191. Dan Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai
mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka Telah mengusir kamu (Mekah); dan
fitnah[117] itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu
memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka Bunuhlah mereka.
Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. AL-BAQARAH
[117] fitnah (menimbulkan kekacauan), seperti
mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti
atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
Makna Fitnah dalam Al Qur’an
Dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi shalallahu
‘alaihi wassalam dan istilah Islam sendiri, fitmah itu memiliki segudang makna.
Makna kata itu dalam satu ayat, terkadang sangat berbeda dengan maknanya dalam
ayat lain.
a. Fitnah, Bermakna
kekafiran
Terkadang makna fitnah
adalah kekafiran atau kemusyrikan, seperti dalam friman Allah Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada
bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 217)
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada
fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata fitnah disini menurut para ulama Ahli tafsir adalah ‘kekafiran’ atau
‘kemusyrikan’. Yakni bahwa mereka itu menyebarkan kekafiran. Sementara sebagian
kaum muslimin –karena belum diberitahu oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam-,
melakukan kekeliruan dengan memerangi kaum musyrik di bulan suci. Perbuatan
mereka itu keliru, dalam arti tidak pantas. Tapi kekafiran kaum musyrik itu
lebig besar bahayanya daripada kekeliruan berperang di bulan suci. Itulah makna
yang jelas dari ayat tersebut.
Tapi semenjak dahulu,
umumnya para juru dakwah di tanah air, saat menyampaikan ayat ini, tidak
menjelaskan kata fitnah dalam ayat. Sehingga kebanyakan masyarakat Islam
mengidentikkan makna fitnah tersebut. Seperti dalam kosakata bahasa kita, yaitu
menuduh tanpa bukti. Akhrinya tersebarlah makna,”fitnah itu lebih kejam dari
pembunuhan”, yakni bahwa menuduh orang tanpa bukti. Lebih besar dosanya
daripada membunuh!
Ini jelas salah kaprah. Dan
karena kasu-kasus seperti ini, saya sering menyampaikan pesan kepada juru
dakwah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kata-kata bahasa Arab dalam
dakwah, tanpa diterjemahkan. Karena khawatir akan timbul kesalahpahaman atau
ketidakmengertian di kalangan para pendengar dakwah, yang umumnya adalah
masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa Arab.
b. Fitnah, bermakna
Musibah/Bencana
“Apbila datang kepada
kalian seorang pemuda yang kalian sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
dia dengan putri kalian. Kalau tidak, akan terjadi fitnah (bencana) dan
kerusakan yang besar di muka bumi.”
Bila seorang juru dakwah
mengatakan, “Nikahkanlah putri Anda dengan pemuda shalih dan berakhlak baik,
agar tidak terjadi fitnah.” Artinya tidak terjadi bencana dan kerusakan.
c. Fitnah, bermakna
Konflik
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an)
kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah
pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah
untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Ada diantara sebagian
orang Islam yang mendewakan rasio, di mana mereka gemar mencari penafsiran ayat
melalui logika, sehingga melenceng dari tafsir yang sesungguhnya. Tujuan mereka
semata-mata menyebar fitnah, yakni mencari konflik dan perselisihan dengan
sesama muslim.
d. Fitnah, bermakna
Kedustaan (Kericuhan)
“Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali
mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam
ayat ini adalah ucapan mereka yang berlumur kedustaan, untuk membela diri
mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang
tersembunyi dalam hati mereka.
e. Fitnah, bermakna
Kebinasaan
“Di antara mereka ada orang yang berkata:
“Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan
saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke
dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang
yang kafir” (At Taubah: 49)
Yakni bahwa kaum munafik
di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam akan membawa kepada kebinasaan semata.
Padahal. Sesungguhnya mereka sudah berada dalam kebinasaan itu sendiri. Yakni
dalam kemunafikan, yang akan membinasakan diri mereka di akhirat kelak, dalam
kerak nerka jahannam.
f. Fitnah, bermakna Korban
Kezhaliman
“Lalu mereka berkata:
“Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami. janganlah Engkau jadikan kami
sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim” (Ynus: 85)
Yakni doa kaum beriman,
agar mereka tidak dijadikan sebagai fitnah, dalam arti sasaran kazhaliman,
kesewenang-wenangan orang-orang yang suka berbuat zhalim. Sebagaimana doa yang
dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam,
“Ya Allah, janganlah
Engkau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak
menyayangi kami, untuk menzhalimi kami, akibat dosa-dosa kami…”
g. Fitnah, bermakna
“Gangguan”
“Dan di antara manusia ada
orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti
(karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab
Allah . Dan sungguh
jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya
kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada
semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata
fitnah berarti ganguan. Fitnah mereka, yaitu gangguan atau sikap usil mereka.
h. Fitnah, bermakna Godaan
Ini termasuk makna fitnah
yang paling sering digunakan dalam bahasa syariat. Fitnah kaum wanita, yakni
godaan mereka. Seperti diperingatkan oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam,
“Peliharalah diri kalian
dari bahaya dunia dan wanita. Karena fitrah (bencana) yang pertama kali menimpa
Bani Israil adalh wanita.” (HR muslim)
Kaidah-kaidah
penting untuk seorang muslim dalam menghadapi fitnah:
1. Jika timbul fitnah,
maka hendaklah hadapi dengan sikap hati-hati, tidak gegabah dan penuh
kesabaran.
Hadapi dengan
lemah lembut dan ramah tamah, karena Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam:
« إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ
يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
».
Artinya: “Sesungguhnya
kelemah lembutan (keramah tamahan) tidaklah ada di dalam sebuah perkara kecuali
menghiasinya dan tidak dicabut (kelemah lembutan) dari sesuatu kecuali
memburukkannya“. HR. Bukhari dan Muslim.
2. Tidak
menghukumi sesuatu kecuali sesudah mengetahui kejadian sebenarnya, sesuai
dengan kaedah fiqih:
الحكم على الشيء
فرع عن تصوره
Artinya: “Menghukumi
sesuatu itu adalah termasuk bagian tentang gambaran sesuatu tersebut.”
3. Hendaklah
selalu memegang sikap adil dan pertengahan (tidak berlebih-lebihan).
Karena firman
Allah Ta’ala:
{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}
[الأنعام: 152]
Artinya: “…Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabatmu…,” (QS. 6:152).
4. Selalu
bersatu dalam kesatuan kaum muslim di bawah kepemimpinan yang sah.
Karena hal inilah
yang ditunjukkan Allah dalam firman-Nya:
{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا
نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا
حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ} [آل عمران: 103]
Artinya: “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS.
3:103).
Dan berdasarkan
sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَلَيْكُمْ
بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
Artinya: “Hendaklah
kalian berjama’ah (di dalam kesatuan kaum muslimin) dan jauhilah dari
perpecahan”. HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani.
5. Slogan,
bendera, visi dan yang semisalnya yang dibawa ketika fitnah harus
ditimbang oleh seorang muslim dengan timbangan syari’at agama Islam,
timbangannya Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Dan timbangan
yang digunakan ada dua macam: pertama, timbangan yang digunakan untuk
mengukur apakah bendera, visi, misi, slogan merupakan agama Islam, kalau tidak,
berarti kebalikan Islam yaitu kekufuran. Dan kedua, timbangan yang
digunakan untuk mengukur apakah bendera, visi, misi dan yang semisalnya sesuai
dengan islam yang benar, kalau tidak, berarti kebalikan Islam yang benar adalah
Islam yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Allah Ta’ala
berfirman:
{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا
تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا
بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} [الأنبياء: 47]
Artinya: “Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun
pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat
perhitungan”. (QS. 21:47).
6. Setiap
perkataan dan perbuatan di dalam setiap fitnah harus ada dhawabith
(ukuran yang tepat).
Oleh sebab itu
ada riwayat dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
مَا أَنْتَ
بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لاَ تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ إِلاَّ كَانَ
لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً.
Artinya: “Tidak
anda berbicara dengan suatu kaum sebuah pembicaraan yang tidak bisa dipahami
oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah bagi sebagian dari mereka”.
HR.Muslim.
7.
Jika terjadi fitnah, maka bersatulah dengan kaum muslimin apalagi para ulama.
Bahaya Fitnah
Fitnah memang lebih kejam daripada
pembunuhan.
Jagalah lidah kita semua dari hal tersebut.
Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ada 2 ayat yang menyangkut fitnah ini.
"Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan."
(QS.Al Baqarah:2:191).
"Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari membunuh."
(QS.Al Baqarah:217).
Sungguh dari ayat-ayat tersebut jelas bahwa memfitnah lebih besar dosanya dari pembunuhan.
Hidup di dunia ini hanya sebentar, sedangkan hidup di akhiratlah yang kekal.
Jangan sampai karena kesalahan yang sepele, yang mestinya bisa kita hindari, akhirnya menyebabkan kita masuk ke dalam siksa api neraka selama-lamanya.
Untuk itu mari kita sama-sama mengendalikan lidah kita supaya tidak menebarkan fitnah dan supaya tidak saling membantu dalam hal menebarkan fitnah
Jagalah lidah kita semua dari hal tersebut.
Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ada 2 ayat yang menyangkut fitnah ini.
"Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan."
(QS.Al Baqarah:2:191).
"Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari membunuh."
(QS.Al Baqarah:217).
Sungguh dari ayat-ayat tersebut jelas bahwa memfitnah lebih besar dosanya dari pembunuhan.
Hidup di dunia ini hanya sebentar, sedangkan hidup di akhiratlah yang kekal.
Jangan sampai karena kesalahan yang sepele, yang mestinya bisa kita hindari, akhirnya menyebabkan kita masuk ke dalam siksa api neraka selama-lamanya.
Untuk itu mari kita sama-sama mengendalikan lidah kita supaya tidak menebarkan fitnah dan supaya tidak saling membantu dalam hal menebarkan fitnah
Tahukah engkau
siapakah orang-orang bangkrut itu?, mereka adalah umatku yang datang pada hari
kiamat dengan shalat, puasa dan zakatnya, tetapi mereka telah mencaci maki,
menuduh seseorang tanpa bukti, sehingga semua perbuatannya itu telah
menghilangkan perbuatannya. Kemudian ia ditenggelamkan keneraka jahanam (HR Ahmad dan At-Tirmidzi). Na’udzu Billahi Min Dzalik
JAKARTA 9/4/2013
mayoritas praduga orang ituyg fitnah....
BalasHapus