Dan janganlah (saling) memakan harta di
antara kalian dengan (cara yang) batil dan (jangan pula) membawa (urusan harta)
itu kepada hakim (untuk kalian menangkan) dengan (cara) dosa agar kalian dapat
memakan sebahagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui (Q: S. Al Baqoroh :
188)
Pengantar
Perbedaan antara sistem ekonomi islam dengn
sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi
islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga
dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai
gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk
dilakukan.
System ekonomi Islam adalah system ekonomi yang mandiri, oleh karenanya Islam mendorong kehidupan sebagai kesatuan yang utuh dan menolong kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, yang individu-individunya saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam sekema tata sosial, karena manusia adalah entitas individu sekaligus kolektif.
Ekonomi Islam
adalah cara hidup yang serba cukup, Islam sendiri menyediakan segala aspek eksistensi manusia yang
mengupayakan subuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep Hablum
min-Allah wa hablum min-Annas, yang berkaitan tentang tuhan, manusia dan
hubungan keduanya (tauhidi). Matra ekonomi Islam menempati kedudukan
yang istimewa. Karena Islam yakin bahwa stabilitas universal tergantug
pada kesejahteraan material dan sepiritual manusia. Kedua aspek ini terpadu
dalam satu bentuk tindakan dan kebutuhan manusia.Aktivitas antar manusia
termasuk aktivitas ekonomi terjadi melalui apa yang di istilahkan oleh
ulama’ dengan mu’amalah (intrataksi) pesan al-quran dalam aktivitas
ekonomi;
Dan janganlah (saling) memakan harta di antara kalian
dengan (cara yang) batil dan (jangan pula) membawa (urusan harta) itu kepada
hakim (untuk kalian menangkan) dengan (cara) dosa agar kalian dapat memakan
sebahagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui (Q: S. Al Baqoroh :
188)
Islam bukan sekedar
menawarkan pedoman-pedoman moral teoritis guna membangun system ekonomi, tapi
juga mengemukakan suatu metodologi yang layak untuk menerapkan pedoman-pedoman
dengan ke absahan cara dan juga legitimasi tujuan dengan landasan atas
pertimbangan etika yang jelas dan dapat bemakna di dalam keseluruan kerangka
tata sosial, dengan pendekatan terhadap system ekonomi ini sangat relevan dan
amat mendesak untuk di alamatkan pada syari’ah dengan system ekonomi islam
Ekonomi Islam Berbagi Hasil
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan
bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
- pendekatan profit sharing (bagi laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah
hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu
pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
- Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah
perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana,
yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan
tersebut.
Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda
sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional.
Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pemilik dana menanamkan dananya melalui
institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
2. Pengelola mengelola dana-dana tersebut
dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan
dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam
proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek
syariah.
3. Kedua belah pihak membuat kesepakatan
(akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan
jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Islam
Universal
Al Quran sebagai
Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga
memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi
seluruh umat manusia. Al Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk
yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada
dalam berbagai ayat di Al Qur’an dilengkapi dengan sunah-sunah dari Rasulullah
melalui berbagai bentuk Al Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha
pada saat kejayaan Dinul Islamiyah baik
dalam bentuk Al Ijma maupun Al Qiyas.
Namun sejak abad
ke 15 hingga pertengahan abad ke 20 Masehi, kontribusi Islam dalam pemikiran
ekonomi seakan hilang ditelan peradaban dunia sehingga tidak ditemukan
buku-buku sejarah pemikiran Ekonomi Islam. Adalah sebuah ironi, bahwa Adam
Smith, yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi”, dalam bukunya The
Wealth of Nations (tahun 1766), menjelaskan bahwa
perekonomian yang maju ketika itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin
Muhammad dan Para Khalifa ur Rasyidin (dalam buku tersebut disebut sebagai Mahomet
and his immediate successors). Lebih ironis lagi, jika kita simak,
ternyata judul buku Adam Smith tersebut merupakan saduran dari buku Imam Abu
Ubayd, yaitu “Al-Amwal” (865).
Ironi lainnya,
adalah, ketika Samuelson dalam buku teks Economics edisi 7,
menyebutkan bahwa asal muasal Ilmu ekonomi adalah Bible (Injil),
tidak satupun ekonom (pakar ekonomi) yang bereaksi. Sementara itu, ketika
Ilmuwan Islam mengangkat kembali Ilmu Ekonomi Islam dengan Al Qur’an dan Al
Hadits sebagai sumber rujukan utama, sebagian besar ekonom, termasuk ekonom
muslim, spontan bereaksi menentang keberadaan Ekonomi yang berdasarkan ajaran
Syariah Islam tersebut.
Sementara itu,
seorang ilmuwan Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul “The
Commercial Theological Terms in the Koran” menyatakan bahwa Al Quran
menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua
puluh) macam terminology bisnis dalam Al Quran serta diulang sebanyak 370 kali
dalam berbagai ayat (Mustaq Ahmad, 1995). Penggunaan terminology bisnis
(ekonomi) yang sedemikian banyak, menunjukkan sebuah manifestasi adanya spirit
bersifat komersial dalam Al Quran.
Jika kita simak
dengan seksama, menurut Adiwarman Karim (2002), ilmu ekonomi merupakan warisan
peradaban manusia yang dapat diibaratkan sebagai bangunan bertingkat, dimana
setiap kaum telah memberikan kontribusi pada zamannya masing-masing dalam
mendirikan bangunan tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan
pemikiran Ekonomi Islam, para ulama yang merupakan guru kaum muslimin tidak
menolak pemikiran para filosof dan ilmuwan non Muslim asalkan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Para ulama dan pakar ekonomi Islam, saat ini,
berusaha mengembangkan Ekonomi Islam sesuai dengan dalil naqli dan dalil
aqli, meskipun pengaruh pemikiran ekonom Barat masih terasa.
Kegiatan
sosial-ekonomi (muamalah) dalam Islam mempunyai cakupan luas dan fleksibel, serta tidak membedakan
antara Muslim dan Non Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang
diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yaitu “dalam bidang muamalah, kewajiban
mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”. Dalam segenap
aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian
yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al
Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem
perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Sistem Ekonomi Syariah mempunyai
beberapa tujuan, yakni:
1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam
(dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah
ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid,
berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat
ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil
dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71,
Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks
kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari sistem
perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep
kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti mengerjakan yang
benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah dapat
dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:
1. Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)
2.
Ekonomi Akhlaq
3.
Ekonomi Kemanusiaan
4.
Ekonomi Keseimbangan
Ekonomi Ke-Tuhan-an mengandung arti
bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk memenuhi perintah-Nya, yakni
beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia harus berdasarkan
aturan-aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk mendapatkan Ridho Allah. Ekonomi Akhlaq mengandung arti bahwa
kesatuan antara ekonomi dan akhlaq harus berkaitan dengan sektor produksi,
distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang Muslim tidak bebas
mengerjakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan
orang lain. Ekonomi Kemanusiaan mengandung arti bahwa Allah memberikan predikat
“Khalifah” hanya kepada manusia,
karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan
tugasnya.
Melalui perannya
sebagai “Khalifah” manusia wajib
beramal, bekerja keras,
berkreasi, dan berinovasi. Sedangkan yang dimaksud dengan Ekonomi Keseimbangan
adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam
neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal
dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat
tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak
individu dan masyarakat secara berimbang.
Dengan demikian,
dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Islam mempunyai konsep yang lengkap
dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran Islam sendiri,
seringkali tidak menyadari hal itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir
dengan kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad dijajah oleh bangsa
Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa
disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami
system perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Jakarta 23/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar