Di antara hal yang kita harapkan
dari amal ibadah yang telah kita lakukan adalah amalan-amalan tersebut diterima
di sisi Allah ta’ala. Namun ternyata tidak semua orang yang berharap
amalannya diterima di sisi Allah, amalannya tersebut benar-benar diterima oleh
Allah azza wa jalla. Begitu banyak manusia yang amalannya tidak bernilai
apa-apa di hadapan Allah ta’ala.
Apabila kita melihat manusia dalam
beribadah kepada Allah, ternyata mereka terbagi menjadi beberapa golongan,
setiap golongan berharap bahwa dia-lah yang paling baik amalannya. Namun
harapan adalah harapan, tidak semua orang yang berharap dapat merasakan hasil
baiknya, kecuali apabila ia meniti jalan yang telah disyariatkan. Seorang
penyair bersenandung:
تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا
إِنَّ السَّفِيْنَةَ لَمْ
تَجْرِ عَلَى الْيَبَسِ
“Engkau berharap keselamatan namun
enggan meniti jalannya, ketahuilah bahtera itu takkan berjalan di atas daratan”
Bila kita cermati secara mendalam,
manusia dalam beribadah kepada Allah terbagi menjadi empat golongan. Dari
keempat golongan tersebut, tidak ada yang selamat atau menjadi firqoh
naajiyah kecuali satu golongan saja. Untuk lebih jelasnya, berikut kami
paparkan keempat golongan tersebut:
Golongan Pertama: “Golongan orang
yang enggan beribadah kepada Allah, mereka adalah golongan yang sombong
(mustakbir).”
Bagi yang enggan beribadah kepada
Allah, mereka termasuk orang yang sombong, angkuh, dan congkak, dan Allah telah
menjelaskannya di dalam al-Qur`an. Yaitu firman-Nya:
إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ
سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
sombong dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahannam dalam
keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)
Sekiranya seseorang sombong di
hadapan sesama manusia, maka dia tidak akan mencium wanginya surga, lantas
bagaimana bisa dia sombong dengan Tuhan Semesta Alam. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ
ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang
di dalam hatinya ada seberat dzarrah dari kesombongan.“ (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bila demikian, lalu bagaimana dia
sombong kepada Allah, sedangkan yang memberikan kehidupan baignya adalah Allah
semata??!! Bagaimana dia bisa congkak, padahal yang mengguyurkan segala
kenikmatan di setiap waktu adalah Allah azza wa jalla??!! Bagaimana ia
bisa angkuh, sementara yang menganugerahkan anggota badan yang lengkap lagi
sempurna, yang bisa ia pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari adalah Allah ta’ala??!!
Sungguh celaka orang yang diciptakan
Allah, namun ia enggan atau sombong dari beribadah kepada Allah. Sungguh tercela
orang yang telah diizinkan melangkahkan kakinya di bumi Allah, namun ia
berjalan di atasnya dengan penuh kesombongan dan keangkuhan.
Orang seperti ini, dia masuk ke
dalam golongan orang-orang yang enggan masuk surga, sebagaimana hal tersebut
dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاّ مَنْ أَبَى.
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ
الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan masuk surga
kecuali orang yang enggan. Para sahabat bertanya: ya Rasulullah, siapa orang
yang enggan. Beliau menjawab: Siapa yang taat kepadaku dia masuk surga, siapa
yang durhaka kepadaku dia-lah orang yang enggan masuk surga.” (HR. al-Bukhari)
Golongan pertama ini dia begitu jauh
dari tuntunan Allah ta’ala dan petunjuk Nabi mulia shallallahu
‘alaihi wa sallam. Maka itu hendaklah kita menjauh dari sifat golongan yang
pertama ini dengan semaksimal mungkin.
Golongan kedua: “Golongan orang
yang beribadah kepada Allah, namun juga beribadah kepada selain Allah, mereka
adalah para pelaku kesyirikan (musyrik).”
Sungguh celaka, orang yang beribadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, namun ia juga beribadah kepada selain
Allah. Sungguh tercela orang yang beribadah kepada Allah, namun ia menghiasi
ibadahnya ia dengan kesyirikan kepada selain-Nya.
Ia melaksanakan salat karena Allah,
namun kehidupannya masih begitu kental dengan dunia perdukunan. Ia mengerjakan
puasa karena Allah, namun masih melakukan persembahan kepada keris, jimat, dan
benda-benda buruk lainnya yang dimurkai Allah ta’ala. Ia juga berdoa
kepada Allah, namun ia juga memohon dan berseru kepada makhluk selain Allah; ia
berseru kepada Rasulullah, malaikat, orang yang dianggap saleh, atau bahkan ada
yang terang-terangan memohon kepada keramat tertentu. Wa na’udzu billah.
Padahal semua perbuatan tersebut
merupakan kesyirikan, yang akan menyeret pelakunya ke dalam neraka, ia kekal
selama-lamanya di dalamnya. Perhatikanlah penyesalan orang-orang yang berbuat
kesyirikan pada hari kiamat, sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala
berikut:
تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِيْ ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ. إِذْ
نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Demi Allah, kami dahulu
benar-benar berada di dalam kesesatan yang nyata, tatkala kami samakan kalian
(berhala-berhala) dengan Rabb semesta alam.” (QS. asy-Syu’aro’: 97-98)
Bagaimana seseorang begitu lancang
berbuat kesyirikan, padahal Allah telah melarang hal tersebut dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوْا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا
“Beribadahlah kalian kepada Allah
semata dan janganlah menyekutukannya dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisa’:
36)
Bagaimana seseorang begitu ingkar
terhadap Allah dengan kesyirikan, padahal yang menciptakan dirinya adalah Allah
ta’ala semata. Suatu hari Ibnu Mas’ud bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ
نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
“Dosa apa yang paling besar?” Beliau
menjawab: Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia telah
menciptakanmu.” (HR. al-Bukhari)
Itulah dosa paling besar, engkau
menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu. Begitu
banyak ancaman dari Allah ta’ala bagi para pelaku kesyirikan, yang
kesemuanya berujung kepada siksa di neraka dan diharamkan atasnya surga. Allah
berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesunguhnya barang siapa yang
berbuat kesyirikan kepada Allah, maka sungguh Allah akan mengharamkan atasnya
surga, dan tempat tinggalnya adalah di neraka.” (QS. al-Ma’idah: 72)
Dari keterangan ini kita mengetahui,
bahwa golongan yang kedua juga merupakan golongan yang menyimpang dari jalan
yang lurus.
Golongan ketiga: “Yaitu golongan
orang yang beribadah kepada Allah semata, namun dengan tata cara yang tidak
sesuai dengan syariat Rasulullah, maka dialah pelaku hal baru dalam agama
(mubtadi’).”
Golongan yang ketiga ini, meskipun
mereka mengalamatkan ibadahnya kepada Allah semata, ikhlas lillahi ta’ala
dalam beribadah kepada-Nya, namun mereka tidak bijak lantaran beribadah tidak
sesuai dengan Syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Padahal beliau telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengamalkan suatu
amalan tidak sesuai dengan perintah kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadis yang mulia ini menerangkan
bahwa orang yang beribadah namun tidak sesuai dengan Syariat yang dibawa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ibadahnya akan tertolak.
Orang yang mengamalkan suatu amalan yang tidak pernah dijelaskan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam maka amalannya akan sia-sia. Meskipun ia meyakini bahwa
amalan tersebut adalah baik, walaupun ia begitu semangat dalam mengerjakannya,
selama tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka amalannya akan tertolak. Lelah dan letihnya dalam beribadah
tidak bernilai apa-apa di sisi Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan demikian kita mengetahui,
alangkah bahayanya orang yang beramal tidak sesuai dengan Syariat Rasulullah,
amalannya akan sia-sia dan tidak akan diterima di sisi Allah Yang Maha Kuasa.
Lebih dari itu, orang yang melakukan amalan yang tidak pernah dicontohkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan terhalangi dari
bertaubat kepada Allah. Sebab dia meyakini bahwa amalannya adalah benar,
perbuatannya adalah Sunah, jika demikian maka bagaimana mungkin ia akan
bertaubat kepada Allah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الله احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat
bagi setiap pelaku amalan yang tidak dicontohkan oleh beliau.” (Hadis shahih. ash-Shahihah no. 1620)
Bukan sekedar balasan di dunia yang
akan ia terima, namun di akhirat kelak ia akan terhalangi dari telaga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang airnya lebih putih dari
susu, lebih manis dari madu, dan siapa yang meminum satu teguk saja, niscaya
dia tidak akan dahaga selama-lamanya, sebagaimana hal tersebut dijelaskan pada
Hadis al-Bukhari dan Muslim.
Maka itu, hendaklah kita
memperhatikan kembali tata cara salat kita, puasa, zikir, doa, dan
ibadah-ibadah kita yang lainnya. Marilah kita meneliti dan mempelajari kembali
hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar ibadah kita menjadi
benar, dan kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang membuat-buat
amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dari keterangan singkat ini dapat
kita ketahui bahwa golongan ketiga golongan tersebut jauh dari tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka adalah golongan
menyimpang dari jalan yang lurus.
Adapun golongan yang benar, yang
sesuai dengan jalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
golongan yang keempat, mereka adalah: “Golongan orang yang beribadah kepada
Allah semata dengan tata cara yang sesuai dengan Syariat-Nya, merekalah kaum
mukmin yang mengesakan Allah (muwahhid).”
Golongan terakhir inilah yang
selamat dalam beribadah kepada Allah ta’ala dan amalannya berbuah pahala
di sisi-Nya. Dikatakan selamat, sebab mereka mendasari ibadah mereka dengan dua
hal penting begitu penting, yaitu: Ikhlas karena Allah, dan: Mutaba’ah
atau mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua hal
inilah yang dijelaskan Allah ta’ala di akhir surat al-Kahfi. Firman-Nya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً
صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa yang berharap berjumpa
dengan Rabb-nya, hendaklah ia beramal saleh dan tidak berbuat kesyirikan
terhadap Rabb-nya.” (QS. al-Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata
ketika menafsirkan ayat di atas: “Hendaklah beramal saleh” yaitu yang
sesuai dengan Syariat Allah, “dan tidak berbuat kesyirikan terhadap Rabb-nya,”
yaitu amalan yang diinginkan wajah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan inilah
dua rukun diterimanya amalan; harus murni untuk Allah, dan benar sesuai dengan
Syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibn
Katsir)
Setelah kita mengetahui bahwa
golongan manusia yang selamat dan sesuai dengan jalan yang lurus adalah yang
senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan selalu meniti jalan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka perlu kita ketahui, bahwa
yang menjadi tugas agung kita semua adalah berusaha mengilmui, mempelajari, dan
membuka kembali lembaran-lembaran ilmu yang telah ditulis oleh para ulama.
Sebab, muslim yang baik adalah yang mendasari ucapan dan perbuatannya dengan
ilmu, sehingga tidaklah ia berkata atau berbuat melainkan dengan dasar ilmu
yang bersumber dari al-Qur`an dan as-Sunnah, yakni hadis-hadis Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Namun, yang menjadi pertanyaan bagi
kita semua adalah, sudahkan kita mempelajari al-Qur`an dan as-Sunnah yang
merupakan sumber hukum Islam?? Sudahkah kita menyisihkan waktu sehari-hari
untuk menggapai kampung akhirat, ataukah kita sibuk dengan perhiasan dunia yang
menipu lagi semu?? Sudahkah kita meniti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabatnya yang mulia, yang mana jalan hidup mereka
penuh dengan ilmu dan amal?? Ataukah kita malah cenderung kepada budaya kaum
tercela yang menghalalkan segala cara, yang tidak peduli terhadap perkara
agama?? Sudahkah kita mempersiapkan bekal menuju tempat yang penuh dengan
kenikmatan dan kekal abadi dengan beramal saleh?
Hendaklah kita benar-benar memperhatikan
beberapa pertanyaan tersebut, agar Allah begitu perhatian dengan kita.
Hendaklah kita menghiasi hari-hari kita dengan ilmu dan amal, agar Allah
memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.
Bersih Dari Sifat Takabbur dan Sombong
Dalil yang akan diberikan kali ini
adalah dalil tentang sifat takabur dan sombong. Dijelaskan dalam dalil, yaitu
quran dan hadits, bahwa memiliki sifat takabur dan sombong adalah haram
hukumnya.Banyak sekali dalil yang memerintahkan kita untuk tidak takabur dan
sombong, baik dalam Al Quran maupun Hadits. Dalil dalil ini tentunya sah secara
hukum dan wajib kita ikuti sebagai pedoman hidup kita. Dalil dalil tentang
sabar ini antara lain:
Dalil dari Al Quran
“Negeri akhirat itu Kami jadikan
untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al Qashash:83)
“Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)
Dalil yang diambil dari surat Al
Qashash:83 menjelaskan bahwa sorga adalah tempatnya orang-orang yang tidak
sombong. Dan pada dalil yang terdapat dalam surat Luqman:18 Allah swt
memerintahkan kita untuk tidak sombong kepada sesama.
Dalil dari Hadits
Ada banyak dalil tentang sabar yang
berasal dari hadits atau sunnah Rasul. Semoga dalil ini dapat membuat kita
selalu bisa bertawadhu dalam kehidupan di dunia agar tidak menjadi takabur dan
sombong. Adapun dalil tentang haramnya takabur dan sombong yang berasal dari
hadits atau sunnah Rasul adalah sebagai berikut:
Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari
Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam
hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.” Ada seorang laki-laki
berkata: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan
sandal/sepatu yang bagus pula.” Nabi Muhammad saw kembali bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak
kebenaran dan merendahkan sesame manusia.” (HR. Muslim)
Dari Salamah bin Al Akwa ra
bahwasannya ada seorang laki-laki makan di hadapan Nabi Muhammad saw
dengan memakai tangan kirinya, beliau lantas bersabda: “Makanlah dengan memakai
tangan kananmu.” Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak bisa.” Nabi Muhammad saw
bersabda lagi: “Kamu tidak bisa, itu adalah perbuatan sombong.” (HR. Muslim)
Dari Haritsah bin Wahb ra berkata:
“Saya mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah kamu sekalian aku beritahu
tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, rakus, dan sombong.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa’id Al Khudry ra dari
nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Sorga dan neraka itu berdebat; neraka
berkata: “Padaku orang-orang yang kejam dan sombong” Sorga berkata: “Padaku
orang-orang yang lemah (tertindas) dan miskin” Kemudian Allah member keputusan
kepada keduanya: “Sesungguhnya kamu sorga adalah tempat rahmatKu, Aku memberi
rahmat dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya kamu
neraka adalah tempat siksaanKu, Aku menyiksa dengan kamu kepada siapa saja yang
Aku kehendaki; dan bagi masing-masing kamu berdua Aku akan memenuhimya.” (HR.
Muslim)
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya
Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah tidak
akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi
Muhammad saw bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang nanti pada hari kiamat
Allh tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan membersihkan (mengampuni
dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta mereka akan disiksa
dengan siksaan yang pedih, yaitu: orang tua yang berzina, raja (penguasa) yang
suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi
Muhammad saw bersabda, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman:
“Kemuliaan adalah pakaianKu dan kebesaran adalah selendangKu, maka barangsiapa
yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” (HR.
Muslim)
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya
Nabi Muhammad saw bersabda: “Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan
memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani dirinya sendiri dengan
penuh kesombongan di dalam perjalanannya itu, kemudian tiba-tiba Allah menyiksanya
yaitu ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Salamah bin Al Akwa ra berkata,
nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang itu senantiasa membanggakan dan
menyombongkan dirinya sehingga ia dicatat dalam golongan yang kejam lagi
sombong, kemudian ia tertimpa apa yang biasa menimpa mereka.” (HR. At Turmudzy)
Jakarta 19/4/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar