"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7)
Bersyukur kepada
Allah adalah salah satu konsep yang secara prinsip ditegaskan di dalam
Al-Qur'an pada hampir 70 ayat. Perumpamaan dari orang yang bersyukur dan kufur
diberikan dan keadaan mereka di akhirat digambarkan. Alasan kenapa begitu
pentingnya bersyukur kepada Allah adalah fungsinya sebagai indikator keimanan
dan pengakuan atas keesaan Allah. Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan
sebagai penganutan tunggal kepada Allah:
Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik
yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya dia
saja yang kamu sembah. (Al-Baqarah: 172)
Syukur
merupakan akhlak ketuhanan dan termasuk sebahagian dari maqom tertinggi seorang salik,
pakaian orang-orang yang berma'rifat dan hiasan orang-orang yang didekatkan dan
disampaikan ke pangkuan Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan
Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun" [Q.S. At
Taghobun: 17].
Makna Syukur
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata
ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan
lega, senang, dan sebagainya).
Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar
bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran,
bahwa kata "syukur" mengandung arti "gambaran dalam benak
tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan." Kata ini
--tulis Ar-Raghib-- menurut sementara ulama berasal dari kata
"syakara" yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan
dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah satu
artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Pengertian Syukur
syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, yang
berarti berterima kasih kepada atau berati pujian atau ucapan terima kasih atau
peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur
memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada
Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang .
Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran
dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.
Dzunnun al-Mishri
memberi tiga gambaran tentang manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, kepada yang lebih tinggi urutan
dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bit-tha’ah). “Hai orang-orang beriman, taatlah kalian
kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian …”
(QS an-Nisa [4]: 59).
Kedua, kepada yang setara, kita
mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus
sering-sering memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman
seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada saling cinta
dan kasih.
Ketiga, kepada yang lebih bawah dan
rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi
dan berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai,
buruh, pembantu di rumah dan semua yang stratanya di bawah kita, haruslah kita
beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan
baik, dan kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang
baik (QS as-Syu’ara [26]: 215 dan al-Baqarah [2]:195).
Ibnul Qayyim
Rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Madarijus Salikin (II/244)
mengatakan,”Syukur itu berlandaskan pada lima kaidah. Syukur belum disebut
sempurna tanpa lima hal berikut ini:
• Orang yang
bersyukur harus tunduk kepada yang disyukuri
• Orang yang
bersyukur harus mencintai yang disyukuri
• Orang yang
bersyukur harus mengakui pemberian nikmat yang disyukuri
• Orang yang
bersyukur harus memuji yang disyukuri atas nikmat tersebut
• Orang yang
bersyukur harus menggunakan nikmat tersebut sebagaimana mestinya
Manfa’at Bersyukur
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali
kepada orang yang bersyukur, sedang Allah Swt. sama sekali
tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari
syukur makhluk-Nya.
Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan
sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)
Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang
memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau
ucapan terima kasih.
Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat
adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri
Rasulullah Saw.) memberikan makanan yang mereka rencanakan
menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang
membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada
Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya
sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran
Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha
Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan
menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk
yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh
firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.
JAKARTA 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar