HUKUM MEMAKAI PECI
KETIKA SHALAT ?
Hasan al Bisri mengatakan : "Dahulu kaum itu (para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok
(peci), sedang kedua tangannya pada lengan bajunya". (HR. Al-Bukhari)
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Mereka ditanya tentang imam yang kepalanya terbuka
alias tidak mengenakan peci, bolehkah? Jawabnya:
الرأس ليس بعورة لا في الصلاة ولا في غيرها سواء كانوا بالغين أو غير بالغين ، لكن ستره بما يناسبه مما جرت به العادة ولا مخالفة فيه للشرع يعتبر من باب الزينة فيستحسن ستره في الصلاة عملاً بقوله تعالى {يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد } . ويتأكد ذلك بالنسبة للإمام .
“Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar
shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa
yang semestinya yang telah menjadi kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu
merupakan kategori pembahasan perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat
merupakan pengamalan dari firman-Nya: “Wahai Anak-anak Adam pakailah perhiasan kalian
ketika memasuki setiap masjid.” Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Lihat
Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615. Disusun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul
Aziz Al Musnid. Syamilah)
Fatwa Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
Beliau menulis dalam Fiqhus Sunnahnya:
روى ابن عساكر عن ابن عباس: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه.
وعند الحنفية أن ه لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس، واستحبوا ذلك إذا كان للخشوع.
ولم يرد دليل بأفضلية تغطية الرأس في الصلاة.
“Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membuka
penutup kepalanya (seperti surban) dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas)
di hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di
depannya. Menurut Hanafiyah, tidak apa-apa shalatnya laki-laki dengan kepala
terbuka, mereka menganjurkannya jika itu membawa kekhusyu’an.
Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika
shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/128. Darul Kitab Al ‘Arabi)
1.Pendapat yang menghukumi mubah
Menurut kelompok ini, Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadits shahih
yang menunjukkan kesunnahannya. Sehingga mereka menghukumi semua hadits-hadits
yang berbicara tentang hukum kopiah adalah dha’if.
Bahkan ada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Asakir yang menyebutkan
bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
pernah membuka penutup
kepalanya (seperti surban) dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di
hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di
depannya.
Syaikh Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah berkata : “Tidak
memakai kopiah ketika shalat hanyalah meninggalkan kebiasaan
saja. Jika telah dikenal secara baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara
umum, maka hal itu dianjurkan untuk dipakai dalam shalat sebagai
konsekuensi hukum Al ‘Urf (tradisi) terhadap apa-apa
yang tidak memiliki dalil syara’. Jika tradisinya tidak seperti itu, maka tidak
mengapa membuka kepala. “apa-apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka
di sisi Allah itu juga baik.” (Fatawa Al Azhar, 9/107)
Pendapat ini pada umumnya diikuti oleh kalangan Hanafiyah. Sayyid Sabiq
mengatakan dalam Fiqhus Sunnahnya : “Tak ada dalil tentang keutamaan
menutup kepala ketika shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/128)
Fatwa Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah
Beliau ditanya tentang orang yang shalat tanpa menutup
kepala baik imam, makmum, atau shalat sendiri, bolehkah?
تغطية الرأس فى الصلاة لم يرد فيها حديث صحيح يدعو إليها ، ولذلك ترك العرف تقديرها ، فإن كان من المتعارف عليه أن تكون تغطية الرأس من الآداب العامة كانت مندوبة فى الصلاة نزولا على حكم العرف فيما لم يرد فيه نص ، وإن كان العرف غير ذلك فلا حرج فى كشف الرأس "ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن " .
وروى ابن عساكر عن ابن عباس رضى الله عنهما أن النبى صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه وهو يصلى حتى لا يمر أحد أمامه . والقلنسوة غطاء الرأس .
وعند الأحناف لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس أى مكشوفا ، واستحبوا ذلك إذا كان الكشف من أجل الخشوع
“Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadits shahih
yang menganjurkannya. Hal itu hanyalah meninggalkan kebiasaan saja. Jika telah
dikenal secara baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara umum, maka hal
itu dianjurkan dalam shalat sebagai konsekuensi hukum Al ‘Urf (tradisi)
terhadap apa-apa yang tidak memiliki dalil syara’. Jika tradisinya adalah
selain itu, maka tidak mengapa membuka kepala. “apa-apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik.”
2.Pendapat yang menghukumi sunnah
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw selalu memakai kopiah
putih. Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Umar, dan Imam Suyuthi
dalam Jami’us Shagir hal 21 mengatakan hadits ini “hasan”.
Hasan al Bisri mengatakan : "Dahulu kaum itu
(para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok (peci), sedang kedua tangannya
pada lengan bajunya". (HR. Al-Bukhari)
Abdullah bin Sa’id-rahimahullah- berkata, "Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada sebuah songkok putih buatan Mesir". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (24855)
Abdullah bin Sa’id-rahimahullah- berkata, "Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada sebuah songkok putih buatan Mesir". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (24855)
Pendapat ini adalah yang dipegang oleh jumhur mazhab syafi’iyah dan
mazhab-mazhab yang lain. Bahkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah,
22/5 dinyatakan : “Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih
tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan
surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu
“Alaihi wa Sallam.
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah berkata : Ada pun
membuka kepala adalah makruh,
apalagi melakukannya ketika ibadah, hal tersebut adalah munkar dan tidak boleh
beribadah seperti itu.” (Fatawa Al Kubra, 1/6)
Fatwa Para Ulama Kuwait
Dalam Al Mausu’ah disebutkan sunahnya memakai penutup
kepala:
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي اسْتِحْبَابِ سَتْرِ الرَّأْسِ فِي الصَّلاَةِ لِلرَّجُل ، بِعِمَامَةٍ وَمَا فِي مَعْنَاهَا ، لأَِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ كَذَلِكَ يُصَلِّي
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli
fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan
surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu
“Alaihi wa Sallam. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/5. Maktabah
Misykah)
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah, mengisyaratkan bahwa
membuka kepala ketika beribadah adalah makruh dan munkar. Hal ini ditegaskan
dalam Fatawa Al Kubra-nya ketika beliau ditanya tentang manusia yang berkumpul
lalu berdzikir dan membaca Al Quran, dengan membuka kepala dan merendahkan
diri, mereka membacanya bukan maksud riya atau sum’ah, demi untuk mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala, boleh atau tidak?
Beliau menjawab:
الِاجْتِمَاعُ عَلَى الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ حَسَنٌ مُسْتَحَبٌّ إذْ لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً رَاتِبَةً ، كَالِاجْتِمَاعَاتِ الْمَشْرُوعَةِ ، وَلَا اقْتَرَنَ بِهِ بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ .
وَأَمَّا كَشْفُ الرَّأْسِ مَعَ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ ، لَا سِيَّمَا إذَا اُتُّخِذَ عَلَى أَنَّهُ عِبَادَةٌ ، فَإِنَّهُ يَكُونُ حِينَئِذٍ مُنْكَرًا وَلَا يَجُوزُ التَّعَبُّدُ بِذَلِكَ .
“Berkumpul untuk membaca, berdzikir dan berdoa adalah
perbuatan baik dan dianjurkan, jika hal itu tidak dijadikan kebiasaan yang
rutin, itu sebagaimana perkumpulan yang disyariatkan, dan janganlah hal itu
dicampur dengan bid’ah yang munkar.
Ada pun membuka kepala saat itu adalah makruh, apalagi
melakukannya ketika ibadah, maka saat itu hal tersebut adalah munkar dan tidak
boleh beribadah seperti itu.” (Fatawa Al Kubra, 1/6. Syamilah)
Kesimpulan
Ulama telah berbeda pendapat tentang hukum memakai penutup kepala (kopiah)
dalam shalat. Antara yang mensunnahkan dengan yang menganggapnya hanya sebagai
perkara mubah. Namun meskipun demikian, mereka sama sepakat, bila memakai
kopiah telah menjadi adat kebiasaan disuatu masyarakat (‘urf) maka makruh
meninggalkannya.
Dalam pandangan
jumhur ulama, dan yang kami ikuti – wallahua’lam- pendapat
yang kuat adalah yang menghukumi
kesunnahannya dan makruhnya
(dibenci) meninggalkan dari memakai penutup kepala ketika shalat terlebih
saat shalat berjama’ah. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil berkut ini:
1. Banyak sekali hadits-hadits
Nabawi, atsar (*kisah) Sahabat, dan riwayat tabi’in, tabi’ut tabi’in, yang
menyebutkan bahwa menutup kepala, baik dengan sorban atau kopiah adalah
kebiasaan berpakaian Nabi Saw dan juga kebiasaan salafunas shalih. Meskipun
Sayid Sabiq mengatakan, ““Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika
shalat.” Tetapi, memakai kopiah adalah termasuk sunnah Mustamirrah
atau sunnah al-zawaid (mengikuti kebiasaan sehari hari nabi sebagai
manusia) dan tidak bisa dipungkiri, itupun sunnah namanya.
2. Tidak ada perbedaan pendapat
ulama tentang ketentuan : ‘apabila hal tersebut adalah kebiasaan suatu
masyarakat, maka makruh meninggalkannya.’
Sedangkan kita ketahui bersama,
bahwa memakai penutup kepala (kopiah) adalah kebiasaan generasi salafunas
shalih, dan juga adalah adat kebiasaan kaum muslimin hampir diseluruh
negeri dan wilayah-wilayah lain ketika shalat. Minimal orang yang mengenakan
kopiah adalah orang yang ingin bertasyabuh (meniru) gaya generasi salaf dan
juga meniru kebiasaan kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan Rasulullah Saw
bersabda : “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam
golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
3. Berhias ketika akan melaksanakan
shalat adalah perintah Allah Swt, sebagaimana firmannya, “Wahai ANak-anak
Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.”
Dalam Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ dikatakan :
“Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik
dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang
telah menjadi
Ikhtitam
kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan
perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari perintah
Allah. Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Fatawa Islamiyah, Kitabus
Shalah, 1/615)
Sumber:1.http://ad-dai.blogspot.com 2http://www.dakwatuna.com
JAKARTA
9/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar