DERAJATNYA Orang Kaya Yang Bersyukur
Allah Ta'ala juga berfirman: "Jikalau engkau
semua memberikan sedekah dengan terang-terangan, maka itu adalah baik, tetapi
jikalau engkau semua menyembunyikannya -yakni tidak dengan cara terang-terangan
dilihat orang lain-, kepada orang-orang fakir, maka hal itu adalah lebih baik
lagi untukmu semua dan dapat menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahanmu
dan Allah adalah Maha mengetahui apa-apa yang engkau semua lakukan."
(al-Baqarah: 271)
Muqaddimah
Derajat manusia bertingkat-tingkat di hadapan Allâh Azza wa Jalla , dan orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa. Barangsiapa lebih banyak melakukan ketaatan dan lebih banyak meninggalkan kemaksiatan, dengan diiringi keimanan dan keikhlasan, maka dia lebih mulia di sisi Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa orang yang kaya dan berilmu, lalu bersyukur dengan cara bertaqwa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ilmu agama dan hartanya, dia adalah orang yang paling mulia di sisi-Nya.
“Laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada
hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”
(QS an-Nuur:37).
Imam Ibnu
Katsir berkata, “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan
oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis)
dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka
(Allah Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada
mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan
kebaikan) di sisi Allah Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama
daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan
mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi”(
Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390).
- Imam
al-Qurthubi berkata, “Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak
disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan
kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia
(segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat), agar dia
termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah Ta’ala) dalam
ayat (di atas) ini”( Kitab “Tafsir al-Qurthubi” (5/156).
Sumpah Nabi saw
Dari Abu Kabsyah al-Anmâri Radhiyallahu anhu, bahwa dia
mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga (perkara)
aku bersumpah terhadap ketiganya, dan aku akan mengatakan satu perkataan kepada
kamu, maka hafalkanlah! Beliau bersabda: Harta seorang hamba tidak akan berkurang
karena shodaqah. Tidaklah seorang hamba dizhalimi dengan kezhaliman, lalu dia
bersabar terhadap kezhaliman itu kecuali Allâh menambahkan kemuliaan kepadanya.
Tidaklah seorang hamba membuka pintu permintaan, kecuali Allâh membukakan pintu
kefakiran, atau kalimat seperti itu.
Dan aku akan mengatakan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah! Beliau bersabda: Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang:
1. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Rabbnya pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rezeki, dan dia mengetahui hak bagi Allâh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allâh).
2. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia (Allâh) tidak memberikan rezeki berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama.
3. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia (Allâh) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allâh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allâh).
4. Hamba yang Allâh tidak memberikan rizqi kepadanya berupa harta dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.[5]
Dan aku akan mengatakan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah! Beliau bersabda: Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang:
1. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Rabbnya pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rezeki, dan dia mengetahui hak bagi Allâh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allâh).
2. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia (Allâh) tidak memberikan rezeki berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama.
3. Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia (Allâh) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allâh padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allâh).
4. Hamba yang Allâh tidak memberikan rizqi kepadanya berupa harta dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.[5]
Balasan Orang Yang
Bersyukur
Allah Ta'ala berfrman pula:
"Dan akan dihindarkan dari neraka itu orang yang bertaqwa, yang memberikan
hartanya -untuk kebaikan-, agar menjadi bersih -jiwanya-. Dan tiada seorangpun
dari kenikmatan yang ada padanya akan diberi pembalasan, melainkan karena
mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan orang itu nantinya akan
lega." (al-Lail: 17-21)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Jikalau engkau semua memberikan sedekah dengan terang-terangan, maka itu
adalah baik, tetapi jikalau engkau semua menyembunyikannya -yakni tidak dengan
cara terang-terangan dilihat orang lain-, kepada orang-orang fakir, maka hal
itu adalah lebih baik lagi untukmu semua dan dapat menghapuskan sebagian dari
kesalahan-kesalahanmu dan Allah adalah Maha mengetahui apa-apa yang engkau
semua lakukan." (al-Baqarah: 271)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Tidak sekali-kali engkau semua akan memperoleh kebajikan sehingga engkau
semua suka menafkahkan sebagian dari apa yang engkau semua cintai. Dan apa saja
yang engkau semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahuinya." (Ali-Imran: 92)
Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan
bernafkah dalam berbagai ketaatan itu banyak sekali dan dapat dimaklumi.
569. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada kehasudan -iri- yang
dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: Seseorang yang dikaruniai
oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk
apa-apa yang hak -kebenaran- dan seseorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu
pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua
orang atau dua golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula."
(Muttafaq 'alaih)
Keterangan hadits di atas baru saja
diuraikan di muka -lihat hadits no.542-.
570. Dari Ibnu Umar radhiallahu
'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan -iri- yang
dibolehkan, melainkan dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikaruniai oleh
Allah kepandaian dalam al-Quran -membaca, mengartikan dan lain-lain-, kemudian
ia suka shalat dengan membaca al-Quran itu pada waktu malam dan siang, juga
seorang yang dikarunia oleh Allah akan harta lalu ia menafkahkannya pada waktu
malam dan siang." (Muttafaq 'alaih)
571. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya kaum fakir dari golongan sahabat-sahabat Muhajirin sama mendatangi
Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: "Orang-orang yang berharta banyak
itu sama pergi -yakni meninggal dunia- dengan membawa derajat yang
tinggi-tinggi serta kenikmatan yang kekal." Rasulullah s.a.w. bertanya:
"Mengapa demikian?" Orang-orang itu menjawab: "Karena mereka
dapat shalat sebagaimana kita juga shalat, mereka berpuasa sebagaimana kita
berpuasa, mereka bersedekah, sedangkan kita tidak dapat bersedekah dan
sedangkan mereka dapat memerdekakan -hamba sahaya- dan kita tidak dapat
memerdekakan itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sukakah engkau
semua saya beritahukan akan sesuatu amalan yang dengannya itu engkau semua
dapat mencapai pahala orang yang mendahuluimu dan pula dapat mendahului orang
yang sesudahmu. Juga tiada seorangpun yang menjadi lebih utama daripadamu
semua, melainkan orang yang mengerjakan sebagaimana amalan yang engkau semua
lakukan ini?" Para sahabat menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah."
Beliau kemudian bersabda lagi: "Bacalah tasbih -Subhanallah-, takbir
-Allah Akbar- dan tahmid -Alhamdulillah- setiap selesai shalat sebanyak tiga
puluh tiga kali masing-masing." Selanjutnya kaum fakir dari golongan
sahabat Muhajirin itu kembali mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata:
"Saudara-saudara kita golongan yang hartawan-hartawan itu telah mendengar
mengenai apa yang kita kerjakan ini, oleh sebab itu merekapun mengerjakan
sebagai yang kita lakukan itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Yang sedemikian itu adalah keutamaan Allah yang dlkaruniakan oleh Nya
kepada siapa saja yang dikehendaki." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaz riwayat
Imam Muslim.
Derajat Orang Kaya
Dalam hal ini
Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan keutamaan dan kelebihan masing-masing. Namun
demikian Imam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa
orang kaya lebih utama dari pada orang miskin. Karena masing-masing keduanya,
baik si kaya maupun si miskin sama-sama memiliki julukan fakir di hadapan Allah
SWT. sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Hai manusia,
kamulah yang berkehendak (Faqiir) kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Fathir 35: 15).
Berdasarkan
ayat di atas bahwa semua manusia baik yang kaya maupun yang miskin adalah faqir/butuh
di hadapan Allah SWT.
“Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar” (QS at-Tagaabun:15)
JAKARTA 20/6/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar