QUNUT DALAM ISLAM ?
اللّهم اهدِنا فيمَن هَديْت و عافِنا فيمَن عافيْت و
تَوَلَّنا فيمَن تَوَلَّيْت و بارِك لَنا فيما أَعْطَيْت و قِنا واصْرِف عَنَّا
شَرَّ ما قَضَيت فإنك تَقضي ولا يُقضى عَليك فإنَّهُ لا يَذِّلُّ مَن والَيت وَلا
يَعِزُّ من عادَيت تَبارَكْتَ رَبَّنا وَتَعا ليتْ َفلكَ الحَمدُ عَلى ما قَضَيْت
نَستَغفِرُكَ ونَتوبُ اليك وصلي الله علي سيدنا محمد النبي الأمي وعلي أله وصحبه
وسلم
Artinya: Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. BErilah aku kesehatan seperti orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engaku beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurl`h Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Aku mohon ampun dan kembalilah (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah dan salam atas nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya.
Qunut Shubuh dalam Pandangan Empat
Madz-hab
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya:
Bagaimana pendapat empat Imam Madzhab mengenai qunut?
Syaikh rahimahullah menjawab:
Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah
sebagai berikut.
Pertama: Ulama Malikiyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut
pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.
Kedua: Ulama Syafi’iyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat
witir kecuali ketika separuh akhir dari
bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat lima waktu yang lainnya
selain pada shalat shubuh dalam
setiap keadaan (baik kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak,
-pen). Qunut juga berlaku pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa
musibah (yaitu qunut nazilah).
Ketiga: Ulama Hanafiyyah
Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya
kecuali pada saat nawaazil yaitu
kaum muslimin tertimpa musibah, namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat
shubuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan
tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendirian).
Keempat: Ulama Hanabilah (Hambali)
Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan
qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah
penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima
waktu selain shalat Jum’at.
Sedangkan Imam Ahmad sendiri berpendapat, tidak ada
dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’.
Inilah pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang
lebih kuat, tidak disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat
nawazil (kaum muslimin tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu
hadits shahih pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan beliau melakukan qunut witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan
ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Al
Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut witir yaitu “Allahummah
diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan hadits ini[1]. Jika seseorang melakukan qunut witir,
maka itu baik. Jika meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi
taufik. (Ditulis oleh Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398)[2]
Apakah perlu mengangkat tangan dan mengaminkan ketika
imam membaca qunut shubuh?
Dalam lanjutan perkataannya di atas, Syaikh Ibnu
‘Utsaimin mengatakan:
“Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut
shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum
hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki
perkataan dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.
Adapun jika timbul permusuhan dan kebencian dalam
perselisihan semacam ini padahal di sini masih ada ruang berijtihad bagi umat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini selayaknya tidaklah
terjadi. Bahkan wajib bagi kaum muslimin –khususnya para penuntut ilmu syar’i-
untuk berlapang dada dalam masalah yang masih boleh ada perselisihan antara
satu dan lainnya. ” [3]
Dalam penjelasan lainnya, Syaikh Muhammad bin Sholih
Al Utsaimin mengatakan, “Yang lebih tepat makmum hendaknya mengaminkan do’a (qunut)
imam. Makmum mengangkat tangan mengikuti imam karena ditakutkan akan terjadi
perselisihan antara satu dan lainnya. Imam Ahmad memiliki pendapat bahwa
apabila seseorang bermakmum di belakang imam yang membaca qunut shubuh, maka
hendaklah dia mengikuti dan mengamini do’anya. Padahal Imam Ahmad berpendapat
tidak disyari’atkannya qunut shubuh sebagaimana yang sudah diketahui dari
pendapat beliau. Akan tetapi, Imam Ahmad rahimahullah memberikan
keringanan dalam hal ini yaitu mengamini dan mengangkat tangan ketika imam
melakukan qunut shubuh. Hal ini dilakukan karena khawatir terjadinya
perselisihan yang dapat menyebabkan renggangnya hati (antar sesama muslim).”[4]
Hanya Allah yang memberi taufik.
Sebab, Qunut dalam shalat dikenal ada tiga
macam?
1. Qunut dalam shalat witir. Qunut ini disyariatkan disetiap sholat
witir secara berkala, berdasarkan hadîts al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Beliau rahimahullah berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
(HR
at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh
at-Tirmidzî)
Demikian
juga, hal ini di amalkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana dijelaskan Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu dalam
penuturan beliau:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِى الْوِتْرِقَبْلَ الرُّكُوعِ
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan qunut dalam witir sebelum rukû’.” (HR.Abû Dâwud dan dishahîhkan
al-Albâni dalam Shahih Abû Dawud)
2. Qunut Nâzilah yang dilaksanakan ketika ada musibah atau
bencana.
Qunut ini juga disyari’atkan dengan dasar amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
Qunut ini juga disyari’atkan dengan dasar amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
قَنَتَ النَّبِىُّ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
qunut (Nâzilah) selama sebulan, berdo’a untuk kehancuran Ra’i dan Dzakwân. (HR
al-Bukhâri). Demikian juga dalam hadits yang lain:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan qunut selama sebulan ketika para penghafal al-Qur’an dibunuh. (HR
al-Bukhâri)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
menyatakan: Qunut disyari’atkan pada saat adanya bencana dan ini adalah
pendapat yang dipegang oleh ulama fikih dan ahli hadits. Ini diambil dari
Khulafâ’ Râsyidîn. (Majmû’
Fatâwâ 23/108)
Syaikh Abdul
Azhîm Badawi menjelaskan bahwa Qunut yang disyari’atkan dalam sholat fardhu
hanyalah qunut Nazilah. (lihat Al-Wajîs Fî
Fiqhi as-Sunnah wa al-Kitâb al-‘Azîz .109).
3. Qunut khusus dalam shalat Shubuh yang dilakukan terus menerus seperti yang
nampak dilakukan banyak kaum muslimin, adalah perkara bid`ah yang tidak ada
dasar yang kuat dari Rasulullah n dan para Sahabatnya. Hal ini, merupakan
perbuatan bid’ah yang telah dijelaskan secara tegas oleh Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abû Mâlik
al-asyja’i Sa’ad bin Tharîq berkata:
قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىٍّ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ فَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِى الْفَجْرِ فَقَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ.
Artinya:
“Aku bertanya kepada bapakku: Wahai bapakku, sungguhkah engkau pernah shalat
dibelakang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman serta Ali di Kufah
ini selama lebih dari lima tahun. Apakah mereka pernah melakukan qunut dalam
shalat shubuh? Beliau menjawab: Tidak benar Wahai anakku! Itu perkara baru
(bid’ah). (HR. Ibnu Mâjah dan dishahîhkan al-Albâni dalam Irwâ’ al-Ghalîl no. 435)
KAPAN QUNUT SUNNAH DIBACA ?
Doa qunut sunnah dibaca dalam beberapa situasi sebagai berikut:
1. Pada raka'at kedua (raka'at akhir) shalat subuh dibaca setelah ruku' (i'tidal).
2. Pada raka'at akhir (rakaat ketiga) shalat sunnah witir pada paruh kedua bulan Ramadhan.
3. Pada raka'at terakhir shalat fardhu apabila ada bencana. Disebut qunut nazilah.
Doa qunut sunnah dibaca dalam beberapa situasi sebagai berikut:
1. Pada raka'at kedua (raka'at akhir) shalat subuh dibaca setelah ruku' (i'tidal).
2. Pada raka'at akhir (rakaat ketiga) shalat sunnah witir pada paruh kedua bulan Ramadhan.
3. Pada raka'at terakhir shalat fardhu apabila ada bencana. Disebut qunut nazilah.
QUNUT NAZILAH HARI JUMAT MENURUT MAZHAB EMPAT ?
Walaupun ulama mazhab empat sepakat bahwa qunut nazilah hukumnya sunnah apabila dalam keadaan bencana atau musibah, namun mereka berbeda pendapat tentang apakah qunut nazilah sunnah dilakukan pada seluruh shalat fardhu dan hari Jum'at dengan rincian sbb:
1. Madzhab Syafi'i menganggap qunut nazilah adalah sunnah dilakukan di seluruh shalat fardhu termasuk shalat Jum'at sebagaimana pernyataan Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm 1/236 di atas.
2. Mazhab Maliki berpendapat bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan pada shalat Subuh saja.
3. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa qunut nazilah sunnah dilakukan di seluruh shalat fardhu kecuali shalat Jum'at.
4. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan pada saat shalat subuh saja, tidak pada shalat yang lain.
Ikhtitam
Umar bin Khattab, khalifah kedua Islam, memiliki bacaan qunut berbeda sebagai berikut:
Umar bin Khattab, khalifah kedua Islam, memiliki bacaan qunut berbeda sebagai berikut:
اللهم اغفر لنا وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات
وألّف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك وعدوهم. اللهم عذب الكفرة
الذين يصدون عن سبيلك ويكذبون رسلك ويقاتلون أولياءك، اللهم خالف بين كلمتهم وزلزل
أقدامهم وأنزل بهم بأسك الذي لا ترده عن القوم المجرمين. بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثني عليك ولا نكفرك ونخلع ونترك من يفجرك. بسم الله
الرحمن الرحيم اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد ونخشى عذابك ونرجو
رحمتك إن عذابك الجد بالكفار ملحق
Sumber:1.http://www.konsultasisyariah.com 2.http://rumaysho.com
3.http://www.alkhoirot.net
JAKARTA
7/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar