Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukum kehalalan
sistem asuransi. Sebagian mengharamkannya, sebagain lagi menghalalkannya. Dan
di antara keduanya, ada yang memilah hukumnya, dalam arti tidak semua haram
atau halal, tetapi dilihat secara lebih detail dan luas.
Pendapat Yang Mengharamkan
1. Disimpulkan Bahwa Asuransi Sama Dengan Judi
Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Quran telah
mengharamkan perjudian, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa“at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa“atnya.” (QS. Al Baqarah:
219)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi,
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al
Maidah: 90)
Karena menurut sebagian ulama bahwa pada prakteknya asuransi
itu tidak lain merupakan judi, maka mereka pun mengharamkannya. Karena yang
namanya judi itu memang telah diharamkan di dalam Al Quran.
2. Disimpulkan Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Riba
Sebagian ulama lewat penelitian panjang pada akhirnya
mnyimpulkan bahwa asuransi (konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan dari
riba. Misalnya, uang hasil premi dari peserta asuransi ternyata didepositokan
dengan sistem riba dan pembungaan uang.
Padahal yang namanya riba telah diharamkan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala di dalam Al Quran, sebagaimana yang bisa kita baca di ayat berikut
ini:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al Baqarah: 278)
Maka mereka dengan tegas mengharamkan asuransi konvensional,
karena alasan mengandung riba.
3. Disimpulkan Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Pemerasan
Para ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta asuransi
atau para pemegang polis, bila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan
hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi. Inilah yang dikataka sebagai
pemerasan.
Dan Al Quran pastilah mengharamkan pemerasan atau
pengambilan uang dengan cara yang tidak benar.
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan dosa, padahal kamu mengetahui.(QS. Al Baqarah: 188)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS. An-Nisa“: 29)
4. Disimpulkan Bahwa Hidup dan Mati Manusia Mendahului
Takdir Allah.
Meski alasan ini pada akhirnya menjadi kurang populer lagi,
namun harus diakui bahwa ada sedikit perasaan yang menghantui para peserta
untuk mendahului takdir Allah.
Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan, di mana
seharusnya seorang yang telah melakukan kehati-hatian atau telah memenuhi semua
prosedur, tinggal bertawakkal kepada Allah. Tidak perlu lagi menggantungkan
diri kepada pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
Padahal takdir setiap orang telah ditentukan oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Quran.
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS.
Ath-Thalaq: 3)
Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada
baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. (QS. Al Hijr: 4)
Itulah hasil pandangan beberapa ulama tentang asuransi bila
dibreakdown isinya. Ada beberapa hal yang melanggar aturan dalam hukum
muamalah.
Pendapat Yang Membolehkan
Namun kita juga tahu bahwa ada juga beberapa ulama yang
masih membolehkan asuransi, tentunya dengan beberapa pertimbangan. Antara lain
mereka mengatakan
Pada dasarnya Al
Quran sama sekali tidak menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga hukumnya tidak
bisa diharamkan begitu saja. Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar
yang membolehkan, kecuali bila ada hAl hal yang dianggap bertentangan.
Karena pada
kenyataannya sistem asuransi dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum,
sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan.
Asuransi telah
nyata menyantuni korban kecelakaan atau kematian dalam banyak kasus, termasuk
juga pada kerusakan atau kehilangan harta benda, sehingga secara darurat
asuransi memang dibutuhkan.
Kriteria Asuransi Yang Halal
Asuransi sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan
mendasar dengan yang konvensional, antara lain:
Prinsip akad asuransi
syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong
nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi
konvensional bersifat tadabuli (juAl beli antara nasabah dengan perusahaan).
Dana yang terkumpul
dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan
syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi
konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem
bunga.
Premi yang terkumpul
diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi
menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk
menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
Bila ada peserta
yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari
rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk
keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana
pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Keuntungan
investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan
selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada
klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Adanya Dewan
Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu
keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan
investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
JAKARTA 9/5/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar