DEMI AL-QUR’AN Yang Penuh
Hikmah
بسم الله الرحمن الرحيم
يس – والقرآن الحكيم – إنط لمن المرسلين – على صراط مستقيم –
تنزيل العزيز الرحيم – لتنذر قوما ما أنذر آباؤهم فهم غفلون – لقد حق القول على
أكثرهم فهم لا يؤمنون – إنا جعلنا في أعناقهم أغلالا فهي إلى الأذقان فهم مقمحون –
وجعلنا من بين أيديهم سداومن خلفهم سدا فأغشيناهم فهم لا يبصرون – وسواء عليهم
أأنذرتهم أم لم تنذرهم لا يؤمنون – إنما تنذر من اتبع الذكر وخشي الرحمن بالغيب
فبشره بمغفرة وأجر كريم – إنا نحن نحي الموتى ونكتب ما قدموا وآثارهم وكل شيء
أحصينه في مام مبين.
Artinya:
Yaasiin,
(2) Demi Al Qur’an yang penuh nhikmah, (3) Sesungguhnya kamu salah seorang
rasul (4) yang berada di atas jalan yang lurus (5) Yang diturunkan oleh Yang
Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (6) Agar kamu memberi peringatan kepada kaum
yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka
lalai. (7) Sesungguhnya telahj pasti berlaku perkataan (adzab) terhadap
kebanyakan mereka karena mereka tidak beriman. (8).Sesungguhnya Kami telah memasang beleunggu di leher
mereka, lalu tangan mereka diangakt ke dagu. Karena itu, mereka tertengadah.
(9). Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka pun
dinding. Dan Kami tutup mereka sehingga mereka tidak dapat melihat, (10)
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka atau kamu
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (11) Sesun
gguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti
peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun Dia tidak
melihatnya. Maka berikanlah kabar gembiran kepadanya dengan ampunan dan pahala
yang mulia. (12) Sesunggunnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata.Yasiin
Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul ayat ini (QS. 36 Yasiin : 1-10) Menurut Kitab Lubabun Nuqul Fii Asbabin Nuzul karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi :
لباب النزول - (ج 1 / ص 166)
أخرج أبو نعيم في الدلائل عن ابن عباس قال كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأ في السجدة فيجهر بالقراءة حتى تأذى به ناس من
قريش حتى قاموا ليأخذوه وإذا أيديهم مجموعة إلى أعناقهم وإذا بهم عمي لا يبصرون
فجاءوا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقالوا ننشدك الله والرحم يا محمد فدعا حتى
ذهب ذلك عنهم فنزلت يس والقرآن الحكيم إلى قوله أم لم تنذرهم لا يؤمنون [ 1 - 10
] قال فلم يؤمن من ذلك النفر أحد.
“Diriwayatkan
oleh Abu Na’im di dalam Kitab Ad-Dalail yang bersumber dari Ibnu Abbas ra :
“Bahwa ketika Rasulullah saw membaca Surat As-Sajdah dengan nyaring,
orang-orang Qurays merasa terganggu, dan mereka bersiap-siap untuk menyiksa
Rasulullah tetapi tiba-tiba tangan mereka terbelenggu di pundak-pundaknya dan
mereka menjadi buta sama sekali. Mereka sangat mengharapkan pertolongan Nabi
saw dan berkata : “Kami sangat mengharapkan bantuanmu atas nama Allah dan atas
nama keluarga”. Kemudian Rasulullah saw berdo’a dan mereka pun sembuh, akan
tetapi tak seorang pun diantara mereka yang beriman. Sehubungan dengan kejadian
ini, maka turunlah ayat-ayat ini (QS. 36 Yasiin : 1-10).Tetapi tidak ada yang
beriman diantara orang-orang tersebut”
Uraian
Tafsirnya :
Terdapat
dalam al Qur’an, beberapa surat yang dimulai ayat ke-1 dengan huruf yang
terputus-putus – Ya dan siin - , yang tentu hanya Allah saja yang mengetahui
maknanya, juga hakikat dibalik huruf-huruf tersebut. Dalam surat-surat lain
seperti (kaf ha ya `ain shaad awal surat Maryam, asy syu`ara’ dan al
qashash– tha sin mim awal surat an Naml- ha mim, `ain sin qaf, awal surat
asy Syura) … (Adlwa’ul Bayan, Syaikh asy Syanqithi, 4 hal. 317).
Huruf
terputus-putus
yang tak memiliki makna secara bahasa. Sebab di ayat lain Allah menegaskan, “Dia
dibawa turun oleh ar Ruh al Amin (Jibril as), ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan
dengan bahasa Arab yang jelas”, QS Asy Syu`ara’: 193-195). Pendapat inilah
yang dipilih oleh jumhur `ulama Salaf, dari shahabat, tabi`in, tani`ut tabi`in
dan para Imam Ahlus sunnah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Huruf-huruf hijaiyah ini disebutkan dengan tujuan untuk memperlihatkan
ketidakmampuan bangsa Arab untuk melawan al Qur’an ini, padahal ia tidak datang
dengan kata-kata baru di dalam kosa kata (perkataan) mereka”. (Lautan Hikmah
Tafsir Yasin, oleh Syaikh Muhamamd Shalih ibnu Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu
Katsir Jakarta, hal. 15-16).
Ayat-2,
Allah bersumpah terhadap al Qur’an yang penuh hikmah. Penuh hikmah maknanya. Al
Qur’an disini adalah al Qur’an yang kit abaca. Al Qur’an berasal dari kata
“Qara’a” yang artinya membaca, atau “Qaraa” yang artinya mengumpulkan, karena
ia merupakan kumpulan yang mencakup segala sesuatu. Dengan demikian al Qur’anm
merupakan gabungan dua makna, yaitu: Bacaan dan Kumpulan, dimana ia merupakan
kitab yang dibaca (al qiro’ah atau tilaawah) dan yang menghimpun (jaami`un)
serta kumpulan (majmuu`un). Kata-kata yang terhimpun satu dengan yang lainnya,
firman yang mencakup segala sesuatu yang mengandung kebaikan dan perbaikan. (Syaikh
Ibnu Utsaimin, hal. 18).
Al
Qur’anul Hakim
juga suatu kitab yang tidak mengandung kebatilan dalam segala sisinya (Tafsir
Ibnu Katsir, Mukhtashor, oleh Syaikh Muhammad Nasib ar Rifa`ie, 3 hal. 980, GIP
Jakarta).
Makna
Al Qur’an al Hakim . Al Hakiim disebut “muhkim”, karena ia sempurna bagi segala
sesuatu, Lihat QS 6: 115
{وَتَمَّتْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً}
(Telah
sempurnalah kalimat Rabb-mu (al Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil).
Disebut
juga “muhkam:” juga karena Allah telah menyusunnya secara baik dan sempurna,
sehingga tidak ada yang saling bertolak belakang dan tidak pula bertentangan.
Al Qur’an juga disebut “al haakim”, karena (1) ia sarat dengan hikmah dalam
penyusunannya, maka setiap ayat akan berdampingan dengan ayat-ayat lainnya,
sekalipun kita mengira bahwa antara keduanya tidak terdapat hubungan. Ini
terjadi semata karena ketidak mampuan kita atau kelengahan kita. (2) Mengandung
hikmah dalam semua hokum-hukumnya, dimana semua ketetapan hukumnya adil, sesuai
dengan fitrah dan akal sehat. (3) penuh hikmah dalam gaya bahasanya, terkadang
menggunakan nada keras, sedang, dan lembut, sesuai dengan tuntutannya dan
kondisi serta obyeknya. Secara keseluruhan maka makna al Qur’an al hakim adalah
al Qur’an yang memiliki hikmah, muhkim, muhkam dan haakim. Sehingga dapat
dikatakan bahwa al Qur’an itu pemberi keputusan (al haakim), memiliki hikmah
(dzu hikmah), hokum (al hukm), dan mencegah (ihkam). Demikiahlah Syaikh
Utsaimin menyebutkan (hal. 20).
Ayat
berikutnya: 3-4: penegasan Allah tentang kebenaran Muhammad saw sebagai salah
seorang rasul dari rasul-rasulm yang Allah utus ke muka bumi, dan dia saw
adalah rasul penutup (sabda Nabi: ana al labinah wa ana khatamun nabiyyin).Berjalan
di atas jal;an yang lurus, yaitu al Islam. Dan ini ikuatkan oleh ayat lain:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِيْ إلَى صِراطٍ مُسْتَقِيْم . صراطِ الّذي لَهُ
مَافِيْ السموات وما في الأرْضِ}
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah Yang kepunyaan-NYa segala apa yang ada di
langit dan apa yang ad adi bumi” QS Asy Syuura: 52-53).
`Ala
shirathin mustaqim, adalah jalan nabi-nabi sebelummu berupa tauhid dan
petunjuk. Penggunaan kata sumpah dll adalah untuk membantah tuduhan orang-orang
kafir kepada beliau, ‘Engkau bukan seorang rasul” seperti firman Allah ini:
{ويقُوْلُ الّذِين كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلاً }
Rasulullah
saw menempuh jalan lurus, karena ia merupakan jalan yang sangat luas yang
mencakup semua umat, dari sejak beliau diutus hingga hari kiamat kelak, yang
tidak akan menyempit. Dia juga merupakan jalan yang sangat luas yang
tidak mungkin mempersempit ruang lingkup hokum-hukum syariat. Oleh karena
itu syariat yang ada di dalam al Qur’an dan as sunnah sudah sempurna dan tidak
memerlukan penyempurnaan lagi. Dan ia juga sangat luas, tidak mungkin menyempit
oleh segala macam parsial yang terjadi sampai hari kiamat kelak (Syaikh
Utsaimin, hal. 24).
Shirothun
mustaqim, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim al Jauziyah (Dalam
kitabnya : Tafsir al Qayyim dan Madarijus Salikin), ketika menjelaskan QS 6:
153: ia disebut lurus karena ia sebagai jalan satu-satunya yang bisa
menyampaikan kita kepada Allah. Yang dengan nya Allah mengutus para rasul dan
menurunkan kitab-kitabNya, dan seseorang tak akan sampai kepada-Nya kecuali
melalui jalan lurus ini. Dan andaikan ada orang yang mencoba menempuh
jalan-jalan lain, membuka pintu-pintu dan gang-gang serta lorong-lorong,
niscaya ia akan mendapatinya kebuntuan dan dan pintu-pintunya tertutup, kecuali
dari jalan lurus ini. Jalan lurus ini mempunyai lima criteria: lurus –
menyampaikan pada tujuan – jarak terdekat – luas bisa dilalui orang banyak
(semua umat) – dan memang sebagai jalan tembus menuju tujuan. (Madarijus
salikin, 1: 10).
Ayat:
5 [sebagai wahyu yang diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang).
{تنزيل
العزيز الرحيم}
Al
Qur’an itu “munazzal”
artinya turun sedikit demi sedikit (najman bi najmin), dimana Allah berfirman:
“Dan al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian”
{وقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ على النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ
وَنَـزَّلْنَاهُ تَنْـزِيْلاً}
Ayat
6 – 12:
1. Al Qur’an
diturunkan sebagai Hujjah bagi kaum yang bapak-bapak dan nenek moyang mereka
belum didatangi peringatan (masa fatrah dari risalah kenabian), sehingga wajar
apabila mereka lalai (Ayat: 6). Inilah keadilan Allah yang paling sempurna,
dimana Dia tidak akan menyiksa siapapun dari makhlukNya, sebelum datang kepada
mereka peringatan. Perhatikan QS 17: 15. Imam Ahmad meriwayatkan hadits
tentang 4 golongan manusia yang memiliki hujjah di akhirat kelak di
hadapan Allah, yang menyebabkan kelalaian mereka itu tidak diadzab, bahkan jika
masuk neraka maka mereka akan merasakan dingin dan selamat. 4 Golongan itu :
orang yang bisu tuli (al ashom), orang dungu (al ahmaq), orang tua pikun (al
harim), dan yang mati pada masa fatrah. Dalam riwayat lain juga
disebutkan bahwa adzab Allah tidak dijatuh kan pada orang (mukmin) yang keliru dalam
perkara wajib / pokok sehingga seharusnya membuat mereka fatal hukumj nya (bias
kufur), namun karena ia bodoh (jahil) yang dimaafkan, sehingga Allah mengampuni
kesalahannya. (Ingat hadits kisah seorang mukmin bodoh dalam pokok-pokok
tertentu, dimana ia tak ada amal-amal kebaikan yang bisa dibanggakan dan bahkan
penuh dengan dosa, lalu ia meminta kepada keluarganya apabila ia mati dibakar
saja, sebagian abunya di tabor kan di muka bumi dan sebagiannya lagi dimasukkan
ke lautan. Ia dengan kejahilannya, menduga Allah tidak mampu mengembalikan
jasadnya utuh kembali kemudian Allah menyiksanya. Namun Allah mengampuni
kejahilannya itu. Kaum yang nenek moyang nya belum diberi peringatan itu adalah
kaum tertentu, yaitu bangsa Arab. Dan sekali-kali mereka itu bukan bangsa
Yahudi dan Nashrani, karena nenek moyang mereka telah didatangkan peringatan
(hujjah syari`iyah, risalah kenabian). Mereka (Yahudi dasn nashrani ketika
datang Rasul Muhammad saw kepada mereka, dan mereka tetap tidak mau mengikuti
dan tak mau mengimaninya, bahkan tetap ingkar, maka ketetapan Allah (Adzab)
sudah pasti akan turun kepada mereka. Inilah maksud ayat 7.
2. Namun Allah
berketetapann untuk menyiksa (mengadzab) mereka yang tetap membangkang-ingkar
setelah datangnya per8ingatan (hujjah syar`iyah, risalah kenabian), karena
mereka tetap tidak mau beriman. (ayat: 7). Tentang kepastian adzab ini
diperkuat oleh ayat lain, seperti QS Yunus: 33 (Demikianlah telah tetap hukuman
Rabb-mu terhadap orang-orang fasik, karena seungguhnya mereka tidak beriman), Al
Mukmin: 6 (Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan adzab Rabbmu
terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni Neraka),
Az Zumar: 19 (Apakah [kamu hendak mengubah nasib] orang-orang yang
telah pasti ketentuan adzab atasnya. Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang
berada di dalam api Neraka).
{لقد
حقّ القول على أكثرهم فهم لا يؤمنون} يس : 7 ، {كذلك حقّت كلمة ربّك على الذين
فسقوا أَنّـهُم لا يؤمنون} يونس: 33، {وكذلك حقّت كلمة ربّك على الذين كفروا
أنّـهم أصحاب النار} المؤمن: 6، أفمن حقّ عليه كلمة العذاب أفأنْت تُنْقِذُ مَنْ
فِي النَّار} الزمر: 19.
3. Pada leher-leher
mereka, Allah memasang belenggu, lalu tangan mereka (diangkat ) ke dagu, sampai
mereka dibuat menengadah… (simak ayat: 8). Imam Jalaluddin as Suyuti menafsirkannya
sebagai “tangan diangkat ke dagu, terangkat kepalanya sehingga tidak dapat
menurunkannya kembali” (Tafsir al jalalaian), maksudnya adalah mereka itu tidak
mau tunduk kepada keimanan dan tidak pula mau menundukkan kepala mereka
kepada keimanan.
4. Di hadapan mereka
Allah adakan dinding (membatasi kebenaran), dan di belakang mereka juga ada
dinding. Dinding- dinding itulah yang menutup (mata hati mereka) sehingga
enggan menerima kebenaran dan tetap dalam kesesatan dan kekafiran mereka.
Dengan demikian – karena sikap mereka itu – maka mereka tidak dapat meraih
kebaikan dan tidak beroleh petunjuk kepada Islam. Ikrimah meriwayatkan bahwa
Abu Jahal pernah berkata, “Jika aku melihat Muhammad, aku akan melakukan begini
dan begitu”. Kemudian turunlah ayat, (ayat: 8 surat Yasin ini). Ikrimah
melanjutkan, “Orang-orang berkata kepada Abu Jahal, ‘Inilah Muhammad’. Lalu Abu
Jahal berkata, ‘Dimana dia ? Abu Jahal tak mampu melihatnya. Inilah riwayat
Ibnu Jariri. (Syaikh Muhamamd Nasib ar Rifa`ie dalam Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir, GIP, 3 hal.981).
5. Pada ayat berikutnya
(ayat: 9) Allah menegaskan bahwa bagi mereka itu sama saja, diberi peringatan
ataukah tidak diberi, mereka tetap saja tidak akan beriman”. Allah telah
mengunci mereka dalam kesesatan. Ayat ini dikupas juga pada awal surat al
Baqarah. Bahwa ada dan tidaknya peringatan yang datang dari siapapun (dari
Rasul Nabi maupun rasul Tabligh) tetap saja ingkar. Dalam hal ini Allah
menjelaskan tentang fungsi Nabi Muhammad saw, bahwa dia hanya lah sebagai
penyampai peringatan, dan tentu akan bermanfaat bagi orang-orang yang
mengikutinya. Disini Muhammad saw sebagai Rasul Nabi yang membawa hujjah bagi
umat manusia, namun mereka yang mengikutinya akan selamatlah kelak di akhirat,
dan yang menolak serta membangkang maka “qaulul haq” (adzab) Allah akan tegak
atas mereka karena hujjah telah sampai, dan mereka menolak. Orang-orang yang
mengikuti beliau saw, mereka lah yang dapat mengambil manfaat dari
peringatannya, dan mereka itu orang-orang beriman dan mengikuti al Qur’an yang
agung, “dan yang takuta kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walau pun dia tidak
melihat-Nya. Maka berita gembira bagi mereka, berupa pahala yang mulia (besar)
dan ampunan dari dosa-dosanya
6. Pada ayat
berikutnya, ayat : 10-11, Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang yang mati, pada hari kiamat, dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan, berupa amal-ama kebaikan. Ada dua pengertian: (Pertama): Allah
menuliskan amal-amal yang mereka lakukan sendiri semasa hidupnya dan jejak
langkah yang mereka tinggalkan. Sabda Nabi saw: “Barangsiapa yang menciptakan
jalan yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dari rintisannya itu dan
pahala orang yang mengerjakannya sepeninggalnya tanpa dikurangi sedikitpun dari
pahala mereka barangsiapa yang menciptakan jalan yang buruk dalam Islam, maka
baginya dosa dari ruintisannya itu dan dosa dari orang-orang yang mengikuti
sepeninggalkannya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka” (HR Muslim dari
Jabir bin Abdullah al Bajali secara marfu`), juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dari Jarir ra sexara marfu` pula. (Kedua): Yang dimaksud jejak ialah
jejak langkah kaki mereka ketika menuju kepada ketaatan atau kemaksiatan.
Sehubungan dengan makna ini, terdapat sejumlah hadits. (Begitu tutu Syaikh
Muhamamd Nasib ar Rifa`ie, 3 hal. 982-983). Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari
jalan Jabir bin Abdullah ra, dia berkata, “Daerah sekitar masjid kosong. Bani
Salamah bermaksud pindah ke dekatnya. Berita itu sampai kepada Rasulullah saw.
Lalu beliau saw bersabda kepada mereka, “Aku mendapat berita bahwa kamu akan
pindah ke dekat masjid, benarkah ? Mereka berkata, ‘Benar, ya Rasulullah, kami
bermaksud demikian. Rasulullah saw kemudian bersabda:
{يا بَنِي سَلَمة ، دِيَارُكُمْ تَكْتُبُ آثَارَكُمْ
دِيَارُكُمْ تَكْتُبُ آثَارَكُمْ}
“Hai Bani Salamah, perumahanmu mencatat jejakmu. Perumahamanmu
mencatat jejakmu” (HR
Muslim).
Ayat
12 ditutup dengan firmanNya “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab
Induk yang nyata”. Ibnu Katsir berkata, ‘Segala yang ada ditulis di dalam
Kitab, digariskan, dan ditetapkan di dalam Lauh Mahfuzh. Yang dimaksud dengan (al
Imam al Mubiin) ialah ummul kitab. Kitab amal merupakan tempat “data
kalkulasi” amal kaum mukallaf, apakah ia baik ataukah buruk. Hal ini
didukung oleh ayat lain dalam QS al kahfi: 49:
{ياويلتنا
مال هذا الكتاب لا يغادر صغيرة ولا كبيرة إلا أحصاها، ووجدوا ما عملوا حاضرا ،
ولا يظلم ربّك أحدا}
(…Kitab apakah
ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar melainkan ia
mencatat semuanya).
{إنّ الذين يخشون ربهم بالغيب لهم مغفرة وأجر كبيـر}
(Sesungguhnya orang-orang yang
takut kepada rabbnya Yang Tidak tampak, mereka akan memperoleh ampuan dan
pahala yang besar), QS
al Mulk: 12.
Manfaat
Lain dari ayat-ayat ini:
1. Keuntungan
orang yang takut kepada Allah, dimana rasa takut ini menjadi bagian dari factor
pendorong untuk mengambil manfaat dari al Qur’an. Semakin orang takut kepada
Allah, maka ia akan semakin memahami firman-Nya.
2. Rasa takut ini
menjadin rasa takut yang sesungguhnya jika dilakukan ketika dalam keadaan
sembunyi. Adapun orang yang takut pada Allah pada saat di tengah banyak orang,
terkadang rasa takut ini mudah tercemari oleh factor riya’.
3. Berita gembira yang Allah sampaikan
pada ayat di atas, adalah berisfat umum, bukan bersifat ta`yiin, menyangkut
kesesuaian dengan orang perorang.. Oleh karena itu, apabila kita menyaksikan
seseorang beriman dan sangat ta`at kepada syariat-Nya, yang secara “ITHLAQ”
sebagai cirri masuk surga, namun kita tak boleh memastikan ia bakal masuk surga
(secara TA`YIN, secara individu). Seperti orang yang secara zhahir kita
saksikan gugur di medan jihad membela Islam, maka hokum dunia-nya kita
perlakukan sebagai orang yang mati syahid, tidak dimandikan, tidak dikafani,
tidak dishalatkan dan dikubur ditempat dimana ia gugur. Tetapi apakah ia pasti
ke surga atau tidak, maka bukan wilayah kita, ini adalah hokum akhirat,
wewenang Allah semata. Wallahu a`lam.
Keutamaan Surat Yasin
1.Ibnu Katsir meyebutkan didalam tafsirnya
bahwa sebagian ulama mengatakan,
”Diantara kekhususan surat ini adalah tidaklah
seseorang membaca surat ini dalam keadaan sulit kecuali Allah akan memberikan
kemudahan kepadanya. Dan sepertihalnya ketika surat ini dibacakan terhadap
orang yang menjelang kematiannya maka akan turun kepadanya rahmat dan
keberkahan dan untuk memberikan kemudahan keluarnya ruh dari jasadnya.”
2.Imam Ahmad mengatakan bahwa telah bercerita
kepada kami Abdul Mughirah,
”Telah bercerita kepada kami Shafwan berkata
bahwa para syeikh telah mengatakan,”Apabila dibacakan—surat yasin—terhadap
orang yang menjelang kematian maka akan diringankan bebannya. (Tafsir al
Qur’anil Azhim juz VI hal 562)
3.Hadits-hadits lain tentang keutamaan surat
yasin seperti sabda Rasulullah saw,
”Barangsiapa yang membaca yasin maka Allah akan
tuliskan pembacaannya itu sama dengan membaca al qur’an sepuluh kali selain
yasin.” Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib yaitu diriwayatkan
hanya oleh satu orang saja.
Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang membaca
yasin pada suatu malam dengan mengharapkan wajah Allah maka dia akan diampuni.”
(HR. Malik, Ibnus Sunni dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) dan hadits dinyatakan
lemah oleh Imam al Haitsami. WALLAH A’LAM BISHAWAH
Rujukan
1. Taisirul
`Aliyyil Kabir Li ikhtishor Tafsir Ibni Katsir, Syaikh Muhamamd Nasib ar
Rifa`ie, Maktabah Ma`arif Riyadl
2. Lautan Hikmah
Tafsir Surat Yasin, Syaikh Muhammad b. Shalih al-Utsaimin, Pustaka Ibnu Katsir
Jakarta.
3. Aisarut
tafasir Li Kalamil `Aliyyil Kabir, Syaikh Abu Bakar Jazairi.
4. Adlwa’ul
Bayan, Syaikh Amin Asy Syanqithi.
5. Taisirul
Karimir Rahman fi Tafsir Karimirrahman, Syaikh Abdurrahman as Sa`di.
JAKARTA 16/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar