana, yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berbagai keutamaan, berupa kecerdasan akal, kedalaman pemahaman terhadap Islam, sifat pendiam dan tenang, serta hikmah dalam berkata-kata.
Adapun mengenai profesi Luqman rahimahullah, di antara para ulama terjadi perpedaan pendapat. Ada yang mengatakan, ia seorang budak hitam yang berprofesi sebagai tukang kayu. Ada pula yang mengatakan sebagai penjahit. Ada pula yang mengatakan sebagai penggembala. Dan ada pula yang mengatakan sebagai Qadhi (hakim) di masyarakat Bani Israil. Sedangkan mengenai sifat-sifat fisik beliau, banyak para ulama yang menjelaskan, ia adalah seorang budak Habasyah yang hitam, berbibir tebal, dan berkaki pecah-pecah.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah menjelaskan, ia adalah Luqmân bin 'Anqâ bin Sadûn. Sebagian besar ulama besar menyatakan bahwa Luqmân rahimahullah bukanlah seorang nabi dan tidak pula mendapatkan wahyu, melainkan ia seorang wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang taat, shâlih, dan bijaksana, yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berbagai keutamaan, berupa kecerdasan akal, kedalaman pemahaman terhadap Islam, sifat pendiam dan tenang, serta hikmah dalam berkata-kata.
Adapun mengenai profesi Luqman rahimahullah, di antara para ulama terjadi perpedaan pendapat. Ada yang mengatakan, ia seorang budak hitam yang berprofesi sebagai tukang kayu. Ada pula yang mengatakan sebagai penjahit. Ada pula yang mengatakan sebagai penggembala. Dan ada pula yang mengatakan sebagai Qadhi (hakim) di masyarakat Bani Israil. Sedangkan mengenai sifat-sifat fisik beliau, banyak para ulama yang menjelaskan, ia adalah seorang budak Habasyah yang hitam, berbibir tebal, dan berkaki pecah-pecah.
Nasehat Luqmanul Hakim dalam Al-Qur’an
1.Syirik adalah Dosa Yang Paling Besar
Dalam kutipan ayat Al Qur'an diatas dapat kita tangkap bahwa hendaknya bagi orang tua yang pertama kali pendidikan yang diajarkan kepada anaknya adalah Tauhid atau Akidah. Bagaimana bertauhid yang benar dan menjauhi perbuatan Syirik, karena Syirik merupakan kezhaliman yang besar. Syirik ini tidak ada dosa yang lebih besar dan lebih buruk daripadanya, baik dalam hak Rububiyah Allah, Uluhiyah maupun Asma' wa Sifat. Keimanan seorang muslim tidak akan lurus jika masih tercampur perbuatan syirik ini.
Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, jika ia sampai mati dalam keadaan belum bertaubat dari perbuatan syiriknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qs. an-Nisâ`/4:48).
Syirik merupakan dosa yang amat besar; dan keimanan seorang muslim tidak mungkin lurus dan benar jika masih tercampur dengan kezhaliman ini, karena tidak mungkin sebuah keimanan dan tauhid bercampur dengan kesyirikan dan kekufuran.
'Abdullah bin 'Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata, yang artinya: Pada suatu hari, aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan beliau bersabda: "Wahai anak, sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; 'Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu. Jika kamu ingin meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika kamu ingin memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat bergabung untuk memberikan sebuah manfaat kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan manfaat itu kecuali jika Allah telah menetapkannya untukmu. Dan jika mereka semua bergabung untuk memberikan sebuah madharrat/bahaya kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan madharrat/bahaya itu kecuali jika Allah telah menetapkannya (pula) untukmu. Pena telah diangkat, dan buku catatan (amal) telah kering'."
2.Wajib Berbakti Kepada Orangtua
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Luqmân/31:14-15].
Pada ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak-Nya dengan beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak orang tua, dengan berbakti dan taat kepadanya selama perintah mereka tidak menyelisihi syariat. Kita diperintah untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, karena merekalah yang menyebabkan kita ada di dunia ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala ; dan terlebih lagi berbakti kepada ibu, karena, ibu telah mengandung kita, merasakan payahnya ketika kita masih berada di dalam perutnya. Hingga akhirnya melahirkan kita dengan menahan rasa sakit yang luar biasa. Ibu mempertaruhkan nyawa demi keselamatan kita. Tidak hanya sampai di situ, ibu juga menyusui kita, mengurus dengan sabar, hingga menyapih kita dalam jangka waktu dua tahun. Sampai akhirnya kita tumbuh berkembang, kuat dan dewasa. Demikian pula dengan ayah, ia telah membanting tulang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita dan ibu.
Juga firman-Nya:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [al-'Ankabût/29:8].
Konkretnya, seperti yang telah diperankan oleh Sa'ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu, ketika sang ibu memaksanya murtad dari Islam. Para ulama berpendapat, ayat ke-8 surat al-'Ankabût, dan ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini di atas turun dengan sebab kisah Sa'ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu.
Dalam Shahîh Muslim, dari Sa'ad bin Abi Waqqâsha, beliau berkata yang artinya :
Ibu Sa'ad (bin Abi Waqqâsh) bersumpah untuk tidak berbicara dengannya selama-lamanya sampai Sa'ad kufur (keluar) dari agamanya (yaitu, Islam). Dia pun bersumpah untuk tidak mau makan dan minum. Dia berkata: "Kamu telah katakan bahwa Allah memerintahkanmu untuk taat/berbakti kepada kedua orang tuamu, sedangkan aku adalah ibumu, dan aku memerintahkanmu untuk kufur (dari Islam)". Ibu Sa'ad pun bertahan (tidak makan dan minum) selama tiga hari, hingga ia pingsan karena kepayahan. Maka salah satu anaknya yang bernama 'Umarah memberinya minum. Ibu Sa'ad pun mendoakan keburukan untuk Sa'ad, maka Allah Ajja wa Jallamenurunkan dalam Al-Qur`ân ayat ini: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…".
1.Syirik adalah Dosa Yang Paling Besar
Dalam kutipan ayat Al Qur'an diatas dapat kita tangkap bahwa hendaknya bagi orang tua yang pertama kali pendidikan yang diajarkan kepada anaknya adalah Tauhid atau Akidah. Bagaimana bertauhid yang benar dan menjauhi perbuatan Syirik, karena Syirik merupakan kezhaliman yang besar. Syirik ini tidak ada dosa yang lebih besar dan lebih buruk daripadanya, baik dalam hak Rububiyah Allah, Uluhiyah maupun Asma' wa Sifat. Keimanan seorang muslim tidak akan lurus jika masih tercampur perbuatan syirik ini.
Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, jika ia sampai mati dalam keadaan belum bertaubat dari perbuatan syiriknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qs. an-Nisâ`/4:48).
Syirik merupakan dosa yang amat besar; dan keimanan seorang muslim tidak mungkin lurus dan benar jika masih tercampur dengan kezhaliman ini, karena tidak mungkin sebuah keimanan dan tauhid bercampur dengan kesyirikan dan kekufuran.
'Abdullah bin 'Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata, yang artinya: Pada suatu hari, aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan beliau bersabda: "Wahai anak, sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; 'Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu. Jika kamu ingin meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika kamu ingin memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat bergabung untuk memberikan sebuah manfaat kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan manfaat itu kecuali jika Allah telah menetapkannya untukmu. Dan jika mereka semua bergabung untuk memberikan sebuah madharrat/bahaya kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan madharrat/bahaya itu kecuali jika Allah telah menetapkannya (pula) untukmu. Pena telah diangkat, dan buku catatan (amal) telah kering'."
2.Wajib Berbakti Kepada Orangtua
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Luqmân/31:14-15].
Pada ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak-Nya dengan beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak orang tua, dengan berbakti dan taat kepadanya selama perintah mereka tidak menyelisihi syariat. Kita diperintah untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, karena merekalah yang menyebabkan kita ada di dunia ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala ; dan terlebih lagi berbakti kepada ibu, karena, ibu telah mengandung kita, merasakan payahnya ketika kita masih berada di dalam perutnya. Hingga akhirnya melahirkan kita dengan menahan rasa sakit yang luar biasa. Ibu mempertaruhkan nyawa demi keselamatan kita. Tidak hanya sampai di situ, ibu juga menyusui kita, mengurus dengan sabar, hingga menyapih kita dalam jangka waktu dua tahun. Sampai akhirnya kita tumbuh berkembang, kuat dan dewasa. Demikian pula dengan ayah, ia telah membanting tulang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita dan ibu.
Juga firman-Nya:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [al-'Ankabût/29:8].
Konkretnya, seperti yang telah diperankan oleh Sa'ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu, ketika sang ibu memaksanya murtad dari Islam. Para ulama berpendapat, ayat ke-8 surat al-'Ankabût, dan ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini di atas turun dengan sebab kisah Sa'ad bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu.
Dalam Shahîh Muslim, dari Sa'ad bin Abi Waqqâsha, beliau berkata yang artinya :
Ibu Sa'ad (bin Abi Waqqâsh) bersumpah untuk tidak berbicara dengannya selama-lamanya sampai Sa'ad kufur (keluar) dari agamanya (yaitu, Islam). Dia pun bersumpah untuk tidak mau makan dan minum. Dia berkata: "Kamu telah katakan bahwa Allah memerintahkanmu untuk taat/berbakti kepada kedua orang tuamu, sedangkan aku adalah ibumu, dan aku memerintahkanmu untuk kufur (dari Islam)". Ibu Sa'ad pun bertahan (tidak makan dan minum) selama tiga hari, hingga ia pingsan karena kepayahan. Maka salah satu anaknya yang bernama 'Umarah memberinya minum. Ibu Sa'ad pun mendoakan keburukan untuk Sa'ad, maka Allah Ajja wa Jallamenurunkan dalam Al-Qur`ân ayat ini: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…".
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda:
«...إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ».
… Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang baik.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
«...لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ».
… Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta’ala ).
3.Tanamkan Aqidah
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(Luqmân berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [Luqmân/31:16].
Pada ayat ke-16, Luqmân kembali menasihati putranya, bahwa sekecil apapun perbuatan seseorang, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun baik. Jika perbuatan tersebut buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun demikian.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. [al-Anbiyâ`/21:47].
Maka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, di akhir ayat 16 surat Luqmân ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
4. Menegakkan Sholat, Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Bersabar atas Musibah
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). [Luqmân/31:17].
Luqmân memerintahkan si anak untuk sholat, karena merupakan ibadah fisik paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar. Aktifitas ini menuntut pengenalan akan perkara-perkara yang ma'ruf dan kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kelembutan dan kesabaran. Lantaran pasti akan menghadapi cobaan saat menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar, Luqmân memerintahkan supaya bersabar. Perkara-perkara ini termasuk 'azmil-umûr (perkara besar lagi menyedot perhatian lebih), hingga tidak ada yang memperoleh taufik untuk menjalankannya kecuali orang-orang yang bertekad baja
Secara khusus, mengenai pembinaan anak-anak untuk mengerjakan sholat sejak dini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ .
Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dalam tempat tidur.
5. Tidak Sombong, Angkuh dan Tidak Membanggakan Diri
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [Luqmân/31:18]
Dalam ayat lain, Allah Ajja wa Jalla telah berfirman:
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [al-Isrâ`/17:37].
Dan sungguh, nasihat Luqmân ini pun telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita, seperti ditunjukkan beberapa hadits berikut.
Hadits 'Abdullah bin Mas'ûd a, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً، وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يَحِبُّ الْجَمَالَ، الكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
"Tidak (akan) masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil dzarrah dari kesombongan". (Kemudian) ada seorang yang berkata: "Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sendalnya bagus," (maka) Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain".
1. Hadits Haaritsah bin Wahb al-Khuzaa'i Radhiyallahu anhu , ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
...أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟»، قَالُوْا: بَلَى، قَالَ: «كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ .
"… Maukah aku beritahu kalian; siapakah penghuni neraka?" Mereka menjawab: "Tentu". Rasulullah bersabda: "Setiap orang yang kasar, tamak/serakah dan sombong".
6 Untuk Selaluu Tawadu', Tenang dan Tidak Meninggikan Suara
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [Luqmân/31:19].
Pada ayat ke-19, Luqmân juga menasihati putranya untuk tawâdhu' (rendah hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam berjalan. Dia juga menasihati anaknya untuk tidak berlebih-lebihan dalam berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya pada pembicaraan tersebut. Sampai-sampai Luqman mengumpamakannya dengan suara keledai yang buruk.
Al-Hafizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: "Seburuk-buruk perumpamaan orang yang meninggikan suaranya adalah bagaikan keledai dalam ringkikannya. Selain itu, suara ini pun dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ".
«...إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ».
… Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang baik.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
«...لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ».
… Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta’ala ).
3.Tanamkan Aqidah
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(Luqmân berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [Luqmân/31:16].
Pada ayat ke-16, Luqmân kembali menasihati putranya, bahwa sekecil apapun perbuatan seseorang, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun baik. Jika perbuatan tersebut buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pun demikian.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. [al-Anbiyâ`/21:47].
Maka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, di akhir ayat 16 surat Luqmân ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
4. Menegakkan Sholat, Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Bersabar atas Musibah
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). [Luqmân/31:17].
Luqmân memerintahkan si anak untuk sholat, karena merupakan ibadah fisik paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar. Aktifitas ini menuntut pengenalan akan perkara-perkara yang ma'ruf dan kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kelembutan dan kesabaran. Lantaran pasti akan menghadapi cobaan saat menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar, Luqmân memerintahkan supaya bersabar. Perkara-perkara ini termasuk 'azmil-umûr (perkara besar lagi menyedot perhatian lebih), hingga tidak ada yang memperoleh taufik untuk menjalankannya kecuali orang-orang yang bertekad baja
Secara khusus, mengenai pembinaan anak-anak untuk mengerjakan sholat sejak dini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ .
Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan mereka dalam tempat tidur.
5. Tidak Sombong, Angkuh dan Tidak Membanggakan Diri
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [Luqmân/31:18]
Dalam ayat lain, Allah Ajja wa Jalla telah berfirman:
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [al-Isrâ`/17:37].
Dan sungguh, nasihat Luqmân ini pun telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita, seperti ditunjukkan beberapa hadits berikut.
Hadits 'Abdullah bin Mas'ûd a, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً، وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يَحِبُّ الْجَمَالَ، الكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
"Tidak (akan) masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil dzarrah dari kesombongan". (Kemudian) ada seorang yang berkata: "Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sendalnya bagus," (maka) Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain".
1. Hadits Haaritsah bin Wahb al-Khuzaa'i Radhiyallahu anhu , ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
...أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟»، قَالُوْا: بَلَى، قَالَ: «كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ .
"… Maukah aku beritahu kalian; siapakah penghuni neraka?" Mereka menjawab: "Tentu". Rasulullah bersabda: "Setiap orang yang kasar, tamak/serakah dan sombong".
6 Untuk Selaluu Tawadu', Tenang dan Tidak Meninggikan Suara
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [Luqmân/31:19].
Pada ayat ke-19, Luqmân juga menasihati putranya untuk tawâdhu' (rendah hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam berjalan. Dia juga menasihati anaknya untuk tidak berlebih-lebihan dalam berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya pada pembicaraan tersebut. Sampai-sampai Luqman mengumpamakannya dengan suara keledai yang buruk.
Al-Hafizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: "Seburuk-buruk perumpamaan orang yang meninggikan suaranya adalah bagaikan keledai dalam ringkikannya. Selain itu, suara ini pun dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ".
By Abi Azman (2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar