Hari-hari indah bersama kekasih
Allah dilalui dengan singkatnya ketabahan menghiasi kesendiriannya guru besar
bagi kaumnya pendidikan kekasih Allah telah menempanya.
Dia adalah putri Abu Bakar
Ash-Shiddiq , yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka
memanggilnya “Humaira”. ‘Aisyah binti Abu Bakar Abdullah bin Abi Khafafah
berasal dari keturunan mulia suku Quraisy.
Ketika umur 6 tahun, gadis cerdas
ini dipersunting oleh manusia termulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdasarkan perintah Allah melalui wahyu dalam mimpi
beliau.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku
selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini
adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku
berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun
‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
memulai hari-harinya bersama Rasulullah sejak berumur 9 tahun. Mereka
mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana
Nubuwwah. Rumah kecil yang disamping masjid itu memancarkan kedamaian dan
kebahagiaan walaupun tanpa permadani indah dan gemerlap lampu yang hanyalah
tikar kulit bersihJangan Buang Sampah Sembarangan. Read more
... » sabut dan lentera kecil berminyak samin (minyak hewan).
Di rumah kecil itu terpancar pada
diri Ummul Mukminin teladan yang baik bagi istri dan ibu karena ketataatannya
pada Allah, rasul dan suaminya. Kepandaian dan kecerdasannya dalam mendampingi
suaminya, menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
sedih, menjaga kehormatan diri dan harta suami tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berda’wah di jalan Allah.
Aisyah radhiyallahu ‘anha juga
melalui hari-harinya dengan siraman ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sehingga ribuan
hadist beliau hafal.
Aisyah
radhiyallahu ‘anha juga ahli dalam ilmu faraid (warisan dan ilmu obat-obatan).
Urmah bin Jubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisya radhiyallahu
‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.”
Aisyah menjawab :”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika
orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar
dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”
Selain keahliannya itu, Aisyah
juga seorang wanita yang menjaga kesuciannya. Seperti kisah beliau sepulang
dari perang Hunain, yang dikenal dengan haditsul ifqi. Ketika mendekati kota
Madinah, beliau kehilangan perhiasan yang dipinjam dari Asma. Lalu dia turun
untuk mencari perhiasan itu. Rombongan Rasulullah dan para sahabatnya berangkat
tanpa menyadari bahwa Aisyah tertinggal. Aisyah menanti jemputan, dan tiba-tiba
datanglah Sufyan bin Muathal seorang tentara penyapu ranjau. Melihat demikian,
Sufyan menyebut Asma Allah lalu Sufyan turun dan mendudukkan kendaraanya tanpa
sepatah katapun keluar dari mulutnya kemudian Aisyah naik kendaraan tersebut
dan Sufyan menuntun kendaraan tersebut dengan berjalan kaki. Dari kejadian ini,
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya menyebarkan kabar bohong untuk
memfitnah ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Fitnah ini menimbulkan
goncangan dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi
Allah yang Maha Tahu berkehendak menyingkap berita bohong tersebut serta
mensucikan beliau dalam Al-Qur’anul Karim dalam surat An-Nur ayat 11-23.
Diantara kelebihan beliau yang
lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk dirawat di
rumah Aisyah dalam sakit menjelang wafatnya. Hingga akhirnya Rasulullah wafat
di pangkuan Aisyah dan dimakamkan dirumahnya tanpa meninggalkan harta
sedikitpun. Ketika itu Aisyah radhiyallahu ‘anha berusia 18 tahun. Sepeninggal
Rasulullah, Aisyah mengisi hari-harinya dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Hadits
dibalik hijab bagi kaum laki-laki pada masanya.
Dengan kesederhanaannya, beliau
juga menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah, seperti puasa Daud.
Kesederhanaan juga nampak ketika kaum muslimin mendapatkan kekayaan dunia,
beliau mendapatkan 100.000 dirham. Saat itu beliau berpuasa,
tetapi uang
itu semua disedekahkan tanpa sisa sedikitpun. Pembantu wanitanya mengingatkan
beliau :”Tentunya dengan uang itu anda bisa membeli daging 1 dirham buat
berbuka?” Aisyah menjawab : ”Andai kamu mengatakannya tadi, tentu kuperbuat.”
Begitulah beliau yang tidak
gelisah dengan kefakiran dan tidak menyalahgunakan kekayaan kezuhudannya terhadap
dunia menambah kemuliaan.
SumberRintihan Panjang di Kali Angke. Read more
... » Artikel dari : Cahayamuslimah.com ( Disunting dari : Aisyah binti Abu
Bakar )
JAKARTA 4/6/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar