MEMBUANG HAJAT
?
Jumhur ulama
(yaitu Malik, Syafii dan Ahmad rahiahumullah) berpendapat bahwa larangan
tersebut berlaku bagi mereka yang buang hajat di tempat terbuka yang tidak ada
penghalang antara dirinya dengan kiblat. Adapun di dalam bangunan, dibolehkan
membuang hajat dalam keadaan menghadap atau membelakangi kiblat.
Ulama
lainnya (di antara mereka adalah Abu Hanifah dan pendapat ini dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahumallah) berpendapat diharamkannya menghadap
atau membelakangi kiblat saat buang hajat secara mutlak, baik di tempat terbuka
atau di dalam bangunan.
(Al-Mausu'ah
Al-Fiqhiyyah, 1/554, Hasyiah Ibnu Abidin, 1/107, lihat Al-Mughni, 5/34)
Selagi anda
masih sedang membangun, maka lebih hati-hati jika anda membangun kloset dalam posisi
tidak menghadap dan membelakangi kiblat saat buang hajat, agar terhindar dari
perbedaan pendapat.
Al-Lajnah
Ad-Daimah pernah ditanya tentang hukum menghadap dan membelakangi kiblat saat
buang hajat di dalam ruangan atau di tempat terbuka. Kemudian bagaimana
hukumnya bangunan yang sudah jadi sekarang jika di dalamnya terdapat kloset
yang menghadap atau membelakangi kiblat dan tidak mungkin dirubah kecuali WCnya
dibongkar seluruhnya atau sebagiannya. Kemudian, jika kita memiliki rencana
pembangunan yang belum dimulai, sedangkan sebagian kloset dibuat menghadap atau
membelakangi kiblat, apakah wajib dirubah atau dilaksanakan saja dan tidak ada
masalah dengannya?
Mereka
menjawab:
Pertama:
Pendapat ulama yang shahih adalah diharamkannya menghadap kiblat atau
membelakanginya saat buang hajat di tempat terbuka, baik kencing atau buang air
besar, namun hal itu boleh dilakukan jika itu dilakukan di dalam ruangan antara
dirinya dan Ka'bah terdapat penghalang yang dekat, baik di depan atau di
belakangnya, seperti dinding, pohon, gunung atau semacamnya. Ini merupakan
pendapat mayoritas ulama. Berdasarkan hadits shahih dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إذا جلس أحدكم لحاجته فلا يستقبل القبلة ولا يستدبرها (رواه أحمد ومسلم)
“Jika salah
seorang diantara kamu duduk untuk buang hajat (Kencing atau buang air besar),
maka jangan menghadap kiblat atau membelakanginya.” HR. Ahmad dan Muslim
Juga
berdasarkan riwayat Abu Ayub Al-Anshari, dari Nabi shallalalhu alaihi wa
sallam, dia berkata,
إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها ولكن شرقوا أو غربوا (رواه البخاري ومسلم)
“Kalau anda
akan buang air besar atau kecil, jangan menghadap kiblat dan jangan
membelakanginya akan tetapi (hadapkan) ke timur atau ke barat.” HR. Bukhori dan
Muslim.
Juga
berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, dia berkata
رقيت يوما على بيت حفصة فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم على حاجته مستقبل الشام مستدبر الكعبة (رواه البخاري ومسلم وأصحاب السنن)”
“Suatu hari saya
pernah naik di rumah Hafshoh, kemudian saya melihat Nabi sallallahu’alaihi wa
sallam membuang hajatnya dalam kondisi menghadap Syam dan membelakangi Ka’bah.”
HR. Bukhori, Muslim dan Ashabus sunan.
Juga
berdasarkan riwayat Abu Daud, Hakim bahwa Marwan Ashfar, dia berkata, "Aku
melihat Ibnu Umar mengarahkan hewan kendaraannya menghadap kiblat lalu dia
kencing ke arahnya. Maka aku katakan, 'Wahai Abu Abdurrahman, bukankah hal
tersebut dilarang?' Dia berkata, "Yang dilarang itu adalah apabila di
tempat terbuka, adapun jika ada penghalang antara dirinya dengan kiblat yang
dapat menutupinya maka hal itu tidak mengapa." (Abu Daud tidak berkomentar
dengan hadits ini. Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, sanadnya
hasan)
Ahmad, Abu
Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiallahu
anhuma, dia berkata,
. نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن نستقبل القبلة ببول فرأيته قبل أن يُقبض بعامٍ يستقبلها
"Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melarang menghadap kiblat saat kencing. Namun aku
melihatnya setahun sebelum kematiannya beliau menghadap kiblat (saat
kencing)."
Karena itu,
mayoritas ulama berpendapat dengan menggabungkan hadits-hadits yang ada. Yaitu
bahwa hadits Abu Hurairah dan semacamnya (yang melarang buang air menghadap
atau membelakangi kiblat) berlaku apabila buang air dilakukan di ruang terbuka
tanpa penghalang. Sedangkan hadits Jabir bin Abdullah dan Ibnu Umar radhiallahu
anhum (dibolehkannya buang air menghadap atau membelakangi kiblat) adalah
apabila buang air diakukan di dalam bangunan, atau adanya penghalang antara
dirinya dengan kiblat.
Dengan
demikian diketahui bahwa dibolehkannya menghadap kiblat atau membelakanginya
adalah apabila buang hajat dilakukan di dalam ruangan secara keseluruhan.
Kedua:
Adapun jika
ada rencana pembangunan yang belum dilaksanakan dan direncanakan ada kloset
yang menghadap atau membelakangi kiblat, maka yang lebih hati-hati adalah
merubahnya hingga buang hajat tidak menghadap atau membelakangi kiblat, sebagai
langkah keluar dari perselisihan dalam masalah ini. Jikapun tidak dirubah, maka
tidak mengapa baginya berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan."
(Fatawa
Lajnah Daimah, 5/97)
Wallahua'lam.
Sumber:http://islamqa.info
JAKARTA
26/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar