Yang
pertama dari mereka adalah Khadijah, kemudian Saudah, kemudian `Aisyah, lalu
Hafshah, Ummu Habibah, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Maimunah, Juwairiyah,
dan Shafiyyah. Kami akan menyebutkan biografi mereka, insya Allah.[1]
Semuanya
ada sembilan setelah Khadijah, yang meninggal sebelum mereka. Beliau tidak
pernah menikah dengan wanita lain semasa hidup Khadijah, dan beliau tidak
pernah menikah dengan gadis selain ‘Aisyah.
Adapun
wanita-wanita yang pernah dicerai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa
hidupnya, maka tidak kami sebutkan karena banyaknya perselisihan mengenai
mereka.
Beliau
memiliki dua sahaya wanita (Surriyyah) [2]: Maria [3] dan Raihanah binti
Zaid, ada yang menyebutkan, binti Syam’un, kemudian beliau memerdekakannya.[4]
Diriwayatkan
kepada kami dari Qatadah, ia mengatakan, “Nabi menikah dengan lima belas
wanita, menggauli 13 orang dari mereka, menghimpun sebelas orang dari mereka,
dan beliau meninggal dunia dengan meninggalkan sembilan isteri” [5]
Foot
Note:
[1]
Maksud pengarang yaitu dalam kitabnya, Tandziibul Asmaa’ wal Lughaat, yang
mana pembahasan ini merupakan bagian dari mukaddimahnya. Namun, pengarang luput
menyebutkan Ummul Mu’minin Zainab binti Khuzaimah, yang biasa disebut Ummul
Masaakiin (ibu kaum miskin) karena ia suka berderma kepada mereka. Nabi
menikahinya setelah pernikahannya dengan Hafshah. Ia hidup bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam selama dua atau tiga bulan, kemudian ia
meninggal. Tidak ada seorang pun dari isteri-isterinya yang meninggal semasa
hidup beliau kecuali dia, dan sebelumnya Khadijah. Di antara kekhususan Nabi
yang tidak berlaku bagi umatnya, ialah beliau boleh menikahi lebih dari empat
isteri, sebagaimana diingatkan oleh pengarang (hal. 78 dari kitab asli). Lihat al-Istii’aab
(I/88), al-Ishaabah (XII/280), dan as Siyar (II/218)
[2]
As-suriyyah, dengan mendhammahkan siin, mengkasrahkan raa’, memfathahkan
yaa’ danmentasydidkan semua huruf tadi, ialah sahayawanita yang
dihalalkan di rumah. Dinamakan demikian karena seseorang lebih senang
menggaulinya daripada menggauli isterinya. (Lihat Mukhtaarush Shihaah, kamus
pembahasan kelompok huruf)
[3]
Ia adalah al-Qibthiyyah, ibu dari anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Ibrahim. Wanita ini dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Iskandaria,
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Ishaabah, XIII/125).
[4]
Ia dari bani Nadhir dari Yahudi, dan ia radhiyallahu ‘anha telah masuk Islam.
Silakan lihat al-Ishaabah (XII/267).
[5]
Lihat Tasmiyyah Azwaajin Nabi wa Auladih, karya Abu ‘Ubaidah (hal.
70-80) dan al-Istii’aab, karya Ibnu ‘Abdil Barr (I/90-91), di mana Ibnu
`Abdil Barr mengatakan, “Adapun wanita-wanita yang diperselisihkan, yaitu
wanita yang sudah beliau gauli lalu beliau ceraikan, atau mengadakan akad
dengannya tapi belum beliau gauli, atau beliau pinang tapi tidak jadi akad
nikahnya. Status mereka ini diperselisihkan juga tentang sebab-sebab
menceraikan mereka dengan perselisihan tajam yang wajib berhenti dari
memutuskan kebenaran pada salah satu darinya.”
Sumber:
Buku “Ringkasan Kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”, Imam an
Nawawi, Ta’liq & Takhrij: Khalid bin Abdurrahman bin Hamd Asy-Syayi,
Pustaka Ibnu Umar, Cet.1
JAKARTA 23/5/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar