أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ {1} أَلَمْ
يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فيِ تَضْلِيلٍ {2} وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
{3} تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ {4} فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
{5}
Artinya:
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah[1601]?
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
3. dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).AL-FIL
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah[1601]?
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
3. dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).AL-FIL
Muqaddimah
1. Di dalam
surat ini, Allah SWT memberitahukan tentang kisah pasukan gajah. Allah SWT
berfirman, tidakkah kamu lihat salah satu bukti kemampuan dan kekuasaan Allah
dan kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya, serta tanda-tanda keesaan-Nya dan
kebenaran Rasul-Nya, Muhammad SAW. Yaitu apa yang diperbuatnya-Nya terhadap
pasukan gajah, Abrahah dan kaumnya yang telah membuat tipu daya dan bermaksud
menghancurkan ka’bah. Lalu ia mempersiapkan bala tentaranya untuk itu dan
menyertakan gajah untuk menghancurkan ka’bah. Mereka datang dengan pasukan yang
besar, yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab. Mereka terdiri dari
orang-orang Habasyah dan Yaman.
2. Dan ketika
sampai mendekati Mekkah sedang masyarakat Arab tidak punya kemampuan untuk
melawan mereka, maka mereka keluar meninggalkan Mekkah karena ketakutan. Pada
saat itu, Allah SWT membuat semua rencana mereka ggal total, maksud mereka
tidak kesampaian.
3. Di mana
Allah SWT mengirimkan pasukan burung yang datang menyebar dan
susul-menyusul.
4.
Burung-burung itu membawa batu panas dari tanah liat dan melemparkannya kepada
mereka, mengejar mereka yang jauh dan yang dekat, hingga semuanya binasa
5. Mereka
menjadi seperti sisa tanaman yang dimakan oleh binatang, kemudian dilempar ke
tanah dan diinjak-injak. Allah SWT telah melindungi masyarakat Mekkah dari
maksud jahat mereka dan membalikkan tipu daya mereka kepada diri mereka
sendiri.
Kisah pasukan
gajah ini amat masyhur dan pada tahun itulah Rasulullah SAW dilahirkan. Maka
peristiwa itu termasuk tanda-tanda munculnya dakwah dan kerasulannya. Segala
puji bagi Allah dan syukur bagi Allah SWT juga.!
(SUMBER:
at-Tafsir al-Yasir, karya Yusuf bin Muhammad al-‘Uwaid)
Tafsir Ayat
“Tidakkah
engkau perhatikan?” (pangkal ayat 1). Atau tidaklah engkau mendengar berita:
“Bagaimana Tuhan engkau berbuat terhadap orang-orang yang mempunyai gajah?”
(ujung ayat 1).
Pertanyaan
Allah seperti ini adalah untuk memperkuat berita penting itu, yang ditujukan
mulanya kepada Nabi SAW namun maksudnya ialah untuk ummat yang percaya
seumumnya.
Kisah
orang-orang yang mempunyai gajah ini adalah tersebut dengan selengkapnya di
dalam kitab Sirah Ibnu Hisham, pencatat riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang
terkenal.
Maka
terkenallah tahun itu dengan nama “Tahun Gajah”. Menurut keterangan Nabi SAW
sendiri dalam sebuah Hadis yang shahih, beliau dilahirkan adalah dalam tahun
gajah itu. Demikianlah disebutkan oleh Al-Mawardi di dalam tafsirnya. Dan
tersebut pula di dalam kitab I’lamun Nubuwwah, Nabi SAW dilahirkan 12 Rabiul Awwal,
50 hari saja sesudah kejadian bersejarah kehancuran tentara bergajah itu.
Setelah Nabi
kita SAW berusia 40 tahun dan diangkat Allah menjadi Rasul SAW masih didapati
dua orang peminta-minta di Makkah, keduanya buta matanya. Orang itu adalah sisa
dari pengasuh-pengasuh gajah yang menyerang Makkah itu.
“Bukankah
telah Dia jadikan daya upaya mereka itu pada sia-sia?” (ayat 2). Usaha yang
begitu sombong dan besar, jawaban Abrahah kepada Abdul Muthalib, bahwa Allah
sendiri tidak akan sanggup bertahan kalau dia datang menyerang. Segala
maksudnya hendak menghancurkan itu sia-sia belaka, dan gagal belaka.
Tersebut
dalam riwayat bahwa Abdul Muthalib yang tengah meninjau dari atas bukit-bukit
Makkah apa yang akan dilakukan oleh tentara bergajah itu melihat burung berduyun-duyun
menuju tentara yang hendak menyerbu Makkah itu. Kemudian hening tidak ada gerak
apa-apa. Lalu diperintahnya anaknya yang paling bungsu, Abdullah (ayah Nabi
kita Muhammad SAW) pergi melihat-lihat apa yang telah kejadian, ada apa dengan
burung-burung itu dan ke mana perginya. Maka dilakukannyalah perintah ayahnya
dan dia pergi melihat-lihat dengan mengendarai kudanya. Tidak beberapa lamanya
dia pun kembali dengan memacu kencang kudanya dan menyingsingkan kainnya.
Setelah dekat, dengan tidak sabar orang-orang bertanya: “Ada apa, Abdullah?”
Abdullah
menjawab: “Hancur-lebur semua!” Lalu diceriterakannya apa yang dilihatnya,
“Bangkai bergelimpangan dan ada yang masih menarik-narik nafas akan mati dan
sisanya telah lari menuju negerinya.”
Maka
berangkatlah Abdul Muthalib dengan pemuka-pemuka Quraisy itu menuju tempat
tersebut, tidak berapa jauh dari dalam kota Makkah. Mereka dapati apa yang
telah diceriterakan Abdullah bin Abdul Muthalib itu. Bahkan 200 ekor unta Abdul
Muthalib dan harta-benda yang lain, dan harta-benda yang ditinggalkan,
kucar-kacir oleh tentara yang hancur itu. Baik kuda-kuda kendaraan, ataupun
pakaian-pakaian perang yang mahal-mahal, alat senjata peperangan, pedangnya,
perisainya dan tombaknya dan emas perak banyak sekali. Maka sepakatlah
kepala-kepala Quraisy itu memberikan kelebihan pembahagian yang banyak untuk
Abdul Muthalib, sebab dia dipandang sebagai pemimpin yang bijaksana. Dengan
keahliannya dapat menghadapi musuh yang begitu besar dan begitu sombong.
Sebagai kita
katakan tadi, 50 hari sesudah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW pun lahirlah ke
dunia. Tetapi ayahnya dalam perjalanan ke Yatsrib, kampung dari keluarga
ayahnya. Di sana dia meninggal sebelum puteranya lahir. Berkata Ibnu Ishaq:
“Setelah penyerangan orang Habsyi terhadap Makkah itu digagalkan dan
dihancurkan oleh Allah sendiri, bertambah penghargaan dan penghormatan bangsa
Arab kepada Quraisy. Sehingga mereka katakan: ‘Orang Quraisy itu ialah Keluarga
Allah. Allah berperang untuk mereka.’”
“Dan Dia
telah mengirimkan ke atas mereka burung berduyun-duyun.” (ayat 3).
Burung-burung itu berduyun datang dari laut. Ahli-ahli tafsir bicara
macam-macam tentang keadaan burung itu. Namun apa jenis burung tidak penting
kita perkajikan. Sembarang burung pun dapat dipergunakan Tuhan untuk melakukan
kehendak-Nya. Sedangkan tikus bisa merusakkan sebuah negeri dengan menyuruh
tikus itu memakan padi yang sedang mulai masak di sawah. Sedangkan belalang
berduyun-duyun beratus ribu dapat membuat satu negeri jadi lapar, apatah lagi
burung berduyun-duyun (ababil).
“Yang
melempari mereka dengan batu siksaan?” (ayat 4). Batu yang mengandung azab,
batu yang mengandung penyakit. Ada tafsir mengatakan bahwa batu itu telah
direndang terlebih dahulu dengan api neraka. Syaikh Muhammad Abduh mencoba
mentakwilkan bahwa batu itu membawa bibit penyakit cacar. Menurut keterangan
Ikrimah sejak waktu itulah terdapat penyakit cacar di Tanah Arab. Ibnu Abbas
mengatakan juga bahwa sejak waktu itu adanya penyakit cacar di Tanah Arab.
Dapat saja
kita menerima penafsiran ini jika kita ingat bahwa membawa burung atau binatang
dari satu daerah ke daerah yang lain, walaupun satu ekor, hendaklah terlebih
dahulu diperiksakan kepada doktor, kalau-kalau burung itu membawa hama penyakit
yang dapat menular. Demikian juga dengan tumbuh-tumbuhan. Demikian seekor
burung, bagaimana kalau beribu burung?
“Lalu Dia
jadikan mereka seperti daun kayu yang dimakan ulat.” (ayat 5). Laksana daun
kayu dimakan ulat, memang adalah satu perumpamaan yang tepat buat orang yang
diserang penyakit cacar (ketumbuhan), seluruh badan akan ditumbuhi oleh bisul
yang panas, malahan sampai ada yang tumbuh dalam mata. Telapak kaki yang begitu
tebal pun tidak terlepas, dan muka pun akan coreng-moreng dari bekasnya.
Sebagai yang telah penulis alami (1923).
Al-Qurthubi
menulis dalam tafsirnya: “Hikayat tentara bergajah ini adalah satu mu’jizat
lagi dari Nabi kita, walaupun beliau waktu itu belum lahir.” Dan tidak ada
orang yang akan dapat melupakan bahwa nenek-kandungnya mengambil peranan
penting pada kejadian ini.
Rujukan 1.Tafsir HAMKA
Wallah a’lam bishawab
Jakarta 16/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar