TASAWUF DALAM AL-QUR’AN
DAN HADTS ?
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Q. S. 50. Qof, A. 16).
Muqaddimah
Al Quran dan As-Sunnah adalah nash.
Setiap muslim kapan dan dimana pun dibebani tanggung jawab untuk memahami dan
melaksanakan kandungan dalam bentuk amalan yang nyata. Pemahaman terhadap nash
tanpa pengamalan akan menimbulkan kesenjangan.
Dalam hal inilah, tasawuf dalam
pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini
banyak disinggung dalam Al Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama
tasaawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al Quran,
As-Sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan
para sahabat tentu tidak keluar dari ruang lingkup Al Quran dan As Sunnah.
Dengan begitu, jutru dua sumber utama tasawuf adalah Al Quran dan As Sunnah itu
sendiri.
Tasawuf adalah usaha untuk membangun
manusia dalam hal tutur kata, perbuatan, serta gerak hati – baik dalam skala
kecil yaitu pribadi maupun dalam skala yang lebih besar – dengan menjadikan
hubungan kepada Alloh SWT sebagai dasar bagi semua itu.
Sehingga alquran dan hadis, keduanya
merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, baik bagi mereka yang hidup pada zaman yang masih sangat tradisional,
atau bagi mereka yang mampu mencapai peradaban yang gemilang.
Sumber Tasawuf Dalam
Islam ?
Nilai-nilai ajaran tauhid, fiqih dan
akhlaq sering dilihat kecenderungannya pada bentuk formalnya saja, khususnya
bidang ilmu yang mengambil bentuk prilaku lahiriyah sebagaimana yang tampak
dalam ilmu syari'at. Formalisme dalam ritual Islam dipandang amat merugikan,
maka Allah mengingatkan kita terhadap adanya bahaya formalisme, sebagaimana
firman Allah:
وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ
Artinya: "Dan sesungguhnya
Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang
disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan." (Q. S. 27.
An-Naml, A. 74).
Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan
sabda Rasul dalam kitab Al-Hadits menunjukkan secara jelas kepada kita bahwa
nilai-nilai spiritual itu memang ada, diantaranya sebagai berikut:
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: "Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka
kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: "Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q. S. 2.
Al-Baqarah, A. 186).
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Q. S. 50. Qof, A. 16).
فَوَجَدَا عَبْداً مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْماً
Artinya: "Lalu mereka bertemu
dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Q. S. 18.
Al-Kahfi, A. 65).
Demikian juga halnya dengan
Al-Hadits, diantara sekian banyak Hadits Rasul yang menjelaskan tentang
nilai-nilai spiritual, yang sering kita dengan dan kita ucapkan adalah:
"Dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu
datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu?
Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari berbangkit.
Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw.
menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di
bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw.
menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai
Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang
ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi
akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak
tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa
menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para
penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari
tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah
saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang
dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda:
Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka
tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia
datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka." (Shahih Muslim
No.10).
Ayat-ayat alquran yang
menjadi dasar tasawuf ?
Dari alquran, para sufi mengambil
pemikiran-pemikiran tentang hubungan antar manusia dengan tuhannya, juga
mengenai etika, tindakan, olah diri atau riyadhoh sebagai jalan mendekatkan
diri kepada Alloh. Thusi telah menjelaskan pada kita dalam kitabnya yang
berjudul al-Luma [5] bahwa para sufi senantiasa melakukan akhlak yang terpuji,
mengkaji arti kondisi dan keutamaan amal perbuatan, karena mensuri tauladani
nabi, sahabat, dan pengikutnya. Ini semua menurutnya ada dalam kitab suci
Alquran [6].
Hakikat tasawuf adalah mendekatkan
diri pada Alloh. Hal kedekatan ini disebutkan Alloh dalam Alquran:
وإذا سألك عبادي عني فإنى قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي واليؤمنوا بي لعلهم يرشدون. [7]
Jika hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka Aku sangat dekar dan mengabulkan seruan yang memanggil jika
Aku dipanggil.
Alloh dalam ayat itu mengatakan bahwa
ia dekat kepada manusia dan mengabulkan permintaan bagi setiap peminta. Maka
kaum sufi mengartikan doa di sini bukan sekadar berdoa, melainkan berseru agar
tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat tuhan dan berada dekat dengan-Nya.
Dengan kata lain, ia berseru agar tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya
kepada yang berseru. Tentang kedekatan dan pengabulan penampakan wajah tuhan
itu, dikemukakan dalam Alquran:
ولله المشرق و المغرب فأينما تولوا فثم وجه الله إن الله واسع عليم . [8]
Timur dan barat itu kepunyaan Alloh,
kemana pun saja kamu berpaling, di situ kamu menemukan wajah Tuhan.
Ayat ini mengandung arti bahwa dimana
saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan sangat dekat dan sang sufi tidak perlu pergi
jauh-jauh untuk menjumpai tuhan. Ayat yang lebih tegas mengenai kedekatan
manusia dengan Tuhan, bahkan lebih menyatakan realitas Tuhan yang berada dalam
diri manusia adalah:
ولقد خلقنا الإنسان ونعلم ما توسوس به نفسه ونحن اقرب اليه من حبل الوريد . [9]
Telah kami ciptakan manusia dan kami
tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepada manusia
dari pada urat pembuluh darah yang ada di lehernya.
Dari penjelasan mngenai hubungan
manusia dengan tuhannya itu, menciptakan sebuah jalan [10] bagi para sufi untuk
mendekatkan diri kepada Alloh yang diawali dari memerangi hawa nafsu. Seorang
menempuh jalan itu secara bertingkat dan akan mengalami fase-fase yang berbeda
yang dikenal dalam kalangan sufi sebagai maqomat (tingkatan-tingkatan spiritual)
dan ahwal (kondisi), yang akhirnya tingkatan dan kondisi tersebut berakhir pada
pengetahuan terhadap Alloh. Itu merupakan ujung dari jalan tersebut. Contoh
dari maqom-maqom tersebut adalah taubat, wara’, zuhud, fakir, sabar, ridho,
tawakkal, dan lain sebagainya.
Sedangkan hal adalah pengawasan diri,
kedekatan, kecintaan, ketakutan, harapan, kerinduan, kegembiraan, ketenangan,
yakin, dan lain sebagainya.
Maqam dan Ahwal Dalam
Tasawuf ?
Para sufi membedakan secara
terperinci mengenai maqom dengan hal. Maqom menurut mereka bercirikan sebuah
ketetapan, sedangkan hal adalah mudah hilang.
Keseluruhan maqomat dan hal para sufi merupakan objek-objek yang
bersandarkan pada Alquran. Oleh karena itu, kami akan mengungkapkan ayat-ayat
alquran yang dijadikan dasar maqomat dan hal tersebut. Misalnya dalam hal
memerangi hawa nafsu yang merupakan awal jalan menuju Alloh, bersandar pada
firmannya: “dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridoan) kami,
benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan
sesungguhnya Alloh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [11] Dan
firman Alloh: “dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah yang
menjadi tempat tinggalnya.” [12] Dan juga firman Alloh: “sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan.” [13] Sedangkan maqom taqwa bersandar pada
firman Alloh:
“sesungguhnya yang paling mulia di
sisi Alloh adalah yang paling takwa diantara kalian” [14]
Para sufi pun juga menyandarkan maqom zuhud pada ayat alquran:
“katakanlah! Bahwa kesenangan-kesenangan dunia adalah sedikit, sedangkan
akhirat adalah lebih baik bagi orang yang bertakwa.” [15]
Dan para sufi menyandarkan maqom tawakal pada ayat alquran “dan
barang siapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan
kebutuhannya.” [16] Dan pada ayat: “kepada Alloh lah orang-orang beriman
berserah diri.” [17]
Dan para sufi menyandarkan maqom syukur pada ayat alquran: “jika
kalian bersyukur, niscaya aku akan menambhkannya.” [18]
Sedangkan maqom sabar, para sufi menyandarkannya pada ayat Alquran,
“bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Alloh.” [19] Dan “berikanlah berita-berita gembira pada orang-orang
yang sabar.” [20]
Sedangkan maqom ridho disebutkan pula dalam firman Alloh: “Alloh ridho
terhadapnya , itulah keberuntungan yang paling besar.” [21]
Dan maqom haya’ (rasa malu) yang berlandaskan pada ayat: “tidakkah dia
mengetahui bahwasanya sesungguhnya Alloh melihat segala perbuatannya?”
Terdapat maqom fakir yang diartikan sebagai membutuhkan Alloh. Menurut para
sufi maqom ini berlandaskan pada ayat Alquran yang berbunyi: “(berinfaklah)
kepada orang-
orang fakir yang terikat (oleh jihad)
di jalan Alloh.” [22] Dan ayat: “Allohlah yang maha kaya, sedangkan kamu
kamulah orang-orang yang berkehendak kepada-Nya.” [23]
Dan terdapat pula maqom kecintaan antara hamba dengan
tuhannya. Ia dinyatakan secara jelas dalam Alquran: “hai orang-orang yang
beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya,maka kelak Alloh
akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka pun
mencintaiNya.” [24]
Sedangkan hal juga berlandaskan pada Alquran. Misalnya
dalam kondisi takut, maka dapat
dilandaskan pada firman Alloh: “dan mereka selalu berdoa kepada rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang kamu
berikan.” [25]
Dan kondisi berduka yang berlandaskan pada ayat: “dan mereka berkata,
segala puji bagi Alloh yang telah menghilangkan duka cita dari kami.”
Bahkan olah diri (riyadloh) sebagian para sufi, terutama yang paling urgent
yaitu dzikir, dapat ditemukan pula sumbernya dari Alquran: “hai orang-orang
yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Alloh, dzikir yang
sebanyak-banyaknya.” [26]
Doa bagi para sufi yang merupakan bagian dari olah diri
yang terbentuk dari adab-adab juga berlandaskan pada firman Alloh yang sangat
banyak. Misalnya adalah: “Berkatalah tuhan kalian! Berdoalah kepadaku, niscaya
aku akan mengabulkannya.” [27] Dan firman Alloh: “Atau siapakah yang
memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya.”
[28]
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://nadzifah31.blogspot.com
3.http://sufidemak.blogspot.com
JAKARTA 13/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar