KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA
KERJAKAN
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ
مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan
bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam
kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Keutamaan Surat Yasin
1. Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang
membaca surat Yasin karena Allah Azza wa Jalla, Allah akan mengampuni dosanya
dan memberinya pahala seperti membaca Al-Qur’an dua belas kali. Jika surat
Yasin dibacakan di dekat orang yang sedang sakit, Allah menurunkan untuknya
setiap satu huruf sepuluh malaikat. Para malaikat itu berdiri dan berbaris di
depannya, memohonkan ampunan untuknya, menyaksikan saat ruhnya dicabut,
mengantarkan jezanahnya, bershalawat untuknya, menyaksikan saat penguburannya.
Jika surat ini dibacakan saat sakaratul maut atau menjelang sakaratul maut,
maka datanglah padanya malaikat Ridhwan penjaga surga dengan membawa minuman
dari surga, kemudian meminumkan padanya saat ia masih berada di ranjangnya,
setelah minum ia mati dalam keadaan tidak haus, sehingga ia tidak membutuhkan
telaga para nabi sampai masuk ke surga dalam keadaan tidak haus.” (Tafsir Nur
Ats-tsaqalayn 4/372).
2. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW.
bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi pekuburan lalu membaca surat Yasin, maka
pada hari itu Allah meringankan siksaan mereka, dan bagi yang membacanya
mendapat kebaikan sejumlah penghuni kubur di pekuburan itu.” (Tafsir Nur
Ats-tsaqalayn 4/373)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ
مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan
bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam
kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Mari kita lihat apa saja faedah
penting dari ayat tersebut sebagaimana diterangkan oleh para ulama pakar
tafsir.
Faedah pertama
Allah akan menghidupkan makhluk yang
telah mati, yang telah menjadi tulang belulang ketika hari kiamat kelak,
saat hari berbangkit. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
“Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang mati”. Kata Ibnu Katsir, ini terjadi pada hari kiamat[1]. Artinya di hari kiamat semua yang telah mati
akan kembali dihidupkan. Ayat ini dengan sangat terang menunjukkan adanya hari
berbangkit. Inilah bagian aqidah yang mesti diyakini seorang muslim.
Faedah kedua
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah
Ta’ala bisa menghidupkan hati siapa saja yang Dia kehendaki termasuk
orang-orang kafir yang mati hatinya karena tenggelam dalam kesesatan. Allah
bisa jadi menunjuki mereka dari kesesatan menuju jalan hidayah. Sebagaimana
Allah berfirman setelah menceritakan mengenai orang yang keras hatinya,
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي
الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Ketahuilah olehmu bahwa
Sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.”
(QS. Al Hadid: 17)[2]
Sebelumnya Allah Ta’ala
menerangkan,
وَلَا
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ
الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras.
Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al
Hadid: 16)
Faedah ketiga
Allah akan mencatat setiap amalan
yang pernah dilakukan[3], baik yang baik maupun yang jelek[4]. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَنَكْتُبُ
مَا قَدَّمُوا
“dan Kami menuliskan apa yang
telah mereka kerjakan”
Faedah keempat
Mengenai ayat,
وَآَثَارَهُمْ
“(dan Kami menuliskan apa yang
telah mereka kerjakan) dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”.
Yang dimaksud “bekas-bekas yang
mereka tinggalkan” ini ada tiga pendapat di kalangan pakar tafsir:
- Bekas langkah kaki mereka. Pendapat ini dipilih oleh Al Hasan, Mujahid dan Qotadah.
- Langkah kaki menuju shalat Juma’t. Pendapat ini dipilih oleh Anas bin Malik.
- Bekas kebaikan dan kejelekannya yang orang lain ikuti. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Al Faro’, Ibnu Qutaibah dan Az Zujaj.[5]
Yang menunjukkan bahwa bekas langkah
kaki akan dicatat, baik langkah dalam kebaikan maupun keburukan adalah
sebagaimana penjelasan Qotadah (seorang tabi’in) yang disebutkan dalam Tafsir
Ibnu Katsir. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah lalai dari
urusan manusia, maka tentu saja bekas-bekas (kebaikan dan kejelekan) itu akan
terhapus dengan hembusan angin. Akan tetapi Allah Ta’ala menghitung seluruh
amalan manusia, begitu pula bekas-bekas amalan mereka. Sampai-sampai Allah
Ta’ala akan menghitung bekas-bekas amalan mereka baik dalam ketaatan maupun
dalam kemaksiatan. Barangsiapa yang ingin dicatat bekas amalan kebaikannya,
maka lakukanlah.”[6] Maksud yang disampaikan oleh Qotadah ini juga
disampaikan dalam beberapa hadits di antaranya sebagai berikut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ خَلَتِ الْبِقَاعُ حَوْلَ الْمَسْجِدِ فَأَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ
يَنْتَقِلُوا إِلَى قُرْبِ الْمَسْجِدِ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَقَالَ لَهُمْ « إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّكُمْ تُرِيدُونَ أَنْ
تَنْتَقِلُوا قُرْبَ الْمَسْجِدِ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ
أَرَدْنَا ذَلِكَ. فَقَالَ « يَا بَنِى سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ
دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ ».
Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata,
"Di sekitar masjid ada beberapa bidang tanah yang masih kosong, maka Bani
Salamah berinisiatif untuk pindah dekat masjid. Ketika berita ini sampai ke
telinga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Rupanya
telah sampai berita kepadaku bahwa kalian ingin pindah dekat masjid."
Mereka menjawab, "Benar wahai Rasulullah, kami memang ingin seperti itu."
Beliau lalu bersabda, "Wahai Bani Salamah, tetapkanlah kalian tinggal
di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat, tetapkanlah kalian tinggal
di rumah kalian, sebab langkah kalian akan dicatat."[7]
Disebutkan dalam Tafsir Ath Thobari
sebuah riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata,
شكت بنو سَلِمة بُعد منازلهم إلى
النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم فنزلت( إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ) فقال: "عَلَيكُمْ مَنَازِلَكُم
تُكْتَبُ آثارُكم"
“Bani Salamah dalam keadaan
kebimbangan karena tempat tinggal mereka jauh dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lantas turunlah ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Kami
menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka
kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. Beliau bersabda,
“Tetaplah kalian di tempat tinggal kalian. Bekas-bekas langkah kalian akan
dicatat.”[8]
Artinya di sini, langkah menuju
masjid dalam amalan kebaikan akan dicatat, begitu pula langkah pulang dari
masjid. Ketika seseorang menuntut ilmu, harus menaiki kendaraan karena sangat
jauhnya tempat pengajian, maka putaran roda pun akan dicatat sebagai kebaikan
karena ini adalah bekas amalan kebaikan yang ia lakukan. Begitu pula ketika
seseorang harus mengeluarkan biaya untuk menuntut ilmu dari para guru
(masyaikh) di luar negeri, maka setiap usaha menuju ke sana yang ia lakukan,
itu pun akan dicatat. Begitu pula rasa capek dalam kebaikan, itu pun akan
dicatat. Sungguh Maha Besar karunia Allah. Namun kita sendiri yang
sebenarnya tidak menyadari hal ini.
Begitu pula bekas langkah dalam
melakukan kemaksiatan pun akan dicatat. Ketika ia mengendarai mobil untuk
menuju tempat zina dan berdua dengan kekasih yang belum halal baginya, langkah
menuju tempat maksiat tersebut akan dicatat. Dengan mengetahui hal ini, sudah
seharusnya kita pun tidak bertekad melakukan maksiat dan dosa.
Faedah kelima
Sebagaimana tafsiran “bekas-bekas
amalan” lainnya adalah bahwa bekas kebaikan dan kejelekan yang diikuti orang
lain, itu pun akan dicatat. Artinya jika kebaikan kita diikuti oleh orang lain,
maka kita pun akan mendapatkan pahala. Begitu pula jika kejelekan yang kita
lakukan diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosa.
Dalil yang mendukung tafsiran ini
adalah hadits-hadits berikut ini.
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً
حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا
وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً
سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa melakukan suatu
amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya
ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan
mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan
suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat
baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya
sedikitpun.”[9]
Jika ilmu yang bermanfaat diikuti
oleh orang lain, seseorang yang menyebarkan kebaikan tersebut akan mendapatkan
pahala orang yang mengikuti kebaikannya meskipun ia telah berada di liang
lahat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ
وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia itu mati, maka
amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, dan anak sholih yang mendoakan dirinya. ”[10]
Oleh karena itu jangan meremehkan
satu kebaikan untuk disampaikan pada yang lainnya, apalagi sampai yang kita
sampaikan adalah ilmu yang bermanfaat. Begitu pula janganlah sampai menyebarkan
satu kejelekan sedikit pun karena jika itu diikuti orang lain, maka kita pun
akan mendapatkan dosanya. Maka penjelasan ini menjelaskan bahaya seseorng
menyebar syirik, bid’ah dan maksiat. Semoga Allah memberi petunjuk.
Faedah keenam
Segala sesuatu akan dicatat di
Lauhul Mahfuzh (lembaran yang tejaga). Inilah yang disebutkan Allah Ta’ala,
وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي
إِمَامٍ مُبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”
Setiap kebaikan dan kejelekan yang
dilakukan, sungguh akan dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Faedah ketujuh
“Imamul Mubin” yang
dimaksudkan di sini adalah ummul kitab (induk kitab). Demikian disebutkan dalam
ayat lain,
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ
بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari
itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (QS. Al Isro’: 71). Yang dimaksudkan dengahn pemimpinnya
di sini adalah dengan kitab amalan mereka yang bersaksi atas kejelekan dan
kebaikan yang mereka lakukan.
Maksud ayat di atas sama dengan
firman Allah dalam ayat lainnya,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ
بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dan diberikanlah buku
(perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan
saksi-saksi.” (QS. Az Zumar: 69)
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى
الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ
هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا
وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu
kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis)
di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini
yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada
(tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".” (QS. Al
Kahfi: 49)[11]
Alhamdulillah, dari ayat yang
singkat ini kita bisa menggali faedah-faedah yang luar biasa. Semoga sajian ini
bermanfaat. Sungguh nikmat jika terus menerus kita dapat menggali faedah-faedah
berharga dari setiap ayat Al Qur’an yang kita baca.
JANGAN MENYEMBAH SETAN
Tafsir Ayat 60-83
60. Bukankah Aku telah memerintahkan
kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, Bukankah Aku telah
memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian
tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan
mengikuti ajakan imajinasi.
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.
61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Ini lah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak maqom Tauhid.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak berakal sehat?
Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.
63. lnilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
Masuklah dengan jubah kegelapan syetanmu, yang melemparkan dirimu jauh dari CahayaNya, apalagi penyatuan dalam ma’rifatNya.
Disebutkan bahwa setiap orang kafir ada sumur di neraka yang
mereka ada di dalamnya, namun ia tidak tahu dan tidak mengerti, dan itulah gambaran penghijaban gulita yang ada pada diri mereka.
65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Tangan dan kaki akan menampakkan bentuk perilaku mereka
dengan watak dan sifatnya, sehingga tidak satu pun yang terdustakan di sini. Sementara mulut terkunci. Yang berbicara bukan lagi mulutnya tetapi perilakunya, sesuai dengan watak naluri perbuatannya.
66. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).
67. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Itu karena mereka tidak memandang dengan mata hati, tetapi mata hijabnya yang justru membutakan matahatinya. Begitu juga mereka berposisi dengan posisi nafsunya, dengan ambisi hijab duniawinya, hijab kesenangannya, hijab keakuannya.
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.
61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Ini lah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak maqom Tauhid.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak berakal sehat?
Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.
63. lnilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya).
64. Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
Masuklah dengan jubah kegelapan syetanmu, yang melemparkan dirimu jauh dari CahayaNya, apalagi penyatuan dalam ma’rifatNya.
Disebutkan bahwa setiap orang kafir ada sumur di neraka yang
mereka ada di dalamnya, namun ia tidak tahu dan tidak mengerti, dan itulah gambaran penghijaban gulita yang ada pada diri mereka.
65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Tangan dan kaki akan menampakkan bentuk perilaku mereka
dengan watak dan sifatnya, sehingga tidak satu pun yang terdustakan di sini. Sementara mulut terkunci. Yang berbicara bukan lagi mulutnya tetapi perilakunya, sesuai dengan watak naluri perbuatannya.
66. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).
67. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Itu karena mereka tidak memandang dengan mata hati, tetapi mata hijabnya yang justru membutakan matahatinya. Begitu juga mereka berposisi dengan posisi nafsunya, dengan ambisi hijab duniawinya, hijab kesenangannya, hijab keakuannya.
68. Dan barang siapa yang Kami
panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka
apakah mereka tidak memikirkan?
Maksudnya adalah kejadian utama di seperti di zaman Azali dulu.
69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.
70. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Karena Rasulullah saw, adalah Dzikir dan Al-Qur’an yang nyata itu sendiri, sebagaimana disebutkan, “Akhlaqnya adalah Al-Qur’an”. Hidupnya hati dengan Dzikrullah, karena Dzikrullah yang hakiki adalah hidupnya Al-Qur’an.
71. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?
72. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.
73. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Tetapi sebaliknya, mereka malah menjadi layaknya binatang-binatang, yang hanya menyembah nafsunya sendiri, egonya sendiri, kebinatangannya sendiri, bahkan ia telah menjadi kendaraan bagi para binatangnya sendiri. Nafsu itu bersumber pada kebuasan dan kebinatangan hewaniyah, yang di satu sisi bisa menumpahkan darah, kekerasan, dan di sisi lain bisa menghancurkan bumi dan isinya karena hewaniyahnya yang liar dalam pemuasan.
Mereka memilki berhala-berhala hijab yang dipatungkan dalam nafsu mereka, dan diagungkan dalam imajinasi khayal mereka. Itulah yang disebut ayat berikut:
74. Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
75. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Karena berhala itu hanyalah imajiner, tuhan khayalan, dan mimpi di atas mimpi yang menyeret mereka dalam ambisi nafsunya, seakan-akan dengan ego dan keakuannya mereka bisa hebat, bisa menguasai dunia, bisa menaklukkan makhluk. Bagaimana sesuatu yang mustahil akan mendapatkan pertolongan dari kemustahilannya?
76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Pertolongan hanya dari Allah Ta’ala, dan makhluk itu tak berdaya, tak memiliki kemampuan apa-apa. Jangan sampai kegelapan makhluk menjadikan ancaman bagi kesedihan, karena kegelapan makhluk adalah kehinaan itu sendiri.
77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari Setitik air (mani), maka tiba-tiba Ia menjadi penantang yang nyata!
Ketidaksadaran akan bahan bakunya yang hina, justru semakin menyombongkan mereka. Dan kesombongan adalah bentuk kontra terhadap Penciptanya. Setiap orang yang menyombongkan dirinya, pasti merasa lebih dari lainnya. Dan kesombongan adalah buah dari hijab yang pertama, karena Iblis memang terus memproduksi keangkuhan dan kesombongan itu sendiri.
78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Lapisan hijab akan terus menumpuk pertanyaan sinis kepada kebenaran dan hakikatnya. Bagaimana mereka sampai bertanya demikian? Mereka pasti alpa bahwa sebelumnya mereka bukan apa-apa dan tidak ada.
79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Allah swt, dengan Maha KuasaNya, tentu berkehendak apa saja yang Dia KehendakiNya. Manusia kafir hanya bisa mengaku-aku, mengklaim, merasa berdaya dan kuat.
81. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah swt, karena Allah swt, Maha Meliputi segalanya. Apakah segalanya ini bisa menghijab Allah swt, sedangkan segalanya hanyalah ciptaanNya?
82. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi tanpa jarak rentang waktu maupun ruang.
83. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Maha Suci Allah dari kelemahan, Maha Suci dari serupa dengan jasad dan fisik, dimana fisik itu berhubungan dengan ruang dan waktu, yang justru ada di TanganNya. Segala semesta ada di KekuasaanNya, dan hanya kepadaNya lah segalanya berfana’ dan berakhir.
Wallahu A’lam.
Maksudnya adalah kejadian utama di seperti di zaman Azali dulu.
69. Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.
70. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.
Karena Rasulullah saw, adalah Dzikir dan Al-Qur’an yang nyata itu sendiri, sebagaimana disebutkan, “Akhlaqnya adalah Al-Qur’an”. Hidupnya hati dengan Dzikrullah, karena Dzikrullah yang hakiki adalah hidupnya Al-Qur’an.
71. Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?
72. Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.
73. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?
Tetapi sebaliknya, mereka malah menjadi layaknya binatang-binatang, yang hanya menyembah nafsunya sendiri, egonya sendiri, kebinatangannya sendiri, bahkan ia telah menjadi kendaraan bagi para binatangnya sendiri. Nafsu itu bersumber pada kebuasan dan kebinatangan hewaniyah, yang di satu sisi bisa menumpahkan darah, kekerasan, dan di sisi lain bisa menghancurkan bumi dan isinya karena hewaniyahnya yang liar dalam pemuasan.
Mereka memilki berhala-berhala hijab yang dipatungkan dalam nafsu mereka, dan diagungkan dalam imajinasi khayal mereka. Itulah yang disebut ayat berikut:
74. Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
75. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.
Karena berhala itu hanyalah imajiner, tuhan khayalan, dan mimpi di atas mimpi yang menyeret mereka dalam ambisi nafsunya, seakan-akan dengan ego dan keakuannya mereka bisa hebat, bisa menguasai dunia, bisa menaklukkan makhluk. Bagaimana sesuatu yang mustahil akan mendapatkan pertolongan dari kemustahilannya?
76. Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.
Pertolongan hanya dari Allah Ta’ala, dan makhluk itu tak berdaya, tak memiliki kemampuan apa-apa. Jangan sampai kegelapan makhluk menjadikan ancaman bagi kesedihan, karena kegelapan makhluk adalah kehinaan itu sendiri.
77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari Setitik air (mani), maka tiba-tiba Ia menjadi penantang yang nyata!
Ketidaksadaran akan bahan bakunya yang hina, justru semakin menyombongkan mereka. Dan kesombongan adalah bentuk kontra terhadap Penciptanya. Setiap orang yang menyombongkan dirinya, pasti merasa lebih dari lainnya. Dan kesombongan adalah buah dari hijab yang pertama, karena Iblis memang terus memproduksi keangkuhan dan kesombongan itu sendiri.
78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Lapisan hijab akan terus menumpuk pertanyaan sinis kepada kebenaran dan hakikatnya. Bagaimana mereka sampai bertanya demikian? Mereka pasti alpa bahwa sebelumnya mereka bukan apa-apa dan tidak ada.
79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,
80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Allah swt, dengan Maha KuasaNya, tentu berkehendak apa saja yang Dia KehendakiNya. Manusia kafir hanya bisa mengaku-aku, mengklaim, merasa berdaya dan kuat.
81. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada yang tidak diketahui oleh Allah swt, karena Allah swt, Maha Meliputi segalanya. Apakah segalanya ini bisa menghijab Allah swt, sedangkan segalanya hanyalah ciptaanNya?
82. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. KehendakNya pada sesuatu, akan terjadi tanpa jarak rentang waktu maupun ruang.
83. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Maha Suci Allah dari kelemahan, Maha Suci dari serupa dengan jasad dan fisik, dimana fisik itu berhubungan dengan ruang dan waktu, yang justru ada di TanganNya. Segala semesta ada di KekuasaanNya, dan hanya kepadaNya lah segalanya berfana’ dan berakhir.
Wallahu A’lam.
Rujukan: 1.Tafsir Yasin-Sufi
2. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu
Katsir, Muasasah Qurthubah, 11/347.
3.Lihat Tafsir Ath Thobari, Ibnu Jarir Ath
Thobari,
JAKARTA 22/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar