AMAL SHALIH YANG DIBAWA
MATI ?
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ؛ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ؛ فَرَجَعَ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، رَجَعَ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Tiga
perkara yang akan mengantarkan mayit: keluarga, harta, dan amalannya. Dua
perkara akan kembali dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan
kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya
adalah amalannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika
seorang meninggal, terputus amalannya kecuali tiga: shadaqah yang terus
mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)
Muqaddimah
“Setiap jiwa
akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdaya.” (Ali ‘Imran: 185)
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah
engkau di dunia ini seperti orang asing atau yang sedang numpang lewat.”
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi” (QS.al-Munafiqun [63]:9)
“Ada tiga perkara yang mengiringi mayat. Yang
dua kembali, sedangkan yang satu tetap tinggal bersamanya. Mayat diiringi
keluarganya,hartanya, dan amalnya. Keluarganya, hartanya dan amalnya. Keuarga
dan hartanya kembali . sedangkan amalnya tetap mengiringinya.” (HR.al-Bukhori
dan Muslim)
Hidup atau Mati adalah Ujian ?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيم.
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara
isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi
serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
(QS.at-Taghobun[64]:14)
Dalam
menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir
berkata, Allah Swt. Berfirman memberitakan tentang istri-istri dan
anak-anak , bahwa sebagian dari mereka ada yang menjadi musuh bagi suami dan
ayah. Maksudnya, dikarenakan istri dan anaknya seseorang bisa melalaikan amal
sholeh. Karena itu Allah Swt. Berfirman disini,” Maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka.” Ibnu Said berkata, “ Yakni berhati-hatilah, jangan sampai
mereka membahayakan agama kalian.” Mujahid berkata, “….Sesungguhnya diantara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang
menjadi musuh kalian,maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka…” Yakni
menjadikan seseorang memutuskan hubungan silahturrohim dan bermaksiat kepada
Robbnya. Dengan mencintainya, ia akan selalu menuruti kemauannya.”
“Sesorang hamba selalu
mengatakan, ‘Hartaku, hartaku! Sesungguhnya , harta yang menjadi miliknya
hanyalah tiga, yakni apa yang telah dimakannya, berarti telah dihabiskannya;
apa yang dikenakannya, berarti telh diusangkannya; dan apa yang telah
diberikannya berarti telah disimpan untuknya diakhirat. Selain itu,maka akan
pergi dan meniggalkannya kepada orang lain.” (HR.
Muslim)
مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ.
Artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang
saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah
Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. “ (QS.Fushsilat [41]:46)
Allah Swt. Berfirman :
مَن كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ ۖ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ.
Artinya :
“Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah
yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh
maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang
menyenangkan),”
(QS.ar-Rum [30]:44)
Rosululloh Saw. Bersabda :
“ Demi
Dzat yang jiwaku ditangan-Nya,sesungguhnya mayat itu mendengar ketukan alas
kaki mereka ketika pulang. Jika ia seorang mukmin, maka sholat akan berada
diatas kepalanya, zakat disebelah kanannya, puasa disebelah kirinya, perbuatan
baik ma’ruf dan ikhsan kepada manusia berada diarah kakinya. Ketika hendak
didatangi dari arah kepalanya, Sholat segera berkata. “Tidak ada pintu masuk
dari arahku.” Kemudian beliau menyebutkan seluruh amal yang lain seperti
itu juga. Adapun tentang orang kafir, beliau bersabda, “Ia didatangi dari semua arah ini, maka tidak ada satupun yang
menjaganya disana. Maka, ia didudukan dalam keadaan takut dan gemetar.” (HR.Ibnu Hibban, Abdur Rozaaq dan al-Hakim)
Amalan Orang Hidup Yang Bermanfaat
Bagi Si Mayit ?
Karena kemurahan dan karunia Allah l, seorang yang mati masih bisa
menikmati manfaat dari sebagian amalan yang pernah diamalkannya. Dia juga bisa
mendapatkan manfaat dari sebagian amalan orang-orang yang masih hidup. Di
antara perkara yang terus bermanfaat bagi seorang yang telah mati adalah:
1. Shadaqah jariyah, seperti
wakaf dan sejenisnya.
Seorang masih terus mendapatkan pahala shadaqah jariyah yang ia lakukan,
seperti membangun masjid, pesantren, atau wakaf-wakaf lainnya dalam perkara
yang baik. Rasulullah n menyatakan:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang meninggal, terputus amalannya kecuali tiga: shadaqah yang
terus mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendoakannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
2. Ilmu yang bermanfaat
Ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan kepada orang lain akan terus
mengalirkan pahala baginya walaupun ia telah meninggal, sebagaimana dalam
hadits di atas. Selain hadits di atas, Rasulullah n juga menjelaskan:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang berdakwah kepada petunjuk (kebaikan) maka dia mendapatkan
pahala seperti pahala yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
Beliau n juga bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menuntunkan sunnah yang baik maka dia akan mendapatkan
pahala seperti orang yang telah melakukannya.” (HR. Muslim dari Jarir bin
Abdillah z)
3. Shadaqah yang dilakukan anak atas nama orangtuanya
Para ulama menjelaskan bahwa semua amalan baik seorang anak itu bermanfaat
bagi orangtuanya. Orang akan mendapatkan pahala seperti yang diperoleh anaknya,
karena anak adalah hasil usaha orangtua. Allah l berfirman:
ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ ﰈ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (An-Najm: 39)
Rasulullah n bersabda:
إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ، وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Makanan terbaik bagi seseorang adalah dari hasil usahanya. Dan anaknya
adalah juga hasil usahanya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi,
dikuatkan Asy-Syaikh Al-Albani t sebagaimana dalam Ahkamul Jana’iz)
Terdapat hadits-hadits lain yang mendukung makna hadits ini, di antaranya:
- Dari Aisyah x:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ n: إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ
Ada seorang laki-laki berkata: “Ibuku meninggal tiba-tiba (dan tidak sempat
berwasiat). Aku mengira jika sempat bicara dia akan bershadaqah. Apakah dia
akan mendapatkan pahala jika aku bershadaqah atas namanya?” Rasulullah berkata:
“Ya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
- Dari Ibnu Abbas c:
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَأَتَى رَسُولَ اللهِ n فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا فَهَلْ يَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِي الْمَخْرَفَ صَدَقَةٌ عَنْهَا
Ibu dari Sa’d bin ‘Ubadah –saudara Bani Sa’idah– meninggal ketika Sa’d
tidak di rumah. Dia lalu mendatangi Rasulullah n berkata: “Wahai Rasulullah,
ibuku telah meninggal ketika aku tidak ada. Apakah bermanfaat baginya jika aku
bershadaqah atas namanya?” Rasulullah n berkata: “Ya.” Sa’d berkata:
“Persaksikanlah bahwa kebunku yang pepohonannya sedang berbuah adalah shadaqah
atas namanya.” (HR. Muslim)
Al-Imam Asy-Syaukani t berkata: “Hadits-hadits dalam bab ini menjelaskan
bahwa shadaqah anak itu bermanfaat bagi orangtuanya yang telah meninggal,
walaupun tanpa wasiat dari keduanya.” (Lihat Nailul Authar)
4. Doa kaum mukminin
Di antara yang menunjukkan hal ini adalah ayat Allah l:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), berdoa:
‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (Al-Hasyr: 10)
Di antara dalil masalah ini adalah disyariatkannya shalat jenazah dan
ziarah kubur. Karena shalat jenazah disyariatkan untuk mendoakan si mayit.
Rasulullah n berkata:
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ
“Jika kalian menshalatkan mayit, maka ikhlaskanlah doa baginya.” (HR. Abu
Dawud dari sahabat Abu Hurairah z)
Beliau n juga bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ
“Tidaklah ada muslim yang meninggal kemudian menshalatkan jenazahnya empat
puluh orang yang tidak melakukan syirik, kecuali mereka akan diizinkan memberi
syafaat kepadanya.” (HR. Muslim)
Demikian juga, ziarah kubur disyariatkan untuk mendoakan si mayit.
5. Pembayaran utangnya walaupun
bukan oleh ahli warisnya
Adapun utang, boleh seorang membayarkan utang orang lain yang telah
meninggal walaupun bukan dari kerabatnya sekalipun, dan si mayit terbebas dari
beban utang tersebut. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 212-226)
Ikhtitam
مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
“Orang yang
panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Busr z
dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani)
Ibnu Umar c
berkata:
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau
di sore hari janganlah menunggu pagi (untuk beramal shalih). Jika engkau di
pagi hari janganlah menunggu sore hari. Manfaatkanlah kesehatanmu untuk masa
sakitmu, manfaatkanlah masa hidupmu (dengan beramal shalih) untuk masa matimu.”
(HR. Al-Bukhari)
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.http://asysyariah.com
JAKARTA
6/3/2015
Terimakasih postingan yang sangat bermanfaat ini juga merupakan ilmu yang berguna
BalasHapusBAGUS
BalasHapusTerima kasih atas kunjungan bapak/ibu. Semoga bermanfaan. Aamiin ya rabbal aalamiin.
BalasHapusAlhamdullillah postnya sangat bermanfaat...
BalasHapusAlhamdulillah postingannya sangat bermanfaat . Ijin kopas ya .
BalasHapus