BAGAIMANA PACARAN DALAM
ISLAM ?
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ
وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري)
“Dari Ibnu
Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata:
Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan
kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan
musafir kecuali beserta ada mahramnya” (muttafaq alaihi)
Muqaddimah
Istilah
pacaran yang dilakukan oleh anak-anak muda sekarang ini tidak ada dalam Islam.
Yang ada dalam Islam ada yang disebut “Khitbah” atau masa tunangan. Masa tunangan
ini adalah masa perkenalan, sehingga kalau misalnya setelah khitbah putus,
tidak akan mempunyai dampak seperti kalau putus setelah nikah. Dalam masa
pertunangan keduanya boleh bertemu dan berbincang-bincang di tempat yang aman,
maksudnya ada orang ketiga meskipun tidak terlalu dekat duduknya dengan mereka.
Karena pacaran itu akan membawa kepada perzinahan dimana zina adalah termasuk dosa besar, dan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu ayatnya berbunyi sebagaimana yang dikutip di awal tulisan ini. Ayat tersebut tidak mengatakan jangan berzina, tetapi jangan mendekati zina, mengapa demikian ? Karena biasanya orang yang berzina itu tidak langsung, tetapi melalui tahapan-tahapan seperti : saling memandang, berkenalan, bercumbu kemudian baru berbuat zina yang terkutuk itu.
Karena pacaran itu akan membawa kepada perzinahan dimana zina adalah termasuk dosa besar, dan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu ayatnya berbunyi sebagaimana yang dikutip di awal tulisan ini. Ayat tersebut tidak mengatakan jangan berzina, tetapi jangan mendekati zina, mengapa demikian ? Karena biasanya orang yang berzina itu tidak langsung, tetapi melalui tahapan-tahapan seperti : saling memandang, berkenalan, bercumbu kemudian baru berbuat zina yang terkutuk itu.
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)
“Dari Ibnu
Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian
pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat)
menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum
sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai
baginya” (muttafaq alaih)
Begitu juga
sebaliknya, Rasulullah saw dengan gamblang mengancam siapapun yang tidak
mengikuti sunnahnya (termasuk di dalamnya menikah) sebagai keluar dari golongannya.
Demikian ketegasan Rasulullah saw tercermin dalam haditsnya:
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه
البخاري)
“Dari Anas
ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur,
berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia
bukanlah dari golonganku”
Tips Tidak Pacaran:Menjaga
Keturunan ?
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ
ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ
الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa dihindari. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah ucapan, nafsu membayangkan dan menginginkan, dan kemaluan membenarkan itu semua ataupun mendustakannya.” [HR Al Bukhari (6243) dan Muslim (2657)]
1.Dilarang laki dan perempuan yang
bukan mahram untuk berdua-duaan.
Nabi Saw bersabda : “Apabila laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
berdua-duaan, maka yang ketiga adalah setan.” Setan juga pernah mengatakan
kepada Nabi Musa AS bahwa apabila laki dan perempuan berdua-duaan maka aku akan
menjadi utusan keduanya untuk menggoda mereka. Ini termasuk juga kakak ipar
atau adik perempuan ipar.
2.Harus menjaga mata atau pandangan, sebab mata itu kuncinya hati.
Dan pandangan itu pengutus fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina.
Oleh karena itu Allah berfirman : “Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah
mereka memalingkan pandangan mereka (dari yang haram) dan menjaga kehormatan
mereka dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata
mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka (An-Nur : 30-31).
3.Diwajibkan kepada kaum wanita untuk
menjaga aurat mereka, dan dilarang
mereka untuk memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali
untuk suaminya. Dalam hadits dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan
berpakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, memakai minyak wangi baunya
semerbak, memakai make up dan sebagainya, setiap langkahnya dikutuk oleh para
malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya.
Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga
(apalagi masuk surga).
4.Dengan ancaman bagi yang berpacaran atau berbuat zina. Misalnya
Nabi bersabda : “lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang atau
meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya).
Dalam hadits yang lain : “Barangsiapa yang minum (minuman keras) atau berzina,
maka Allah akan melepas imannya dalam hatinya, seperti seseorang melepaskan
peci dari kepalanya (artinya kalau yang sedang berzina itu meninggal ketika
berzina, ia tidak sempat bertobat lagi, maka dia meninggal sebagai orang kafir
yang akan kekal di neraka).
Hukum Berpacaran ?
Berpacaran
hukumnya haram karena banyak pelanggaran syariat yang terjadi padanya. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pacaran merupakan pintu menuju perzinaan.
Alasannya adalah karena perzinaan terjadi diawali dari pandangan mata, lalu timbul syahwat di dalam hati, akhirnya kemaluanlah yang menuntaskan syahwatnya itu. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
1. Pacaran merupakan pintu menuju perzinaan.
Alasannya adalah karena perzinaan terjadi diawali dari pandangan mata, lalu timbul syahwat di dalam hati, akhirnya kemaluanlah yang menuntaskan syahwatnya itu. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ
ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ
الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ
كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia pasti mendapatkannya, tidak bisa dihindari. Zina mata adalah memandang, zina lisan adalah ucapan, nafsu membayangkan dan menginginkan, dan kemaluan membenarkan itu semua ataupun mendustakannya.” [HR Al Bukhari (6243) dan Muslim (2657)]
Allah ta’ala telah melarang kita untuk mendekati zina, aplagi dari sampai melakukannya. Allah ta'ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya ia adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” [QS Al Isra`: 32]
2. Dalam pacaran, terjadi persentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram, dari mulai berpegangan tangan hingga berciuman.
Hal ini diharamkan berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah
lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [HR Ath Thabrani (486). Hadits
shahih]
3. Dalam pacaran, terjadi saling memandang antara pria dan wanita yang bukan mahram.
Hal ini diharamkan berdasarkan firman Allah ta’ala:
3. Dalam pacaran, terjadi saling memandang antara pria dan wanita yang bukan mahram.
Hal ini diharamkan berdasarkan firman Allah ta’ala:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ
الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [QS An Nur: 30-31]
4. Pacaran menyebabkan hilangnya rasa malu seorang wanita terhadap lelaki yang bukan mahramnya.
Hal ini berbeda jauh dengan keadaan wanita pada masa kenabian dan pada masa awal-awal Islam di mana mereka itu memiliki sifat malu dan menjaga kehormatan diri yang sangat besar. Keadaan ini digambarkan di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ
الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا
“Nabi صلى الله عليه وسلم lebih pemalu daripada gadis perawan
di balik tirainya.” [HR Al Bukhari (3562) dan Muslim (2320)]
Ikhtitam
Rabbana hablana min azwajina wa
zurriyatina qurrata a’yunin, waj’alna lil muttaqiina imaama.
Artinya: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74).
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.http://dakwahquransunnah.blogspot.com
3.http://www.google.co.id
4.http://www.nu.or.id
JAKARTA
10/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar