MUFASSIR
IBNU KATSIR
PENDAHULUAN
Tafsir Ibnu Katsir merupakan
salah satu kitab tafsir yang paling banyak diterima dan tersebar di tengah
ummat ini. Imam Ibnu Katsir telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk
menyusunnya, tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan
riwayat, baik hadits maupun atsar, bahkan hampir seluruh hadits periwayatan
dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- dalam kitab Al Musnad tercantum dalam
kitab tafsir ini.
[Dikatakan oleh Syaikh Sami bin Muhammad
Salamah, dalam tahqiq beliau pada Kitab Tafsir Al Quranul Adzim cet. Darul
Thayibah 1420 H).
Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting yang
ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-‘Azim, paling banyak diterima dan tersebar
di tengah umat Islam. Beliau telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk
menyusunnya. Tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan
riwayat (baik hadits maupun atsar), bahkan hampir seluruh hadits riwayat Imam
Ahmad yang terdapat dalam Kitab al-Musnad tercantum dalam kitab ini.
Beliau menggunakan rujukan-rujukan penting lainnya yang
sangat banyak, sehingga sangat bermanfaat dalam berbagai disiplin ilmu agama
(seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya). Sangat wajar apabila Imam As-Suyuthi
berkata : “ Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal dengannya.”
PEMBAHASAN
A. Biografi Pengarang
FAHAMI AL-QUR'AN |
Beliau adalah imam yang mulia Abdul Fida Imaduddin Ismail
bin Umar bin Katsir al-Quraisy al-Busharwi yang berasal dari kota Basharah,
kemudian menetap di Damascus. Beliau lahir pada tahun 705 H dan wafat pada
tahun 774 H. Beliau adalah seorang ulama yang terkenal dalam bidang tafsir,
hadits, sejarah, dan fiqh. Beliau mendengar hadits dari ulama-ulama Hidjaz dan
mendapat ijazah dari al-Wani serta mendapat asuhan dari ahli ilmu hadits
terkenal di Suriah yaitu Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazi mertuanya sendiri.
Ayahnya meninggal ketika beliau masih berusia 6 tahun, oleh karena itu sejak
tahun 706 H beliau hidup bersama kakaknya di Damascus.
Beliau juga berguru kepada Ibnu Taimiyah dan sangat
mencintai gurunya itu. Sebagian ulama menggangap beliau sebagai salah seorang
murid Ibnu Taimiyah yang paling setia dan paling gigih mengikuti pandangan
gurunya dalam masalah fiqh dan tafsir.
Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin
al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu
Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan
dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari
menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama
Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.
Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat
menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.
Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun
kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan
dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.
B. Latar Belakang Penulisan
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ
ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari
orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu
mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya
dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”(QS. Ali
Imran 187)
Dengan firman Allah di atas, maka menurut Ibnu Katsir wajib
bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam firman Allah dan
tafsirya.
C. Bentuk, Metode dan Coraknya
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang digunakan oleh
para mufasir kepada empat klasifikasi, yakni tahlili, ijmali, muqaran, dan
mawdu’i. Adapun pengertiannya, secara garis besar, pertama, metode tahlili
ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung didalamnya. Kedua, metode ijmali, ialah suatu metode penafsiran
al-Qur’an dengan cara menafsirkan ayat-ayat secara garis besarnya saja, atau
secara global. Ketiga, metode muqaran, ialah suatu metode dengan melakukan
upaya komparasi, antara ayat dengan ayat yang nampak ada kemiripan redaksi,
antara ayat dengan hadis yang mana antara keduanya seakan ada kontradiksi, dan
membandingkan pendapat para ulama dalam menafsirkan suatu ayat. Keempat, metode
mawdu’i, yaitu penafsiran al-Qur’an secara tematis, dengan cara mengumpulkan
ayat-ayat dibawah topik tertentu.
Metode penyusunan yang dilakukan oleh Imam
Ibnu Katsir adalah dengan cara menyebutkan ayat terlebih dahulu, kemudian
menjelaskan makna secara umum, selanjutnya menafsirkannya dengan ayat, hadits,
perkataan Sahabat dan tabi’in. Terkadang beliau menjelaskan seputar hukum yang
berkiatan dengan ayat, dengan dukungan dalil lain dari Al Quran dan hadits
serta dilengkapi dengan pendapat para Ahli Fiqh disertai dalilnya apabila
masalah tersebut dikhilafkan diantara mereka, selanjutnya beliau merajihkan
(memilih dan menguatkan) salah satu pendapat tersebut. Namun demikian tidak
bisa dihindari, dengan pembahasan yang panjang dan mendalam tersebut, maka
mayoritas ummat yang masih awam akan merasa berat jika harus membaca kitab
aslinya yang berjilid-jilid.
Jika melihat uraian metode-metode diatas, dari segi metode, Imam Ibnu Kasir menyusun kitab tafsirnya –Tafsir al-Qur’an al-Azhim —dengan menempuh metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan penafsiran ayat dengan cara analitis atau menafsirkan ayat-ayat di dalam al-Qur’an dengan mengemukakan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkannya. Adapun dari segi corak, tafsir Ibnu Kasir tergolong kepada tafsir yang bercorak bil ma’sur, karena dalam upaya menafsirkan suatu ayat beliau sangat dominan dalam menafsirkannya menggunakan riwayat, pendapat sahabat, serta tabi’in, meskipun sebagian kecilnya beliau menggunakan ro’yu. Secara umum, langkah-langkah penafsirannya dapat dibagi sebagai berikut:
Tafsir Ibnu Katsir dipandang sebagai salah satu tafsir bi
al-ma’tsur yang terbaik, berada hanya setingkat di bawah tafsir Ibnu Jarir
at-Thabary. Ibnu Katsir menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hadits-hadits dan
atsar-atsar yang disanadkan kepada perawinya, yaitu para sahabat dan tabi’in.
Dalam bidang tafsir, Ibnu Katsir mempunyai metode
tersendiri. Menurutnya jika ada yang bertanya: “Apakah metode tafsir yang
paling bagus?” maka jawabnya: “Metode yang paling shahih dalam hal ini adalah
menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an. Dan perkara-perkara yang
global di satu ayat dapat ditemukan rinciannya dalam ayat lain. jika tidak
mendapatkannya maka hendaklah mencarinya dalam Sunnah kerena Sunnah adalah
penjelas bagi al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ
خَصِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat.”
Jadi menurut menurut hemat penulis, Ibnu Katsir dalam
penafsirannya mempunyai metode sebagai berikut:
1. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
2. Bila penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an tidak
didapatkan, maka al-Qur’an ditafsirkan dengan hadits Nabi.
3. Kalau yang kedua tidak didapatkan maka al-Qur’an harus
ditafsirkan oleh pendapat para sahabat, karena mereka orang yang paling
mengetahui konteks sosial turunnya ayat dalam al-Qur’an.
4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat
para tabi’in perlu diambil.
Bentuk Penafsirannya
Dari aspek bentuk penafsirannya, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
karya Ibnu Katsir ini memakai bentuk riwayat (al-ma’tsur). Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
yang banyak menggunakan riwayat-riwayat baik dari para sahabat maupun para
tabi’in.
Metode Penafsirannya
Dari empat macam metode penafsiran yang berkembang sepanjang
sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an
al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata metode yang digunakan dalam tafsir ini
adalah metode analitis (tahlili).
Corak Penafsirannya
Dari beberapa corak penafsiran yang berkembang sepanjang
sejarah tafsir al-Qur’an, berdasarkan penelitian saya terhadap Tafsir al-Qur’an
al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, ternyata corak yang digunakan Ibnu Katsir dalam
tafsir al-Qur’an al-‘Adzim adalah bercorak umum.
D. Karakteristiknya
Diantara ciri khas tafsir Ibnu Katsir adalah perhatiannya
yang besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an (menafsirkan ayat
dengan ayat). Sepanjang pengetahuan saya, tafsir ini merupakan tafsir yang
paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya,
kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits marfu’ yang
relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang menjadi dalil
dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat, pendapat
tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha berkomentar, “Tafsir ini
merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap
riwayat-riwayat dari para mufassir salaf, menjelaskan makna-makna ayat dan
hukumnya, menjauhi pembahasan masalah I’rab dan cabang-cabang balaghah yang
pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir,
menghindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak
diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau hukum dan
nasehat-nasehatnya secara khusus.”
Keistimewaan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah daya
kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita Israiliyat yang banyak tersebar
dalam kitab-kitab tafsir bil-ma’tsur, baik secara global maupun mendetail.
WALLAH A’LAM BISHAWAB
JAKARTA 2/4/2013
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an
al-‘Adzim. Beirut: Darul Fikr. 1997
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, At-Tafsir wa Al-Mufassirun,
Juz I, Kairo: Dar al-Kutub, 1961
Al-Qatthan, Manna Khalil. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. terj. Mudzakir.
Jakarta: Litera Antar Nusa. 1998
Baidan, Nasruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di
Indonesia. Solo: Tiga Serangkai. 2003
Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Al-Qur’an Perkenalan
dengan Metodologi Tafsir. Bandung: Pustaka. 1987
Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah Al-Qur’an. Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama R.I. 1984
Tidak ada komentar:
Posting Komentar