Abul Laits
Assamarqandi r.a. meriwayatkan dengan sanadnya dari Hasan berkata Nabi Muhammad
SAW bersabda maksudnya : "Hasad dan
dengki itu keduanya akan memakan habis hasanat sebagai mana api makan
kayu."
Ibrahim bin
Aliyah dari Abbad bin Ishaq dari Abdurrahman bin Mu'awiyah bersabda Nabi
Muhammad SAW. maksudnya : "Tiga macam sifat yang tidak dapat selamat
daripadanya seorang pun iaitu: Buruk sangka, hasad dengki dan takut sial kerana
sesuatu.
Lalu ditanya:
"Ya Rasulullah bagaimana untuk selamat dari semua itu?"
Jawab Nabi
Muhammad SAW. "Jika kau hasad maka jangan kau lanjutkan, dan jika
menyangka maka jangan kau buktikan (jangan kau cari-cari kenyataannya) dan jika
merasa takut dari sesuatu maka hadapilah (jangan mundur)."
Muqaddimah
Kenapa mausia
perlu iri hati? Percaya tak ramai manusia yang iri Hati? Kalau tak percaya cuba
buat kajian, pasti dapat jawapan. Maksud iri hati berasal dari perasaan tidak
puas terhadap diri sendiri kerana melihat kesenangan orang lain.
Rasa iri hati
boleh melanda sesiapa saja dan di mana saja, jika di masjid atau surau iri hati
berlaku kerana orang lain lebih menonjol kepandaiannya mengurus aktiviti masjid
atau surau, di tempat kerja ada yang iri hati pada rakan sekerja yang lebih
berhasil dan menduduki jawatan yang lebih tinggi, di dalam keluarga ada yang
iri hati kerana kakak atau adik lebih diperhatikan oleh orang tua dan
sebagainya. Macam-macam jenis ada perasaan iri hati ini.
Perlu kita sedari
bahawa perasaan iri hati tidak membawa kebaikan bagi kita, malah iri hati tidak
hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan diri sendiri serta iri hati
akan menyebabkan diri sendiri merana. Mengapa perlu menyeksa diri sendiri? Iri
Hati tidak mendatangkan kebaikan pada diri kalian.
Makna Iri
Hati
Merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain; ke·i·ri·ha·ti·an
n perihal iri hati; kecemburuan melihat kelebihan orang lain.
Alquran Surat An-Nisa ayat 32, Allah SWT berfirman
yang artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian orang lain."
Berdasarkan ayat tersebut di atas, selaku orang mukmin sudah mendapat amanat dari Allah SWT agar menjauhi sifat iri hati/dengki atau hasud kepada orang lain. Hasud menurut Imam Ghazali merupakan lintasan syetan yang berada dalam hati manusia, tidak boleh dibiarkan mengendap di hati. Sebab akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, mungkin akan timbul sikap kufur nikmat bahkan tidak mau menerima karunia Allah.
Sedangkan terhadap orang lain akan menimbulkan dendam berkepanjangan, yang akibatnya bila tidak kuat iman akan timbul niat untuk melenyapkan nyawa orang.
Berdasarkan ayat tersebut di atas, selaku orang mukmin sudah mendapat amanat dari Allah SWT agar menjauhi sifat iri hati/dengki atau hasud kepada orang lain. Hasud menurut Imam Ghazali merupakan lintasan syetan yang berada dalam hati manusia, tidak boleh dibiarkan mengendap di hati. Sebab akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, mungkin akan timbul sikap kufur nikmat bahkan tidak mau menerima karunia Allah.
Sedangkan terhadap orang lain akan menimbulkan dendam berkepanjangan, yang akibatnya bila tidak kuat iman akan timbul niat untuk melenyapkan nyawa orang.
Allah
melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai
dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri
hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
Tidak
ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah
harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu
dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari) [HR
Bukhari]
Jika
kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan
agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila
seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik
hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah.
Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu Ya’la)
Dengki
lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang
lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha
mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun
perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang
yang dengki:
“Dan
dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian
bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap
hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana
api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)
Larangan
Iri Hati
Hal ini disampaikan Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 27-30. Padahal Rasulullah SAW telah wanti-wanti dan harus menjauhi sifat hasud. Hal ini disampaikan melalui hadistnya yang diriwayatkan Abu Daud dari Abi Hurairah berbunyi: "Hendaklah kamu menjauhi diri dari hasud, karena hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar".
Akan tetapi berdasarkan hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar, ternyata sifat hasud dan iri hati ini ada juga yang positif dan boleh dilakukan, terutama terhadap dua golongan manusia.
Pertama, terhadap hamba Allah yang rajin beribadah siang dan malam, dan Kedua, kepada hamba Allah yang diberi harta dan dia menafkahkan sebagian hartanya pada malam dan siang hari. Guna menghilangkan sifat hasud dan iri hati, ada beberapa cara yang harus dilakukan. Yang pertama, harus meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT sekaligus meningkatkan tasyakur binikmah, dan selalu qanaah terhadap karunia dan nikmat yang diterima dengan tidak melihat besar kecilnya karunia dan nikmat tersebut.
Kedua, harus lebih sabar dan tawakal dalam menerima qadha dan qadar yang ditentukan Allah SWT, baik yang menimpa dirinya maupun orang lain dengan senantiasa berikhtiar untuk merubah nasib disertai dengan selalu berdoa kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufiq, hidayah serta inayah. Amin...
Hal ini disampaikan Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 27-30. Padahal Rasulullah SAW telah wanti-wanti dan harus menjauhi sifat hasud. Hal ini disampaikan melalui hadistnya yang diriwayatkan Abu Daud dari Abi Hurairah berbunyi: "Hendaklah kamu menjauhi diri dari hasud, karena hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar".
Akan tetapi berdasarkan hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar, ternyata sifat hasud dan iri hati ini ada juga yang positif dan boleh dilakukan, terutama terhadap dua golongan manusia.
Pertama, terhadap hamba Allah yang rajin beribadah siang dan malam, dan Kedua, kepada hamba Allah yang diberi harta dan dia menafkahkan sebagian hartanya pada malam dan siang hari. Guna menghilangkan sifat hasud dan iri hati, ada beberapa cara yang harus dilakukan. Yang pertama, harus meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT sekaligus meningkatkan tasyakur binikmah, dan selalu qanaah terhadap karunia dan nikmat yang diterima dengan tidak melihat besar kecilnya karunia dan nikmat tersebut.
Kedua, harus lebih sabar dan tawakal dalam menerima qadha dan qadar yang ditentukan Allah SWT, baik yang menimpa dirinya maupun orang lain dengan senantiasa berikhtiar untuk merubah nasib disertai dengan selalu berdoa kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufiq, hidayah serta inayah. Amin...
Jangan Kikir dan Jemburu !
Allah
memberitahukan kita dalam ayat berikut ini bahwa jiwa manusia dikuasai oleh
sifat kikir.
"... manusia itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu
menggauli istrimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (an-Nisaa` [4]: 128)
Jadi,
sama halnya dengan sifat jahat lainnya, kita semua menurut tabiatnya selalu
bergelut dengan perasaan-perasaan kecemburuan dan kekikiran yang berasal dari
dalam diri kita sendiri. Orang akan berjuang menyucikan dirinya dari perasaan
tersebut. Namun sebaliknya, ia tidak akan pernah mampu mengamalkan nilai ajaran
moral yang ada di dalam Al-Qur`an dengan sepenuhnya dan tidak akan pernah mampu
sepenuhnya meraih ridha Allah. Demikian pula halnya pada ayat Al-Qur`an
lainnya, yang menyatakan bahwa manusia berselisih antara satu sama lainnya dan
tersesat dari jalan yang lurus hanya kerena rasa iri. Mereka merasa
bertentangan satu sama lainnya, meskipun mereka telah menerima Kitab yang
membimbing mereka ke jalan yang lurus.
"Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul
perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar,
untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus." (al-Baqarah
[2]: 213)
Perumpamaan
yang digambarkan dalam Al-Qur`an ini memiliki pengaruh yang besar dalam
membantu manusia untuk memahami betapa besarnya bahaya yang disebabkan oleh iri
hati. Walaupun sadar dan melihat dari jalan yang benar, seseorang dapat saja
mengambil keputusan yang salah, hanya karena iri hati. Iri hati dan kikir
mencegah seseorang untuk berpikir rasional dan mengevaluasi setiap peristiwa
dengan benar. Ketika dihadapkan pada situasi tertentu, seseorang yang tengah
mengatasi rasa tersebut, mungkin tidak bisa bersikap sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Al-Qur`an. Ia tidak dapat berbicara tentang apa yang diperkenankan Allah
atau berlaku ikhlas dan tulus. Dalam keadaan seperti itu, ia tidak akan bisa
diatur oleh pikiran dan hati nuraninya, tetapi diatur oleh hawa nafsunya,
mendengarkan bujukan dan rayuan setan. Hawa nafsu mengarahkan dirinya kepada
tingkah laku setan.
Agar
tersucikan dari kekotoran ini, seseorang seharusnya lebih dulu dan lebih utama
untuk dapat memahami bahwa iri hati dan kikir itu bertentangan dengan agama. Ia
harus menyadari bahwa perasaan ini muncul dari nilai-nilai duniawi. Manusia
menjadi iri hati atas harta dan kebaikan akhlaq orang lain, yang kemudian
menjadikannya bersaing melawannya. Padahal, seorang mukmin sejati adalah mereka
yang mampu menahan diri dari keterikatan pada harta benda duniawi yang terlalu
berlebihan. Pada intinya, mereka hanya menginginkan akhirat. Seorang mukmin
sejati mengetahui pasti bahwa kenikmatan duniawi itu adalah titipan dari Allah
dan akan diambil kembali oleh-Nya ketika saatnya tiba. Walaupun ia dapat
memperoleh kesenangan tersebut dengan cara yang diridhai Allah, ia tidak
bernafsu mencurahkan seluruh tenaga untuk mendapatkannya dan tidak menjadi
orang yang terlalu berambisi. Ia bersyukur kepada Allah atas segala yang telah
dianugerahkan kepada dirinya dan dia mengetahui cara menjadi bagian dari apa
yang telah ia miliki. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut, apabila Allah
menganugerahkan lebih banyak berkah-Nya atas orang lain, ia tahu bahwa ini
memiliki maksud.
"Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi; Dia
melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya).
Sesungguhnya, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (asy-Syuura [42]: 12)
Ikhlas
Pengobat Sakit Hati
Keikhlasan
adalah kekuatan besar yang dilimpahkan kepada mukmin sejati untuk memungkinkan
mereka menghasilkan keberkahan abadi, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana dikatakan Badiuzzaman, "Merupakan prinsip yang terpenting
dalam amalan-amalan yang berkenaan dengan keterangan-keterangan Akhirat. Ini
adalah kekuatan terbesar dan terkuat dari dukungan dan kemampuan yang tertinggi
serta ibadah yang tersuci," tidak ada keraguan lagi bahwa keberkahan
terbesar yang dilimpahkan kepada manusia, baik di dunia maupun di hari
kemudian, adalah meraih ridha Allah.
Rahasia
untuk mencapai ridha Allah dan penerimaan yang baik, ada dalam keikhlasan.
Allah memberikan kabar gembira bagi mereka yang takut kepada Allah bahwasanya
balasan termulia di akhirat adalah keridhaan Allah, sebagaimana firman-Nya,
"Katakanlah, 'Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih
baik dari yang demikian itu?' Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah),
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan
serta keridhaan Allah; dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (Ali
Imran [3]: 15)
Ini
merupakan tujuan akhir dari usaha mukmin sejati selama hidup di dunia. Dalam
banyak ayat-Nya, Allah memberi kegembiraan bagi mukmin yang ikhlas, yang
beriman kepada Allah dan hari pembalasan, dan yang melakukan amalan saleh untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan syafa'at dari rasulullah
saw., mereka itulah orang-orang yang akhirnya akan memperoleh ridha Allah dan
mendapatkan kenikmatan serta kebahagiaan di surga, sebagaimana firman-Nya,
"Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan
Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan
untuk memperoleh do'a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu
jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak, Allah akan
memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)Nya; sesungguhnya, Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar." (at-Taubah [9]: 99-100)
"Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertaqwa
pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu,
(yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara
(semua peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertobat." (Qaaf [50]: 31-33)
"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun." (an-Nisaa` [4]: 124 )
By Abi Faid
JAKARTA
2/12/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar