HUKUM BACA AL-QUR’AN
TANPA WUDHU ?
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.“(Al-Wa-qi’ah: 79).
Jawaban oleh Syaikh Shalih al-Fauzan :
Seseorang boleh membaca al-Qur’an tanpa wudhu bila bacaannya secara hafalan sebab tidak ada yang mencegah Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam membaca al-Qur’an selain kondisi junub. Beliau pernah membaca al-Qur’an dalam kondisi berwudhu dan tidak berwudhu.
Seseorang boleh membaca al-Qur’an tanpa wudhu bila bacaannya secara hafalan sebab tidak ada yang mencegah Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam membaca al-Qur’an selain kondisi junub. Beliau pernah membaca al-Qur’an dalam kondisi berwudhu dan tidak berwudhu.
Sedangkan terkait dengan mushaf, maka tidak boleh bagi
orang yang dalam kondisi berhadats untuk menyentuhnya, baik hadats kecil maupun
hadats besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan.“(Al-Wa-qi’ah: 79). Yakni orang-orang yang suci dari semua
hadats, najis dan syirik.
Di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihii wa sallam
yang dimuat di dalam surat beliau kepada pegawainya yang bernama Amru bin
Hizam, beliau menyebutkan,
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرًا
“Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang
dalam kondisi suci.” (Muwaththa’ Imam Malik, kitab al-Qur’an, Hal. 199;
Sunan ad-Darimi, kitab ath-Thalaq (2183)).
Hal ini merupakan kesepakatan para imam kaum muslimin
bahwa orang yang dalam kondisi berhadats kecil ataupun besar tidak boleh
menyentuh mushaf kecuali ditutup dengan pelapis, seperti mushaf tersebut berada
di dalam kotak atau kantong, atau dia menyentuhnya dilapisi baju atau lengan
baju.
Hukum Menyentuh Al - Qur’an dengan
tanpa whudlu ?
Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat
al-Qur’an yang mengenai hukum menyentuh al-Quran dengan tanpa wudhu atau dalam
keadaan tidak suci. Imam Ibnu Katsir
mengatakan dalam kitab Tafsir Ibnu Kastir. Dari al `Aufi berkata, bahwa maksud
kalimat al Mutohharun dalam ayat al-waqiah adalah “ Malaikat “ begitu juga dengan Anas, Mujahid, `Ikrimah, Sa`id ibnu
Zubair dan Dohhak, sependapat dengan al `Aufi. Dan Imam yang lain mengatakan bahwa maksud ayat “al Mutohharun” adalah suci dari hadats dan janabah,
maksud ayat di surah al Waqi`ah ayat 79
ini adalah Qur’an yang ada dihadapan kita sekarang. Sebagaimana diriwayatkan
dari Imam Muslim. Dari Ibnu `Umar Bahwa Rasulullah Saw melarang memberikan
al-Qur’an ke negeri musuh, sebab takut yang akan menerimanya orang yang
menganut agama selain islam. Imam Malik juga meriwatkan dalam kitab Muwatta'.
Pendapat ini seiring dengan pendapat Imam Qurtubi dalam kitab Al jami` li
Ahkami al-Qur’an.
“Dari Abdullah bin abu bakar bin Muhammad bin `Amru
Hazim : Bahwa di dalam satu kitab yang ditulis oleh baginda Rasul Saw untuk
`Amr bin Hazim : Tidaklah boleh menyentuh Qur’an kecuali orang yang suci”
Pendapat Imam yang empat tentang menyentuh al-Qur’an
tanpa air wudhu atau tidak suci :
Mazhab Maliki : Mereka mengatakan boleh menyentuh
seluruh al-Qur’an dan sebagiannya tanpa wudhu dengan beberapa syarat :
1. Al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa selain
bahasa ‘arab, adapun jika al-Qur’an tersebut ditulis dengan berbahasa arab baik
tulisannya dengan khot yang bebeda seperti khot kufi khot mahgribi dan
sebagainya tidak boleh menyentuh al-Qur’an dengan tanpa wudhu.
2. Al-Qur’an tersebut diukir di salah satu mata uang
seperti dirham atau mata uang yang tertera ayat al-Qur’an.
3. Menjadikan seluruh mushaf atau sebagiannya sebagai
harozan, maka hal seperti ini boleh membawanya tanpa air wudhu, dan sebagian
dari mereka mengatakan tidak boleh membawa al-Qur’an seluruhnya akan tetapi
diperbolehkan membawa sebagiannya. Ada dua syarat yang harus dipenuhi membawa
qur’an sebagai harozan :
a. Muslim : yang membawa al-Qur’an beragama islam.
b.Al-Qur’an tersebut tertutup yang dapat mencegah
masuknya kotoran.
4. Bahwa yang membawa al-Qur’an adalah seorang guru
dan orang yang menuntut ilmu maka keduanya boleh menyentuh al-Qur’an dengan
tanpa wudhu, disini tidak ada perbedaan antara yang mukallaf atau yang belum
mukallaf, sampai sampai wanita yang sedang haidpun boleh menyentuh al-Quran apabila
ia sedang belajar atau sebagai pengajar. Sselain ini semua tidak diperbolehkan
menyentuh al-Qur’an dan membawanya.
Mazhab Hambali : Boleh menyentuh dan membawa
al-Qur’an dengan tanpa wudhu dengan syarat :
Sampulnya terpisah dari al-Qur’annya. Apabila sampul
al-Qur’an tersebut melekat dengan Qur’annya, contohnya dalam satu bungkusan,
dilipat dengan kain atau dengan daun. Atau al-Qur’an tersebut diletakkan di
atas kotak, diperalatan rumah yang mau dipindahkan baik niatnya mau menyentuh
al-Qur’an tersebut atau tidak. Keadaan seperti semua ini boleh menyentuh
al-Qur’an dan membawanya.
Disini mazhab hambali menyamakan orang yang membawanya
antara yang mukallaf dengan yang belum mukallaf, kecuali bayi yang belum
mukallaf tidak wajib berwudhu akan tetapi diwajibkanlah bagi yang mengasuhnya
menyuruh agar berwudhu ketika hendak menyentuh dan membawa al-Qur’an.
Mazhab Hanafi : Syarat boleh menyentuh, membawa
serta menulis al-Qur’an tanpa Air wudhu :
1. Pada keadaan dharurat atau terpaksa seperti takut
melihat mushaf tenggelam atau terbakar.
2. Al-Qur’an tersebut berpisah dengan sampulnya
contohnya dalam satu bungkusan, dilipat dengan kain atau dengan daun dan
sebagainya, dalam keadaan seperti ini boleh menyentuh dan membawa al Qur’an.
3. Bahwa orang yang menyentuh al-Qur’an tersebut belum
baligh, dan ia hendak mempelajarinya, sedangkan yang sudah baligh dan wanita
yang sedang haid baik sebagai pengajar dan pelajar disuatu substansi dilarang
menyentuh mushaf.
4. Bahwa yang menyentuh mushaf tersebut adalah seorang
yang muslim (yang beragama islam), dan Muhammad berkata : Boleh menyentuh
mushaf bagi non muslim apabila ia telah mandi, adapun menghapal kitab suci
al-Qur’an bagi non muslim diperbolehkan juga. Apabila semua syarat ini tidak
terpenuhi maka dilaranglah bagi orang yang tidak berwudhu menyentuh mushaf baik
dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh lainnya, adapun membaca Qur’an
dengan tanpa berwudhu diperbolehkan, dan diharamkan bagi orang yang sedang
berhadats besar. Bagi selain yang berhadats besar disunnahkan berwudhu apabila
hendak membaca al-Qur’an.
Menurut Mazhab Syafi`i : Boleh menyentuh dan membawa
mushaf seluruh dan sebagiannya dengan beberapa syarat :
1. Membawa mushaf tersebut harozan
2. Ayat suci al-Qur’an tersebut termaktub dalam mata
uang seperti pound mesir dan dirham
3. Sebagian al-Qur’an termaktub dalam kitab-kitab ilmu
untuk diambil hukum dari kitab tersebut, baik ayat yang termaktub banyak maupun
sedikit. Boleh menyentuh.
4. kitab tafsir dengan syarat tafsirnya lebih banyak
dibanding tulisan ayat al-Qur’annya sebaliknya tidak boleh menyentuhnya apabila
ayat al-Qur’an lebih banyak daripada tafsirnya.
5. Ayat al-Qur’an tersebut termaktub di pakaian
seperti pakaian yang disulam gambar ka’bah.
6. Menyentuh mushaf dengan tujuan mempelajarinya.
7. Menyentuh al-Qur’an untuk mempelajarinya, maka
boleh bagi walinya memberi kuasa menyentuh mushaf dan membawanya. Apabila
syarat yang diatas tidak terpenuhi maka hukum menyentuh mushaf haram sekalipun
satu ayat, walaupun dengan penghalang yang terpisah dari mushaf baik yang
terbuat dari kulit atau selainnya.
Apabila al-Qur’an diletakkan di rak kecil atau di
suatu tempat kecil yang dikhususkan untuk tempat al-Qur’an maka tidak boleh
menyentuh tempat tersebut selagi mushaf itu berada diatas tempat yang khusus
untuk al-Qur’an. Jika tempatnya besar boleh menyentuh tempat yang dibuat khusus
untuk al-Qur’an. Begitu juga dengan sampul a-Qur’an yang telah terpisah dari
mushaf aslinya yang tidak tersisa sedikitpun tulisan al -Qur’an, haram
menyentuhnya
kecuali dijadikan sebagai sampul kitab selain Qur’an.
begitu juga menyentuh batu yang ditulis ayat al-Qur’an tidak boleh menyentuh
satu bagian dari bagiannya sebagaimana dilarang menyentuh mushaf .
Sumber:1.http://tanjuangdisini.blogspot.com 2.http://muslimah.or.id
JAKARTA 7/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar