Senin, 02 Desember 2013

AHLUL BAIT RASULULULLAH SAW





    BAGAIMANA MEMULIAKAN AHLUL BAIT RASULULLAH SAW ?

Allah berfirman :

“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.
Hadis riwayat Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761.

Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra., dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra secara mauquf bahwa dia (Abu Bakar) berkata : “Muliakanlah ahlu bait Muhammad Saw.”
Ahlul Bait
Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Muhammad. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Muhammad). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Muhammad dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
Istilah Ahlul Bait
Syi'ah
Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Muhammad yang hanya mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Muhammad beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
             Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."[1]              
Sunni dan Salafi
Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang menyatakan bahwa ahlul bait Muhammad mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya.
Sufi dan sebagian Sunni
Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Dalam kitab Syarh Ta’limul Muta’allim -salah satu kitab yang menjadi kurikulum di berbagai pesantren NU- karya Syaikh Ibrahim bin Ismail -salah seorang ulama Madzhab Syafi’i-, ketika beliau menjelaskan lafadz shalawat:
والصلاة على محمد سيد العرب والعجم وعلى آله وأصحابه
Semoga shalawat tercurah kepada Muhammad, pemimpin masyarakat Arab dan non-Arab, beserta keluarganya dan para sahabatnya.
Beliau mengatakan,
وآله من جهة النسب أولاد علي وعباس وجعفر وعقيل وحارث بن عبد المطلب
“Keluarga Nabi dari sisi nasab adalah keturunan Ali, Abbas, Ja’far, Aqil (putra Abu Thalib), dan Haris bin Abdul Muthalib.” (Syarh Ta’limul Muta’allim, Hal. 3)
Kemudian, termasuk ahlul bait berdasarkan dalil Alquran, adalah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil tegas yang menunjukkan bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk keluarganya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا (32) وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu gemulai dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (nafsu) dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 32-33)
Siapakah Ahlul Bait dalam Ayat Ini?
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan,
قوله: { إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ } قال: نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة.
“Firman Allah di atas turun khusus terkait para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6:410)
Ikrimah rahimahullah (salah satu ahli tafsir murid Ibnu Abbas) mengatakan,
من شاء باهلته أنها نزلت في أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
“Siapa yang ingin mengetahui ahlul bait beliau, sesungguhnya ayat ini turun tentang para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6:411)
Istilah ahlul bait diambil bedasarkan ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam.
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Al Ahzab (33) : 33]
Yang menjadi penekanan di ayat ini adalah “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.  Jadi benar bahwasanya jelas kata “ahlul bait” diambil dari Al Quran, di ayat ini dikatakan أهل ٱلبيت .
Syaikh Abdurrahman Asy Sya’li rahimahullah menafsirkan ayat ini bahwasanya Allah Subhanahu wata’ala ingin menghilangkan dosa dari ahlul bait artinya adalah Allah Subhanahu wata’ala ingin menghindarkan perbuatan-perbuatan keji agar tidak dilakukan oleh ahlul bait Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam. Kemudian di ayat setelahnya yaitu ayat ke-34,
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” [Al Ahzab (33) : 34]
Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat ini bahwasanya beliau berkata
“Artinya Allah memerintahkan untuk mengerjakan  dengan apa yang diturunkan Allah kepada Rosulnya, yaitu berupa Al Quran dan As Sunnah, di rumah-rumah kalian. Ayat ini menjelaskan mengenai perintah kepada ahlul bait untuk mengamalkan segala sesuatu yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah di rumah-rumah mereka dan ayat ini atau perintah ini ditujukan bagi istri-istri Nabi. ”
Syubhat ini dijawab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah, beliau menjelaskan,
“Bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait di sini adalah para ulama, orang-orang shalih dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dari kalangan mereka (Ahlul Bait)”
Begitu juga yang dikatakan oleh Imam Abu Ja’far At-Thahawi rahimahullah,
“Al-‘Itrah adalah Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yaitu orang yang paham beragama dan berkomitmen dalam berpegang teguh dengan perintah Nabi.”
Juga dari Syaikh Ali Al-Qari rahimahullah yang mengatakan hal yang senada dengan Imam Abu Ja’far, beliau mengatakan,
“Sesungguhnya Ahlul Bait itu pada umumnya adalah orang-orang yang paling mengerti tentang shahibul bait (yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) dan paling tahu hal ihwalnya, maka yang dimaksud dengan Ahlul Bait di sini adalah Ahlul Ilmi (ulama) di kalangan mereka yang mengerti seluk beluk perjalanan hidupnya dan orang-orang yang menempuh jalan hidupnya serta orang-orang yang mengetahui hukum-hukum dan hikmahnya. Dengan ini maka penyebutan Ahlul Bait dapat digandengkan dengan kitabullah sebagaimana firman-Nya:
… dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah) [Al-Jumu'ah:2]
Syaikh Al-Albani mengatakan:
Dan yang semisalnya, firman Allah Ta’ala tentang istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Dan ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)…”(Al-Ahzab: 34)
Maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari kalangan Ahlul Bait. Mereka itulah yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam hadits ini (hadits ‘itrah).
Jadi kesimpulannyam menurut para ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang dimaksud ahlul bait adalah
  • Keluarga Ali bin Abu Thalib (tentunya mencakup Ali itu sendiri)
  • Fatimah (istri Ali)
  • Hasan dan Husain berserta keturunannya
  • Keluarga Aqil (tentunya mencakup Aqil itu sendiri dan anaknya Muslim bin Aqil beserta anak cucunya yang lain)
  • Keluarga Ja’far bin Abu Thalib (tentunya mencakup Ja’far itu sendiri berikut anak-anaknya yang bernama Abdullah, Aus, dan Muhammad)
  • Keluarga Abbas bin Abdul Muthalib (tentunya mencakup Abbas itu sendiri dan sepuluh putranya, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al Harits, Ma’bad, Katsir, Aus, Tamam, dan putra-putri beliau juga termasuk didalamnya)
  • Keluarga Hamzah bin Abdul Muthalib (tentunya mencakup Hamzah itu sendiri dan tiga orang anaknya, yaitu Ya’la, Imaroh,  dan umamah )
  • Semua istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
Kecintaan Kepada Ahlul Bait
Lalu bagaimana cara menunjukkan kecintaan kepada ahlul bait? Ini yang sangat penting untuk diketahui agar tidak keliru jalan. Di antara bentuk kecintaan kepada ahlul bait (keluarga Nabi saw):
1. Mempelajari dan mengenali kehidupan mereka.
2. Meneladani kebaikan-kebaikan mereka. Di antaranya mereka sangat menghormati para sahabat Nabi dan tidak mencela mereka. Bahkan Musa ibn Ja'far al-Kadzim memberikan nama kepada anak-anaknya dengan nama Abu Bakar, Umar, dan Aisyah. Demikian pula yang dilakukan oleh al-Hasan ibn Ali.
3. Membela kehormatan mereka.
Adapun melakukan tindakan yang mengarah kepada pengkultusan dan pengagungan mereka secara berlebihan, disertai dengan sikap merendahkan para ulama yang bukan dari keturunan Nabi saw, apalagi sampai menuduh, mencela, dan mencaci sahabat Nabi saw. sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam dan tentu saja bertentangan dengan contoh yang mereka ajarkan.
Memuliakan Dan Mungharmati Ahlul Bait

“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)

“... Katakanlah : ‘Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan....” (QS. Asy-Syuuraa : 23)
Orang-orang seperti mereka itu terdapat di berbagai tempat dan negeri. Mereka terkenal juga dengan gelaran “syarif”. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang mengetahui, mereka itu berasal dari keturunan ahlulbait Rasulullah s.a.w. Di antara mereka itu ada yang salasilahnya berasal dari al-Hassan r.a dan ada pula yang berasal dari al-Husein r.a; ada yang dikenali dengan gelaran “sayyid” dan ada juga yang dikenali dengan gelaran “syarif”. Itu merupakan kenyataan yang diketahui umum di Yaman dan di negeri-negeri lain.
“Mereka itu sesungguhnya wajib bertaqwa kepada Allah dan harus menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan Allah bagi mereka. Semestinya mereka itu harus menjadi orang-orang yang paling menjauhi segala macam keburukan. Kemuliaan silsilah mereka wajib dihormati dan tidak boleh disalahgunakan oleh orang-orang yang bersangkutan. Jika mereka diberi sesuatu dari Baitul-Mal itu memang telah menjadi hak yang dikurniakan Allah s.w.t. kepada mereka. Pemberian halal lainnya yang bukan zakat, tidak ada salahnya kalau mereka itu mahu menerimanya. Akan tetapi kalau silsilah yang mulia itu disalahgunakan, lalu ia beranggapan bahawa orang yang mempunyai silsilah itu dapat mewajibkan orang lain supaya memberi ini dan itu, sungguh itu merupakan perbuatan yang tidak patut. Keturunan Rasulullah s.a.w. adalah keturunan yang termulia dan Bani Hasyim adalah yang paling afdhal di kalangan orang-orang Arab. Kerananya tidak patut kalau mereka melakukan sesuatu yang mencemarkan kemuliaan martabat mereka sendiri, baik berupa perbuatan, ucapan ataupun perilaku yang rendah.
“Adapun soal menghormati mereka, mengakui keutamaan mereka dan memberikan kepada mereka apa yang telah menjadi hak mereka, atau memberi maaf atas kesalahan mereka terhadap orang lain dan tidak mempersoalkan kekeliruan mereka yang tidak menyentuh soal agama, semuanya itu adalah kebajikan. Dalam sebuah Hadith Rasulullah s.a.w. berulang-ulang mewanti-wanti: “Kalian ku ingatkan kepada Allah akan ahlulbaitku…kalian ku ingatkan kepada Allah akan ahlulbaitku”. Jadi, berbuat baik terhadap mereka, memaafkan kekeliruan mereka yang bersifat peribadi, menghargai mereka sesuai dengan darjatnya, dan membantu mereka pada saat-saat membutuhkan; semuanya itu merupakan perbuatan baik dan kebajikan kepada mereka…
WALLAH A’LAM BISHAWAB
By Abi Naufal
JAKARTA  12/4/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman