وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui" [al Baqarah/2:188]
Muqaddimah
Menengok keadaan saat ini, betapa
banyak orang yang melakukan perbuatan yang amat tercela ini. Bahkan hampir kita
dapati dalam semua lapisan masyarakat, dari masyarakat yang paling bawah,
menengah sampai kalangan atas. Khalayak pun kemudian menggolongkan para pelaku
korupsi ini menjadi berkelas-kelas. Mulai koruptor kelas teri sampai kelas
kakap. Dalam lingkup masyarakat bawah, mungkin pernah atau bahkan banyak kita
jumpai, seseorang yang mendapat amanah untuk membelanjakan sesuatu, kemudian setelah
dibelanjakan, uang yang diberikan pemiliknya masih tersisa, tetapi dia tidak
memberitahukan adanya sisa uang tersebut, meskipun hanya seratus rupiah,
melainkan masuk ke ‘saku’nya, atau dengan cara memanipulasi nota belanja.
Adapun koruptor kelas kakap, maka tidak tanggung-tanggung yang dia ‘embat’
sampai milyaran bahkan triliyunan. Sejauh mana bahaya perbuatan ini? Kami
mencoba mengulasnya dengan mengambil salah satu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam berikut ini. Semoga bermanfaat, dan kita dapat menghindari ataupun
mewaspadai bahayanya.
Pelajaran Hadits Diatas
?
Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi
Radhiyallahu 'anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
((مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))، قَالَ: فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ أَسْوَدُ مِنْ الْأَنْصَارِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ، قَالَ: ((وَمَا لَكَ؟))، قَالَ: سَمِعْتُكَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: ((وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ، مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى)).
“Barangsiapa di antara kalian yang
kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami
sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta
korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (‘Adiy) berkata : Maka ada
seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,"Wahai Rasulullah,
copotlah jabatanku yang engkau tugaskan." Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya,"Ada apa gerangan?” Dia menjawab,"Aku mendengar
engkau berkata demikian dan demikian (maksudnya perkataan di atas, Pen.)."
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata,"Aku katakan sekarang,
(bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan
(urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak.
Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya.
Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”
TAKHRIJ HADITS
- Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim
dalam Shahih-nya dalam kitab al Imarah, bab Tahrim Hadaya al ‘Ummal, hadits no.
3415.
- Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam
kitab al Aqdhiyah, bab Fi Hadaya al ‘Ummal, hadits no. 3110.
- Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 17264
dan 17270, dari jalur Isma’il bin Abu Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dari
Sahabat ‘Adiy bin ‘Amirah al Kindi Radhiyallahu 'anhu di atas. Adapun lafadz
hadits di atas dibawakan oleh Muslim.
BIOGRAFI SINGKAT ‘ADIY BIN ‘AMIRAH
RADHIYALLAHU 'ANHU
Beliau merupakan sahabat mulia,
dengan nama lengkapnya ‘Adiy bin ‘Amirah bin Farwah bin Zurarah bin al Arqam,
Abu Zurarah al Kindi. Beliau hanya sedikit meriwayatkan hadits Rasululllah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya adalah hadits ini.
Beliau wafat pada masa kekhalifahan
Mu’awiyah Radhiyallahu 'anhu. Ada pula yang berpendapat selain itu. Wallahu
a’lam bish shawab.
MUFRADAT (KOSA KATA)
Kata ghululan (غُلُولاً) dalam lafadz Muslim, atau ghullun (غُلٌّ) dalam lafadz Abu Dawud, keduanya
dengan huruf ghain berharakat dhammah. Ini mengandung beberapa pengertian, di
antaranya bermakna belenggu besi, atau berasal dari kata kerja ghalla (غَلَّ) yang berarti khianat. Ibnul Katsir
menerangkan, kata al ghulul (الْغُلُولُ), pada asalnya bermakna khianat dalam urusan harta
rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta rampasan perang sebelum
dibagikan. Kemudian, kata ini digunakan untuk setiap perbuatan khianat dalam
suatu urusan secara sembunyi-sembunyi.
Jadi, kata ghulul (الْغُلُولُ) di atas, secara umum digunakan
untuk setiap pengambilan harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak
dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya
atau orang yang menugaskannya). Dalam bahasa kita sekarang, perbuatan ini
disebut korupsi, seperti tersebut dalam hadits yang sedang kita bahas ini.
MAKNA HADITS
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyampaikan peringatan atau ancaman kepada orang yang ditugaskan untuk
menangani suatu pekerjaan (urusan), lalu ia mengambil sesuatu dari hasil
pekerjaannya tersebut secara diam-diam tanpa seizin pimpinan atau orang yang
menugaskannya, di luar hak yang telah ditetapkan untuknya, meskipun hanya
sebatang jarum. Maka, apa yang dia ambil dengan cara tidak benar tersebut akan
menjadi belenggu, yang akan dia pikul pada hari Kiamat. Yang dia lakukan ini
merupakan khianat (korupsi) terhadap amanah yang diembannya. Dia akan dimintai
pertanggungjawabnya nanti pada hari Kiamat.
Ketika kata-kata ancaman tersebut
didengar oleh salah seorang dari kaum Anshar, yang orang ini merupakan satu di
antara para petugas yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, serta merta dia merasa takut. Dia meminta kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam untuk melepaskan jabatannya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjelaskan, agar setiap orang yang diberi tugas dengan suatu pekerjaan,
hendaknya membawa hasil dari pekerjaannya secara keseluruhan, sedikit maupun
banyak kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian mengenai
pembagiannya, akan dilakukan sendiri oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Apa yang diberikan, berarti boleh mereka ambil. Sedangkan yang ditahan oleh
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka tidak boleh mengambilnya.
SYARAH HADITS
Hadits di atas intinya berisi
larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah
ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti
ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقاً فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ)).
"Barangsiapa yang kami tugaskan
dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa
yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)".
Asy Syaukani menjelaskan, dalam
hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas)
mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang
menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi).
Dalam hadits tersebut maupun di atas,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk
pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas,
terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan
dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila
petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah
dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan
yang menugaskannya.
HUKUM SYARI’AT TENTANG KORUPSI
Sangat jelas, perbuatan korupsi
dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ
"Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat
(dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu
wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat
khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah) perang Badar,
orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu sebagian
mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan
ayat ini untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas
dari tuduhan tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan
dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan
perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan
apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari
perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini,
dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika
Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang
itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu
…”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di
dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu, perbuatan korupsi
(ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil
yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui" [al Baqarah/2:188]
Juga firmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an
Nisaa`/4 : 29].
Adapun larangan berbuat ghulul
(korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak, di antaranya hadits
dari ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu dan hadits Buraidah Radhiyallahu
'anhu di atas.
PENDAPAT SAHABAT DAN TABI'IN
Ibnu Mas'ud berkata: السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها
Artinya: Suap itu adalah apabila seorang memiliki keperluan pada yang lain dan memberinya hadiah dan hadih itu diterima.
Umar bin Abdul Aziz berkata: كانت الهدية في زمن رسول الله هدية واليوم رشوة
Artinya: Hadiah pada zaman Nabi adalah hadiah. Pada zaman sekarang adalah suap.
PENDAPAT SAHABAT DAN TABI'IN
Ibnu Mas'ud berkata: السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها
Artinya: Suap itu adalah apabila seorang memiliki keperluan pada yang lain dan memberinya hadiah dan hadih itu diterima.
Umar bin Abdul Aziz berkata: كانت الهدية في زمن رسول الله هدية واليوم رشوة
Artinya: Hadiah pada zaman Nabi adalah hadiah. Pada zaman sekarang adalah suap.
AKIBAT MEMAKAN MAKANAN HARAM
- Harta tidak berkah
- Tidak diterima doanya
- Masyarakat akan terkena dampak musibah. Sebagaimana firman Allah QS Al-Anfal :25 واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة
(Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.)
- Harta tidak berkah
- Tidak diterima doanya
- Masyarakat akan terkena dampak musibah. Sebagaimana firman Allah QS Al-Anfal :25 واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة
(Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.)
Ikhtitam
QS An-Nisa' 4:29 Allah berfirman:
QS An-Nisa' 4:29 Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.
JAKARTA 10/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar