BAGAIMANA MEMULIAKAN AHLUL BAIT
RASULULLAH SAW ?
Allah berfirman :
“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)
“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku
meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya
kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.
Hadis riwayat Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Thahawi dan dishahihkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al
Hadits Al Shahihah no 1761.
Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra., dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra secara mauquf bahwa dia (Abu Bakar) berkata : “Muliakanlah ahlu bait Muhammad Saw.”
Ahlul Bait
Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang
Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada
keluarga Muhammad. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun
Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali,
Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Muhammad).
Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Muhammad dalam
arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang
memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
Istilah Ahlul Bait
Syi'ah
Kaum Syi’ah lebih
mengkhususkan istilah Ahlul Bait Muhammad yang hanya mencakup Ali dan istrinya
Fatimah, putri Muhammad beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain
(4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam
satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula
dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
“ Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah
keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan
bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu
beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya
masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau
membaca ayat 33 surah al-Ahzab, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya."[1] ”
Sunni dan Salafi
Makna “Ahl” dan “Ahlul
Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan
anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang
menyatakan bahwa ahlul bait Muhammad mencakup pula istri-istri, mertua-mertua,
juga menantu-menantu dan cucu-cucunya.
Sufi dan sebagian
Sunni
Kalangan Sufi dan
sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga
Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga
Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan
mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga
Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Dalam kitab Syarh
Ta’limul Muta’allim -salah satu kitab yang menjadi kurikulum di berbagai pesantren NU- karya
Syaikh Ibrahim bin Ismail -salah seorang ulama Madzhab Syafi’i-, ketika beliau
menjelaskan lafadz shalawat:
والصلاة
على محمد سيد العرب والعجم وعلى آله وأصحابه
Semoga shalawat tercurah kepada
Muhammad, pemimpin masyarakat Arab dan non-Arab, beserta keluarganya dan para
sahabatnya.
Beliau mengatakan,
Beliau mengatakan,
وآله
من جهة النسب أولاد علي وعباس وجعفر وعقيل وحارث بن عبد المطلب
“Keluarga Nabi dari sisi nasab adalah
keturunan Ali, Abbas, Ja’far, Aqil (putra Abu Thalib), dan Haris bin Abdul
Muthalib.” (Syarh Ta’limul Muta’allim, Hal. 3)
Kemudian, termasuk ahlul bait
berdasarkan dalil Alquran, adalah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dalil tegas yang menunjukkan bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk keluarganya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Dalil tegas yang menunjukkan bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk keluarganya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا
نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا
مَعْرُوفًا (32) وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu gemulai
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (nafsu) dalam
hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab:
32-33)
Siapakah Ahlul Bait
dalam Ayat Ini?
Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhu mengatakan,
قوله:
{ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ }
قال: نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم خاصة.
“Firman Allah di atas turun khusus
terkait para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu
Katsir, 6:410)
Ikrimah rahimahullah (salah satu
ahli tafsir murid Ibnu Abbas) mengatakan,
من
شاء باهلته أنها نزلت في أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
“Siapa yang ingin mengetahui ahlul bait
beliau, sesungguhnya ayat ini turun tentang para istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6:411)
Istilah
ahlul bait diambil bedasarkan ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam.
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” [Al Ahzab (33) : 33]
Yang menjadi
penekanan di ayat ini adalah “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya”. Jadi benar bahwasanya jelas kata “ahlul bait” diambil
dari Al Quran, di ayat ini dikatakan أهل
ٱلبيت .
Syaikh
Abdurrahman Asy Sya’li rahimahullah menafsirkan ayat ini bahwasanya Allah Subhanahu
wata’ala ingin
menghilangkan dosa dari ahlul bait artinya adalah Allah Subhanahu wata’ala
ingin menghindarkan perbuatan-perbuatan keji agar tidak dilakukan oleh ahlul
bait Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam. Kemudian di ayat setelahnya yaitu ayat ke-34,
“Dan ingatlah
apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu).
Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” [Al Ahzab (33) :
34]
Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan
ayat ini bahwasanya beliau berkata
“Artinya
Allah memerintahkan untuk mengerjakan dengan apa yang diturunkan Allah
kepada Rosulnya, yaitu berupa Al Quran dan As Sunnah, di rumah-rumah kalian.
Ayat ini menjelaskan mengenai perintah kepada ahlul bait untuk mengamalkan
segala sesuatu yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah di rumah-rumah mereka
dan ayat ini atau perintah ini ditujukan bagi istri-istri Nabi. ”
Syubhat ini
dijawab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah, beliau
menjelaskan,
“Bahwa
yang dimaksud dengan Ahlul Bait di sini adalah para ulama, orang-orang shalih
dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dari
kalangan mereka (Ahlul Bait)”
Begitu juga
yang dikatakan oleh Imam Abu Ja’far At-Thahawi rahimahullah,
“Al-‘Itrah
adalah Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yaitu orang yang paham
beragama dan berkomitmen dalam berpegang teguh dengan perintah Nabi.”
Juga dari
Syaikh Ali Al-Qari rahimahullah yang mengatakan hal yang senada dengan Imam Abu
Ja’far, beliau mengatakan,
“Sesungguhnya
Ahlul Bait itu pada umumnya adalah orang-orang yang paling mengerti tentang
shahibul bait (yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam)
dan paling tahu hal ihwalnya, maka yang dimaksud dengan Ahlul Bait di sini
adalah Ahlul Ilmi (ulama) di kalangan mereka yang mengerti seluk beluk
perjalanan hidupnya dan orang-orang yang menempuh jalan hidupnya serta
orang-orang yang mengetahui hukum-hukum dan hikmahnya. Dengan ini maka
penyebutan Ahlul Bait dapat digandengkan dengan kitabullah sebagaimana
firman-Nya:
… dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah) [Al-Jumu'ah:2]
Syaikh
Al-Albani mengatakan:
Dan yang
semisalnya, firman Allah Ta’ala tentang istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam:
“Dan
ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah
Nabimu)…”(Al-Ahzab: 34)
Maka
jelaslah bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait adalah orang-orang yang
berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari
kalangan Ahlul Bait. Mereka itulah yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam hadits
ini (hadits ‘itrah).
Jadi
kesimpulannyam menurut para ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang dimaksud ahlul
bait adalah
- Keluarga Ali bin Abu Thalib (tentunya mencakup Ali itu sendiri)
- Fatimah (istri Ali)
- Hasan dan Husain berserta keturunannya
- Keluarga Aqil (tentunya mencakup Aqil itu sendiri dan anaknya Muslim bin Aqil beserta anak cucunya yang lain)
- Keluarga Ja’far bin Abu Thalib (tentunya mencakup Ja’far itu sendiri berikut anak-anaknya yang bernama Abdullah, Aus, dan Muhammad)
- Keluarga Abbas bin Abdul Muthalib (tentunya mencakup Abbas itu sendiri dan sepuluh putranya, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al Harits, Ma’bad, Katsir, Aus, Tamam, dan putra-putri beliau juga termasuk didalamnya)
- Keluarga Hamzah bin Abdul Muthalib (tentunya mencakup Hamzah itu sendiri dan tiga orang anaknya, yaitu Ya’la, Imaroh, dan umamah )
- Semua istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
Kecintaan Kepada Ahlul Bait
Lalu bagaimana cara menunjukkan
kecintaan kepada ahlul bait? Ini yang sangat penting untuk diketahui agar tidak
keliru jalan. Di antara bentuk kecintaan kepada ahlul bait (keluarga Nabi saw):
1. Mempelajari dan mengenali kehidupan
mereka.
2. Meneladani kebaikan-kebaikan mereka.
Di antaranya mereka sangat menghormati para sahabat Nabi dan tidak mencela
mereka. Bahkan Musa ibn Ja'far al-Kadzim memberikan nama kepada anak-anaknya
dengan nama Abu Bakar, Umar, dan Aisyah. Demikian pula yang dilakukan oleh
al-Hasan ibn Ali.
3. Membela kehormatan mereka.
Adapun melakukan tindakan yang mengarah
kepada pengkultusan dan pengagungan mereka secara berlebihan, disertai dengan
sikap merendahkan para ulama yang bukan dari keturunan Nabi saw, apalagi sampai
menuduh, mencela, dan mencaci sahabat Nabi saw. sama sekali tidak sesuai dengan
ajaran Islam dan tentu saja bertentangan dengan contoh yang mereka ajarkan.
Memuliakan Dan Mungharmati Ahlul Bait
“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)
“... Katakanlah : ‘Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan....” (QS. Asy-Syuuraa : 23)
“... Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghapus dosa kalian, hai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya....” (QS. Al-Ahzaab : 33)
“... Katakanlah : ‘Aku tidak meminta kepada kalian suatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan....” (QS. Asy-Syuuraa : 23)
Orang-orang
seperti mereka itu terdapat di berbagai tempat dan negeri. Mereka terkenal juga
dengan gelaran “syarif”. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang
mengetahui, mereka itu berasal dari keturunan ahlulbait Rasulullah s.a.w. Di
antara mereka itu ada yang salasilahnya berasal dari al-Hassan r.a dan ada pula
yang berasal dari al-Husein r.a; ada yang dikenali dengan gelaran “sayyid” dan
ada juga yang dikenali dengan gelaran “syarif”. Itu merupakan kenyataan yang
diketahui umum di Yaman dan di negeri-negeri lain.
“Mereka itu
sesungguhnya wajib bertaqwa kepada Allah dan harus menjaga diri dari hal-hal
yang diharamkan Allah bagi mereka. Semestinya mereka itu harus menjadi
orang-orang yang paling menjauhi segala macam keburukan. Kemuliaan silsilah
mereka wajib dihormati dan tidak boleh disalahgunakan oleh orang-orang yang
bersangkutan. Jika mereka diberi sesuatu dari Baitul-Mal itu memang telah
menjadi hak yang dikurniakan Allah s.w.t. kepada mereka. Pemberian halal
lainnya yang bukan zakat, tidak ada salahnya kalau mereka itu mahu menerimanya.
Akan tetapi kalau silsilah yang mulia itu disalahgunakan, lalu ia beranggapan
bahawa orang yang mempunyai silsilah itu dapat mewajibkan orang lain supaya
memberi ini dan itu, sungguh itu merupakan perbuatan yang tidak patut.
Keturunan Rasulullah s.a.w. adalah keturunan yang termulia dan Bani Hasyim
adalah yang paling afdhal di kalangan orang-orang Arab. Kerananya tidak patut
kalau mereka melakukan sesuatu yang mencemarkan kemuliaan martabat mereka
sendiri, baik berupa perbuatan, ucapan ataupun perilaku yang rendah.
“Adapun soal
menghormati mereka, mengakui keutamaan mereka dan memberikan kepada mereka apa
yang telah menjadi hak mereka, atau memberi maaf atas kesalahan mereka terhadap
orang lain dan tidak mempersoalkan kekeliruan mereka yang tidak menyentuh soal
agama, semuanya itu adalah kebajikan. Dalam sebuah Hadith Rasulullah s.a.w.
berulang-ulang mewanti-wanti: “Kalian ku ingatkan kepada Allah akan
ahlulbaitku…kalian ku ingatkan kepada Allah akan ahlulbaitku”. Jadi, berbuat
baik terhadap mereka, memaafkan kekeliruan mereka yang bersifat peribadi,
menghargai mereka sesuai dengan darjatnya, dan membantu mereka pada saat-saat
membutuhkan; semuanya itu merupakan perbuatan baik dan kebajikan kepada mereka…
WALLAH A’LAM
BISHAWAB
By Abi
Naufal
JAKARTA 12/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar