Hukum Kredit Rumah KPR
Kita tahu kebutuhan akan rumah sangat ini begitu
urgent. Ada yang menempuh jalan menunggu uangnya terkumpul dalam waktu lama
barulah memiliki rumah. Dan ada yang ingin segera dapat rumah lewat cara
kredit. Salah satu cara yang ditempuh adalah kredit KPR. Bagaimana hukum kredit
rumah KPR tersebut?
Berutang Memang Tidak Masalah Ketika
Tidak Merasa Sulit
Dari Ummul Mukminin Maimunah,
كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ
أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى
سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَا مِنْ
مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ
إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا
Dulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara
kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya
ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya.
Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat
ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk
melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2408 dan An Nasai
no. 4690. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga
yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya.
Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.
Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ
مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada)
orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang
tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.”
(HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Sedangkan ada dalil yang menegaskan tentang bahaya
berutang, di antaranya adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
shalat yang meminta perlindungan pada Allah dari sulitnya utang.
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا
أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ
الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a
di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom
(Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang).” Lalu
ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau
sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering
berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397
dan Muslim no. 589).
Kata Ibnu Hajar, dalam Hasyiyah Ibnul Munir disebutkan
bahwa hadits meminta perlindungan dari utang tidaklah bertolak belakang dengan
hadits yang membicarakan tentang bolehnya berutang. Sedangkan yang dimaksud
dengan meminta perlindungan adalah dari kesusahan saat berutang. Namun jika
yang berutang itu mudah melunasinya, maka ia berarti telah dilindungi oleh
Allah dari kesulitan dan ia pun melakukan sesuatu yang sifatnya boleh (mubah).
Lihat Fathul Bari, 5: 61.
Berutanglah dengan Jalan yang Benar
Jika berutang dibolehkan saat mudah untuk melunasinya,
bukan berarti kita asal-asalan saja dalam berutang dan di antara bentuknya
adalah mengambil kredit. Karena jika di dalam utang dipersyaratkan mesti
dilebihkan saat pengembelian, maka itu adalah riba dan hukumnya haram.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ
حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan,
maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al
Mughni, 6: 436)
Kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut
ini,
“Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika
orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya
memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka
tambahan tersebut adalah riba.”
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dari Ibnu ‘Abbas dan
Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik
keuntungan karena utang piutang adalah bersifat sosial dan ingin cari pahala.
Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks
tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al
Mughni, 6: 436.
Nyata dalam Kredit KPR
Kenyataan yang terjadi dalam kredit KPR adalah pihak
bank meminjamkan uang kepada nasabah dan ingin dikembalikan lebih. Jadi
realitanya, bukanlah transaksi jual beli rumah karena pihak bank sama sekali
belum memiliki rumah tersebut. Yang terjadi dalam transaksi KPR adalah
meminjamkan uang dan di dalamnya ada tambahan dan ini nyata-nyata riba. Itu
sudah jelas. Kita sepakat bahwa hukum riba adalah haram.
Penyetor Riba Terkena Laknat
Bukan hanya pemakan riba (rentenir) saja yang terkena
celaan. Penyetor riba yaitu nasabah yang meminjam pun tak lepas dari celaan. Ada
hadits dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ
الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat
pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis
transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.”
Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).
Mengapa sampai penyetor riba pun terkena laknat?
Karena mereka telah menolong dalam kebatilan. Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Dalam hadits di atas bisa disimpulkan mengenai haramnya saling
menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23).
Sehingga jika demikian sudah sepantasnya penyetor riba
bertaubat dan bertekad kuat untuk segera melunasi utangnya.
Sudah Seharusnya Menghindari Riba
Jika telah jelas bahwa riba itu haram dan kita
dilarang turut serta dalam transaksi riba termasuk pula menjadi peminjam, maka
sudah sepantasnya kita sebagai seorang muslim mencari jalan yang halal untuk
memenuhi kebutuhan primer kita termasuk dalam hal papan. Memiliki rumah dengan
kredit KPR bukanlah darurat. Karena kita masih ada banyak cara halal
yang bisa ditempuh dengan tinggal di rumah beratap melalui rumah kontrakan,
sembari belajar untuk “nyicil” sehingga bisa tinggal di rumah sendiri. Atau
pintar-pintarlah menghemat pengeluaran sehingga dapat membangun rumah
perlahan-lahan dari mulai membeli tanah sampai mendirikan bangunan yang layak
huni. Ingatlah sabda Rasul,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلاَّ بَدَّلَكَ
اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesunggunya jika engkau meninggalkan sesuatu
karena Allah, maka Allah akan mengganti bagimu dengan yang lebih baik bagimu.”
(HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Siapa saja yang menempuh jalan yang halal, pasti Allah
akan selalu beri yang terbaik. Yang mau bersabar dengan menempuh cara yang
halal, tentu Allah akan mudahkan. Yo sabar … Yakin dan terus yakinlah!
Hanya Allah yang memberi taufik.
Sumber:http://rumaysho.com
Referensi:
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Hambali, terbitan Dar ‘Alamil Kutub,
cetakan tahun 1432 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An
Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
JAKARTA 30/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar