وَيْلُُ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ {1} الَّذِي جَمَعَ مَالاً
وَعَدَّدَهُ {2} يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ {3} كَلاَّ لَيُنبَذَنَّ فيِ
الْحُطَمَةِ {4} وَمَآأَدْرَاكَ مَاالْحُطَمَةُ {5} نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
{6} الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأَفْئِدَةِ {7} إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ {8}
فيِ عَمَدِِ مُّمَدَّدَةٍ {9}
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela [1]. yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung [2]. ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya [3]. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah [4]. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu [5]. (yaitu) api (disediakan) Allah yang dinyalakan [6]. yang (naik) sampai ke hati [7]. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka [8]. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.Al-Humazah
Muqaddimah
[1]. Di awal surat ini, Allah SWT mengancam dengan kecelakaan dan siksa yang
pedih bagi orang yang suka mencela dan menjelek-jelekkan orang lain.
[2]. Yang di antara sifatnya adalah orang itu tidak punya perhatian apa-apa
kecuali pada pengumpulan harta dan menghitung-hitungnya dan tidak punya hasrat
untuk menginfakkan hartanya itu di jalan kebaikan untuk menjalin silaturrahim dan
semisalnya.
[3]. Karena kebodohannya, dia menyangka bahwa hartanya itu akan dapat
mengekalkannya di dunia ini. Oleh karena itu, seluruh usaha dan perhatiannya
dicurahkan untuk mengembangkan kekayaannya dengan mengira bahwa itu akan
memanjangkan umurnya. Ia tidak tahu bahwa bakhil itu justeru akan memendekkan
umur dan merusak kehidupan dan bahwa kebaikanlah yang dapat menambah
umur.
[4]. Masalahnya sungguh tidak seperti yang dia sangka. Hartanya tidak akan
mengekalkannya di dunia dan kelak dia akan dilempar ke Huthamah, yang akan
menggilas dan meluluhlantakkannya.
[5]. Kemudian Allah SWT menanyakan tentang apa itu Huthamah, untuk
menunjukkan kedahsyatannya; dia berfirman, dan tahukah kamu wahai Muhammad, apa
Huthamah yang menghancurkan apa yang ada di dalamnya itu.?
[6]. Kemudian Allah SWT menjelaskan dengan firman-Nya; yaitu api yang sudah
siap dan meluap-luap karena terlalu amat dinyalakan, bahan bakarnya adalah
manusia dan batu.
[7]. Dan karena kedahsyatannya, api itu menembus badan dan membakar sampai
ke hati.
[8]. Dan dengan panas yang amat dahsyat itu mereka terkurung di dalamnya,
tidak punya harapan untuk dapat keluar darinya.
[9]. Karena api neraka itu ditutup rapat, sedang mereka terbelenggu pada
tiang-tiang api yang panjang agar mereka tidak dapat keluar.
Kita berlindung kepada Allah SWT dari semua itu seraya memohon kepada-Nya
ampunan dan keselamatan.
Menurut Ibnu Katsir, dalam
kitab tafsirnya, khuthomah merupakan salah satu nama dari sifat neraka yang
mampu menghancurkan badan. Khuthomah berasal dari kata khathama yang bermakna
memecah dan atau menghancurkan. Dalam kaidah bahasa Arab, khuthomah merupakan
kata yang bermakna penyangatan yakni; (sesuatu/peristiwa) yang benar-benar
mampu memecah-belah dan menghancurkan.Dalam Qs. al-Humazah 1-3, khuthomah berhubungan
dengan tiga perbuatan yakni humazah atau pengumpat dan lumazah atau pencela dan
para pengumpul harta yang sombong.
Menurut al-Rabi' ibn Anas, makna humazah
adalah mencela secara langsung berhadap-hadapan sedangkan lumazah adalah
mencela di belakangnya. Imam Mujahid berpendapat al-humzah itu dengan isyarat
tangan atau mata sedangkan lumazah dengan lisan.
Sedangkan menurut Ibn Abbas
humazah dan lumazah adalah pencemaran nama baik dan membicarakan aib orang
lainHubungan antara khutomah dan humazah/lumazah dan pengumpul harta yang
sombong merupakan hubungan timbal balik. Kedua perbuatan tersebut menjerumuskan
manusia ke dalam neraka khutomah, kelak di akhirat.
Tafsir Ayat
“Wailun!” “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat.” (pangkal ayat 1).
Pengumpat ialah suka memburuk-burukkan orang lain; dan merasa bahwa dia saja
yang benar. Kerapkali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan
orang itu, padahal kalau berhadapan dia bermulut manis: “Pencela.” (ujung ayat
1). Tiap-tiap pekerjaan orang, betapa pun baiknya, namun bagi dia ada saja
cacatnya, ada saja celanya. Dan dia lupa memperhatikan cacat dan cela yang ada
pada dirinya sendiri.
“Yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.” (ayat 2). Yang
menyebabkan dia mencela dan menghina orang lain, memburuk-burukkan siapa saja
ialah karena kerjanya sendiri hanya mengumpulkan harta kekayaan buat dirinya.
Supaya orang jangan mendekat, dipagarinya dirinya dengan memburukkan dan
menghina orang. Karena buat dia tidak ada kemuliaan, tidak ada kehormatan dan
tidak akan ada harga kita dalam kalangan manusia kalau saku tidak berisi.
Tiap-tiap membumbung menggelembung isi puranya, tiap-tiap naik melangit pula suaranya.
Dia benci kepada kebaikan dan kepada orang yang berbuat baik. Dia benci kepada
pembangunan untuk maslahat umum. Asal ada orang datang mendekati dia,
dsangkanya akan meminta hartanya saja. Kadang-kadang orang dikata-katainya.
Tidak atau jarang sekali dia berfikir bahwa perbuatannya mengumpat dan mencela
dan memburukkan orang lain adalah satu kesalahan besar dalam masyarakat manusia
beriman, yang akan menyebabkan kesusahan bagi dirinya sendiri di belakang hari.
Sebab: “Dia menyangka bahwa hartanya itulah yang akan memeliharanya.” (ayat 3).
Dengan harta bendanya itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan
penyakit, dari bahaya terpencil dan dari kemurkaan Tuhan. Karena jiwanya telah
terpukau oleh harta bendanya itu menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan
mati, sihat ini akan sakit, kuat ini akan lemnh. Menjadi bakhillah dia, kikir
dan mengunci erat peti harta itu dengan sikap kebencian.
“Sekali-kali tidak!” (pangkal ayat 4). Artinya bahwa pekerjaannya
mengumpulkan harta benda itu, yang disangkanya akan dapat memelihara dirinya
dari sakit, dari tua, dari mati ataupun dari azab siksa neraka, tidaklah benar;
bahkan “Sesungguhnya dia akan dihumbankan ke Huthamah,” (ujung ayat 4). Sebab
dia bukanlah seorang yang patut dihargai. Dia mengumpulkan dan menghitung-hitung
harta, namun dia mencela dan menghina dan memburuk-burukkan orang lain,
mengumpat dan menggunjing. Orang itu tidak ada faedah hidupnya. Nerakalah akan
tempatnya. Huthamah nama neraka itu.
“Dan sudahkah engkau tahu?” – ya Utusan Tuhan – “Apakah Huthamah itu?” (ayat
5).
Bersifat pertanyaan dari Tuhan kepada Nabi-Nya untuk menarik perhatian
beliau tentang ngerinya Huthamah itu!
“(Ialah) Api neraka yang dinyalakan.” (ayat 6). Karena selalu dinyalakan,
berarti tidak pernah dibiarkan lindap apinya, bernyala terus, karena ada
malaikat yang dikhususkan kerjanya menjaga selalu kenyalaan itu, lantaran itu
maka berkobarlah dia terus.
“Yang menjulang ke atas segala hati itu.” (ayat 7).
Maka hanguslah selalu, terpangganglah selalu hati mereka itu. Yaitu hati
yang sejak dari masa hidup di dunia penuh dengan kebusukan, merugikan orang
lain untuk keuntungan diri sendiri, menginjak-injak orang lain untuk kemuliaan
diri.
“Sesungguhnya neraka itu, atas mereka dikunci erat.” (ayat 8). Artinya,
setelah masuk ke sana mereka tidak akan dikeluarkan lagi, dikunci mati di
dalamnya: “Dengan palang-palang yang panjang melintang.” (ayat 9).
Kalau difikirkan secara mendalam, ancaman sekejam ini adalah wajar dan
setimpal terhadap manusia-manusia yang bersifat seperti digambarkan dia dalam
ayat itu: pengumpat pencela, mengumpul harta dan menghitung-hitung, dengan mata
yang jeli melihat ke kiri dan ke kanan, kalau-kalau ada orang yang mendekat
akan meminta. Sikapnya penuh rasa benci. Dan bila harta-benda itu telah masuk
ke dalam simpanannya, jangan diharap akan keluar, kecuali untuk membeli kain
kafannya. Setelah harta itu masuk jauh, jangan seorang jua pun yang tahu. Maka
hukuman yang akan diterimanya kelak, yaitu dimasukkan ke dalam neraka yang
bernama Huthamah, yang apinya bernyala terus, dan nyala api itu akan membakar
jantung hatinya selalu, hati yang penuh purbasangka. Semua itu adalah ancaman
yang sepadan.
Dan kemudian pintu neraka Huthamah itu ditutup rapat-rapat, setelah mereka
berada di dalamnya, dikunci pula mati-mati, bahkan diberi palang yang panjang
melintang sehingga tidak dapat dihungkit lagi, seimbang pulalah dengan sikap
mereka tatkala di dunia dahulu, mengunci rapat pura pundi-pundi atau peti
uangnya, yang tidak boleh didekati oleh siapa saja.
Kadang-kadang orang yang seperti ini tidak keberatan mengurbankan agamanya,
tanah-airnya, atau perikesopanannya kaumnya asal dia mendapat uang yang akan
dikumpulkan itu. Kadang-kadang anak kandungnya atau saudara kandungnya kalau
masih akan dapat memberi keuntungan harta baginya, tidaklah dia keberatan
mengurbankan. Hati itu sudah sangat membatu, sehingga tidak ada perasaan halus
lagi. Jika disalai, disangai, atau disula dengan api laksana mengelabu, tidak
jugalah lebih dari patut.
Kita berdoa moga-moga janganlah kita ditimpa penyakit seperti: membatu hati
dalam dunia karena harta dan disangai, dinyalai api di neraka Huthamah karena
telah membatu.
Pesan Akhir
Kemudian
dua ayat terakhir menunjukkan secara jelas bagaimana gambaran manusia,
"sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu)
diikat pada tiang-tiang yang panjang".
Dengan
adanya lumazah, humazah dan penumpuk-penumpuk harta yang sombong, komunitas
sebuah masyarakat terasa berada dalam oven yang panas, sedangkan penduduknya
tidak bisa berlari, hanya bisa menjerit, meronta dan menangis karena di ikat di
tiang-tiang yang kuat; yang berwujud api permusuhan.Oleh sebab itulah, dalam
kehidupan bermasyarakat hendaknya masing-masing individu dapat hidup
berdampingan dan menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan
tersebut. Umpatan, celaan dan juga sombong karena harta, hanya membawa api
perpecahan dan api kesenjangan di dalam masyarakat. Maka sebenarnya, yang
membuat hidup ini terasa indah, damai dan menyenangkan hanyalah kita sendiri
yang dapat mewujudkannya. Wallahu'alam
Rujukan
1.(SUMBER: at-Tafsir al-Yasir karya Yusuf bin Muhammad
bin Ibrahim al-Owaid)
2.Tafsir HAMKA
JAKARTA 15/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar