AKU SENDIRI YANG Akan Membalas Puasanya
“Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang
artinya), ‘Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa.
Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.’” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih sesuai syarat Muslim)
Muqaddimah
Puasa dalam bahasa Arab disebut
dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri)
dari makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sebagaimana makna ini dapat
kita lihat pada firman Allah Ta’ala,
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Sesungguhnya
aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).
Sedangkan
secara istilah shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan
tata cara yang khusus
Puasa
merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut
dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap
amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat
menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ta’ala berkata: ‘Kecuali
puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah
meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku’.”
(Shahih, HR. Muslim)
Hadits di
atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah ta’ala akan
melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan
dibalas sesuai dengan keinginan-Nya Ta’ala. Padahal kita tahu bahwa Allah
ta’ala Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa
dengan berlipat ganda.
Memelihara Puasa
Untuk itu
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar
mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah ta’ala janjikan.
Diantaranya:
1. Setiap
muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah Ta’ala dalam
rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekedar
ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang
siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah
Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
2.
Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah k, seperti menjaga
lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari
melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak
langsung seperti melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga
menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada
Allah Ta’ala.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah Ta’ala
tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (Shahih HR. Al-Bukhari
no. 1804)
Maka
semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau
tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Karena
biasanya tempat-tempat tersebut bisa menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat
perkara-perkara yang diharamkan Allah Ta’ala. Begitu pula menjauhi televisi
karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa efek negatifnya sangat besar baik bagi
orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
3.
Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan
kepadanya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu
‘anhu:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa
adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah
dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia
dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (Shahih, HR.
Muslim)
Dari
hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila
seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya dia akan
terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yang lainnya.
Balasan Bagi Yang Berpuasa
Diriwayatkan
oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata,
Rasulullah sallallahu’alai wa sallam bersabda, "Allah berfirman, ‘Semua
amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya."
Ketika semua
amal untuk Allah dan Dia yang akan membalasnya, maka para ulama berbeda
pendapat dalam firman-Nya, "Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya." Mengapa puasa dikhususkan?
Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah telah menyebutkan sepuluh alasan dari perkataan para ulama
yang menjelasakan makna hadits dan sebab pengkhususan puasa dengan keutamaan
ini.
Alasan yang
paling kuat adalh sebagai berikut;
1. Bahwa puasa tidak terkena riya sebagaimana
(amalan) lainnya terkena riya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata, "Ketika
amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada
yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa
kepada Diri-Nya. Oleh karena itu dikatakan dalam hadits, ‘Meninggalkan
syahwatnya karena diri-Ku.’ Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata, ‘Semua ibadah
terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni
terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa.
2. maksud dari ungkapan ‘Aku yang akan
membalasnya’, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan
kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya. Al-Qurtuby rahimahullah berkata,
‘Artinya bahwa amalan-amalan telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia.
Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai
sekehendak Allah kecuali puasa. Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala
tanpa batasan. Hal ini dikuatkan dari periwayatan Muslim, 1151 dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallalm
bersabda:
( كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة
ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا
أَجْزِي بِهِ )
"Semua
amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus
kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku
dan Aku yang akan memberikan pahalanya."
Yakni Aku akan
memberikan pahala yang banyak tanpa menentukan kadarnya. Hal ini seperti firman
Allah Ta’ala, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)
3. Makna ungkapan ‘Puasa untuk-Ku’, maksudnya
adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Aku cintai dan paling mulia di
sisi-Ku. Ibnu Abdul Bar berkata, "Cukuplah ungkapan ‘Puasa untuk-Ku’
menunjukkan keutamaannya dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. Diriwayatkan oleh
An-Nasa’i, 2220 dari Abu Umamah rahdiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah kalian berpuasa, karena tidak ada
yang menyamainya." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih Nasai)
4. Penyandaran di sini adalah penyandaran
kemuliaan dan keagungan. Sebagaimana diungkapkan ‘Baitullah (rumah Allah)’
meskipun semua rumah milik Allah. Az-Zain bin Munayyir berkata,
"Pengkhususan pada teks keumuman seperti ini, tidak dapat difahami
melainkan untuk pengagungan dan pemuliaan."
Syekh Ibnu
Utsaimin rahimahullah berkata, "Hadits yang agung ini menunjukkan akan
keutamaan puasa dari beberapa sisi;
Pertama:
Sesungguhnya Allah khususkan puasa untuk diri-Nya dari amalan-amalan lainnya,
hal itu karena keutamaannya di sisi-Nya, cintanya padanya dan tampak keikhlasan
padanya untuk-Nya Subhanahu. Karena puasa merupakan rahasia seorang hamba
dengan Tuhannya, tidak ada yang melihatnya kecuali Allah. karena orang yang
berpuasa, di tempat yang sepi mungkin baginya mengkonsumsi apa yang
diharamkan oleh Allah, (akan tetapi) dia tidak mengkonsumsikannya. Karena dia
mengetahui punya Tuhan yang melihat di tempat yang sunyi. Dan Dia telah
mengharamkan hal itu. Maka dia tinggalkan karena takut akan siksa-Nya serta
berharap pahala dari-Nya. Maka, Allah berterimakasih akan keikhlasan ini dengan
mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dibandingkan amalan-amalan lainnya.
Oleh karena itu
(Allah) berfirman, "Dia meninggalkan syahwat dan makanannya karena
diri-Ku"
Keistimewaan
ini akan terlihat nanti di hari kiamat sebagaimana yang dikatakan oleh Sofyan
bin Uyainah rahimahullah, "Ketika hari kiamat, Allah akan menghisab
hamba-Nya. Dan mengembalikan tanggungan dari kezalimannya dari seluruh amalnya.
Sampai ketika tidak tersisa kecuali puasa, maka Allah yang akan menanggung sisa
kezaliman dan dia dimasukkan surga karena puasanya."
Kedua: Allah
berfirman dalam puasa "Dan Aku yang akan membalasnya." Maka
balasannya disandarkan kepada diri-Nya yang Mulia. Karena amalan-amalan saleh
akan dilipatgandakan pahalanya dengan bilangan. Satu kebaikan dilipat gandakan
sepuluh kali sampai tujuh ratus kali sampai berlipat-lipat. Sementara puasa,
maka Allah sandarkan pahalanya kepada diri-Nya tanpa ada kadar bilangan. Maka
Dia Subhanahu adalah zat yang paling dermawan dan paling mulia. Pemberian
sesuai dengan apa yang diberikannya. Maka pahala orang puasa sangat besar tanpa
batas. Puasa adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari yang
diharamkan Allah dan sabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan dari lapar,
haus dan lemahnya badan serta jiwa. Maka terkumpul di dalamnya tiga macam
kesabaran. Maka layak orang puasa termasuk golongan orang-orang sabar.
Sementara Allah telah berfirman, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)
(Majalis Syahru
Ramadan, hal. 13)
JAKARTA
28/6/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar