BAHAYANYA BERLAKU
CURANG ?
ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم
يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة
“Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan
kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang
terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan
atasnya surga.” (HR Muslim)
“Artinya :
Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” [Hadits Riwayat
Muslim, kitab Al-Iman no 101]
Muqaddimah
Rasulullah SAW bersabda,
"Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan
kebaikan itu menuntun ke syurga. Hendaknya seseorang itu selalu berkata benar
dan berusaha agar selalu tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai
orang yang shiddiq (amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta
akan menuntun kita berbuat curang, dan kecurangan itu menuntun ke neraka.
Seseorang yang selalu berlaku curang akan dicatat di sisi Allah sebagai
pendusta." (HR Bukhari Muslim).
Dusta dan curang adalah perbuatan tercela dalam Islam.
Orang yang melakukannya akan mendapatkan madharat yang besar di dunia dan
akhirat. Rasulullah SAW, setelah menganjurkan berkata jujur, mengingatkan kita
agar menjauhi perbuatan dusta dan curang, "Jauhi oleh kalian perbuatan
dusta, karena dusta akan membawa kepada dosa, dan dosa membawamu ke neraka.
Biasakanlah berkata jujur, karena jujur akan membawamu pada kebaikan dan
syurga."
Melakukan
tindak kecurangan dalam berbagai hal dalam kehidupan merupakan perbuatan dosa.
Bukan hanya dosa biasa namun Allah SWT menyebutnya sebagai kecelakaan yang
besar. Tidak hanya dalam urusan timbang-menimbang barang dagangan dalam jual
beli, akan tetapi bisa kita perluas lagi sebagai tindakan lain seperti korupsi,
pembayaran upah pekerja dikurangi, pom bensin curang, dan lain sebagainya.
Ancaman Berbuat Curang
?
Praktek- praktek yang demikian pun kerap kita jumpai di zaman kita sekarang
ini, seorang pedagang mencampur barang dagangan yang baik dengan yang jelek,
barang-barang yang memiliki harga mahal di campur dengan barang yang harganya
murah, mereka mencampur susu dengan air, mencampur madu dengan larutan gula,
mencampur bensin dengan minyak tanah. Mereka adalah orang-orang yang memakan
harta manusia dengan cara bathil, mereka akan menerima balasannya.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنه لايد خل الجنة لحم نبت من سحت فا لنار أولى به "
Sesungguhnya ini adalah ancaman yang sangat keras yang menunjukkan bahwa
memakan harta manusia dengan cara yang
batil termasuk perbuatan dosa besar."(HR. Ahmad 28/468, At-Tirmizi
3/1)
Berkata adz-Dzahabi: "Masuk
didalam nya juga harta yang di ambil dari pemungut cukai,para perampok,
pencuri, koruptor, pezina,adalah semuanya termasuk dosa-dosa besar dan juga
seorang yang meminjam barang pinjaman kemudian mengingkarinya dan seseorang
yang mengurangi timbangan atau takaran dan seorang yang menemukan barang temuan
tetapi tidak berusaha mengumumkannya tapi ia memakannya dan seorang yang
menjual barang dagangan yang ada catatannya kemudian ia menutup-nutupinya,
demikian juga berjudi dan yang semisalnya adalah termasuk dosa-dosa besar
berdasarkan hadits di atas, sekalipun masih ada sebagiannya yang di
perselisihkan."(Faidhul Qodir 5/23)
Terjaganya Harta Seorang Muslim ?
Secara umum dan dalam bentuk apa pun, seseorang
diharamkan untuk melenyapkan dan merampas harta orang lain tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syariat. Nabi n bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
Bahkan di saat perkumpulan akbar, ketika haji wada’ (perpisahan), Rasulullah n menyampaikan khutbahnya di hadapan manusia yang jumlahnya berpuluh-puluh ribu, yang di antara isinya adalah haramnya menumpahkan darah kaum muslimin dan merampas harta mereka sebagaimana kesucian hari Arafah, di bulan Dzul Hijjah, dan di tanah suci Makkah. (lihat Shahih Muslim no. 1218)
Pesan-pesan Nabi n dalam khutbah di Arafah tergolong wasiat beliau yang terakhir. Tidak lebih dari empat bulan setelah itu beliau meninggal dunia.
Sesungguhnya di antara tuntutan keimanan adalah menginginkan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia inginkan bagi dirinya. Seseorang tidak dikatakan sebagai muslim sejati apabila muslim yang lainnya tidak terhindar dari kejahatan lisan dan tangannya.
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dari dirinya.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
Bahkan di saat perkumpulan akbar, ketika haji wada’ (perpisahan), Rasulullah n menyampaikan khutbahnya di hadapan manusia yang jumlahnya berpuluh-puluh ribu, yang di antara isinya adalah haramnya menumpahkan darah kaum muslimin dan merampas harta mereka sebagaimana kesucian hari Arafah, di bulan Dzul Hijjah, dan di tanah suci Makkah. (lihat Shahih Muslim no. 1218)
Pesan-pesan Nabi n dalam khutbah di Arafah tergolong wasiat beliau yang terakhir. Tidak lebih dari empat bulan setelah itu beliau meninggal dunia.
Sesungguhnya di antara tuntutan keimanan adalah menginginkan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia inginkan bagi dirinya. Seseorang tidak dikatakan sebagai muslim sejati apabila muslim yang lainnya tidak terhindar dari kejahatan lisan dan tangannya.
Faktor-faktor perbuatan curang
Perbuatan curang memang biasanya tidak muncul begitu
saja. Ada banyak faktor dan pemicu seseorang melakukan perbuatan tersebut.
Diantaranya:
- Lemahnya iman, sedikitnya rasa takut kepada Allah dan kurangnya kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi dan menyaksikan setiap perbuatannya sekecil apa pun.
- Kebodohan sebagian orang tentang haramnya perbuatan curang, khususnya dalam bentuk-bentuk tertentu dan saat perbuatan tersebut sudah menjadi sistem ilegal dalam sebuah lembaga atau organisasi.
- Ketiadaan ikhlas (niat karena Allah) dalam melakukan aktifitas, baik dalam menuntut ilmu, berniaga dan yang lainnya.
- Ambisi mengumpulkan pundi-pundi harta kekayaan dengan berbagai macam cara. Yang penting untung besar, walaupun dengan menumpuk dosa-dosa yang kelak menuntut balas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak lagi mempedulikan apa yang didapatkannya, dari yang halal atau dari yang haram.” (HR Bukhari)
- Lemahnya pengawasan orang-orang yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungjawabnya.
- Tidak adanya kesungguhan. Sebagian orang bermalas-malasan menyelesaikan tugas dan apa yang menjadi kewajibannya, saat semua itu harus ia pertanggungjawabkan, maka ia pun menutupinya dengan perbuatan curang. Seperti seorang murid yang malas belajar, saat datang masa ujian, ia pun berusaha berbuat curang agar bisa lulus ujian.
- Berteman dengan orang-orang yang suka berbuat curang dan selalu menuruti ajakan setan untuk berbuat curang.
- Lemahnya pendidikan yang ditanamkan sejak kecil di rumah atau di sekolah. Sering kali orang tua atau guru tidak memberi tindakan yang tegas saat anak atau muridnya berbuat curang, atau malah justru memberi contoh dengan melakukan kecurangan dihadapan anak atau murid di sekolah.
Dampak negatif perbuatan curang
- Orang yang melakukan kecurangan dan orang yang meridhainya akan mendapat dosa.
- Nabi berlepas diri dari pelakunya, “Barangsiapa yang mencurangi kami, maka ia bukan golongan kami.”
- Manusia akan membenci orang yang suka berbuat curang dan tidak mau bergaul dengannya.
- Perbuatan curang merupakan perbuatan khianat kepada umat dan sikap mensia-siakan amanah.
- Perbuatan curang termasuk salah satu sifat orang-orang munafik.
- Perbuatan curang akan menghilangkan keberkahan.
- Perbuatan curang akan melemahkan kepercayaan kaum muslimin.
- Perbuatan curang akan menjadi faktor kegagalan masyarakat dalam semua bidang.
- Zalim kepada orang lain.
- Melemahkan pencapaian ilmu dan kemampuan
- Menciptakan permusuhan dan kebencian antar kaum muslimin.
Ikhtitam
Pada suatu saat, Rasulullah n melewati
suatu tumpukan makanan. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan
makanan tersebut. Ternyata, beliau mendapatkan bagian tengah makanan itu basah.
Rasulullah n bertanya kepada penjual, “Apa ini?”
“Terkena hujan, wahai Rasulullah,” jawab penjual.
“Terkena hujan, wahai Rasulullah,” jawab penjual.
Rasulullah n bersabda, “Mengapa kamu tidak letakkan di atas, agar
orang melihatnya? Barang siapa yang menipu, tidak termasuk golonganku.”
(HR. Muslim)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://asysyariah.com
3.http://muslim.or.id
JAKARTA 2/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar