MENGQADHA’ Shalat ?
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya
shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
Muqaddimah
Shalat
fardhu yang tidak dilaksanakan pada waktunya baik karena ketiduran atau lupa,
maka hukumnya wajib
diqadha pada waktu yang lain segera setelah dia ingat. Kecuali bagi wanita haid
dan nifas maka sholat yang ditinggalkan tidak boleh diqadha bahkan haram. Hal
ini berdasarkan sabda Rosululloh saw,
مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan salat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu.” (HR. Bukhori Muslim)
مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan salat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu.” (HR. Bukhori Muslim)
Para ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwa shalat
merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang baligh, berakal, suci yaitu tidak
dalam keadaan haidh maupun nifas, tidak dalam keadaan gila atau kehilangan
kesadaran. Shalat adalah ibadah badaniyah yang tidak ada penggantinya, maka
tidak boleh seseorang melakukan shalat untuk orang lain..
Orang yang meninggalkan shalat maka wajib atasnya
hukuman baik di akherat maupun di dunia. Adapun hukum di akherat, sebagaimana
firman Allah swt :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ﴿٤٢﴾
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾
Artinya “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat.” (QS. Al Mudatsir : 42 – 43)
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾
Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un : 4 – 5)
Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang meninggalkan shalat
secara sengaja maka telah lepas tanggung jawab Allah dan Rasul-Nya atas
dirinya.” (HR. Ahmad)
Pengertian Qadha’ ?
1.
Ada’ [arab: أداء] : melaksanakan shalat pada waktu yang telah
ditentukan. Inilah cara mengerjakan shalat dalam kondisi normal, sebagaimana
jadwal shalat yang telah dimaklumi bersama.
2.
Qadha [arab: قضاء] : melaksanakan shalat setelah batas waktu
yang ditetapkan. Ini hanya boleh dikerjakan dalam kondisi tertentu, yang nanti
akan dibahas.
3.
I’adah [arab: إعادةُ] : Mengulangi shalat wajib, karena shalat
sebelumnya dinilai batal dengan sebab tertentu, namun masih dalam rentang waktu
shalat. Misal, orang shalat dzuhur tanpa bersuci karena lupa, kemudian dia
mengulangi shalat tersebut sebelum waktu dzuhur selesai.
4.
Jamak : melaksanakan shalat yang digabungkan dengan shalat sebelumnya atau
sesudahnya. Jamak hanya boleh dilakukan dengan syarat dan ketentuan tertentu,
Anjuran Segera
Mengqadha’ Shalat ?
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barang
siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka
penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا
“Sesungguhnya
ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut menyia-nyiakan
shalat adalah mereka yang menunda shalat, hingga masuk waktu shalat berikutnya.
Siapa yang ketiduran hingg telat shalat maka hendaknya dia laksanakan ketika
bangun…” (HR. Muslim)
Hukum Mengqadha’ Shalat ?
Ulama berbeda
pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama berpendapat, dia tetap wajib
mengqadha shalatnya dan dia berdosa karena perbuatannya, selama belum
sungguh-sungguh bertaubat. Sementara pendapat yang dikuatkan syaikhul islam, qadha shalat yang dia
kerjakan tidak sah, karena berarti dia melaksanakan shalat di luar waktu tanpa
udzur (alasan) yang dibolehkan. Syaikhul Islam mengatakan,
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف
“Orang yang
meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak disyariatkan meng-qadhanya. Dan jika
dilakukan, shalat qadhanya tidak sah. Namun yang dia lakukan adalah
memperbanyak shalat sunah. Ini meruapakan pendapat sebagian ulama masa silam.”
(Al-ikhtiyarot, hlm. 34).
فإن حصل للمسلم عذر كالنوم والنسيان ولم يتمكن من فعل الصلاة في وقتها ، فإنه يجب عليه إذا زال العذر أن يقضي الصلاة ، ولو كان ذلك في وقت من أوقات النهي . وهو قول جمهور العلماء . انظر : المغني (2/515)
Jika seorang
muslim memiliki udzur, seperti ketiduran atau kelupaan, sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka wajib baginya untuk
mengqadha shalat ketika sudah sadar, meskipun di waktu yang terlarang. Ini
merupakan pendapat mayoritas ulama. Simak Al-Mughni (2/515). (Fatawa Islam, no.
20013)
Dalam Fatwa
Sayabakah Islamiyah dinyatakan,
فمن صلى بغير وضوء ناسياً، ثم تذكر ذلك ولو بعد خروج وقت الصلاة، توضأ وأعاد صلاته ولا إثم عليه ما دام فعل ذلك نسياناً، لقوله صلى الله عليه وسلم ” إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ” رواه ابن ماجه والبيهقي وغيرهما
“Orang yang
shalat tanpa wudhu karena lupa, kemudian dia baru teringat, meskipun sudah
keluar waktu shalat, dia harus berwudhu dan mengulangi shalatnya. Dia tidak
berdosa, selama itu dilakukan karena lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku karena
keliru, lupa, atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang lainnya. (Fatawa
Syabakah Islamiyah, no. 27116)
1.Shalat
fardhu yang tidak dilaksanakan pada
waktunya baik karena ketiduran atau lupa, maka harus diganti pada waktu yang
lain segera setelah dia ingat. Kecuali bagi wanita haid dan nifas (keluar darah
setelah melahirkan). Berdasarkan hadits sahih:
مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan salat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Di hadits lain Nabi bersabda:
إذا نسِيَ أحدٌ صلاةً أو نام عنها فلْيَقضِها إذا ذكَرها
Artinya: Apabila seseorang tidak solat karena lupa atau tertidur, maka
hendaknya dia mengqodho ketika ingat.
Berdasarkan kedua hadits di atas, mayoritas (jumhur) ulama fiqh dari keempat madzhab berpendapat bahwa (a) wajib mengqadha shalat karena meninggalkan salat itu dosa dan mengqadha (mengganti)-nya itu wajib; (b) sangat dianjurkan memohon ampun pada Allah (istighfar), bertaubat dan memperbanyak salat sunnah.
2. Adapun waktu meng-qadha shalat adalah sesegera mungkin saat seseorang ingat. Kalau, misalnya tidak melakukan shalat subuh kemudian ingat pada saat solat dzuhur, maka ia harus mendahulukan shalat qadha-nya yakni solat subuh, baru kemudian shalat dhuhur. Kecuali apabila waktu shalat dhuhur-nya sangat sempit sehingga kalau mendahulukan qadha maka dhuhurnya akan ketinggalan. Dalam kasus seperti ini, maka shalat dhuhur didahulukan.
Imam Nawawi (Yahya bin Syaraf Abu Zakariya An Nawawi) dalam kitabnya Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim شرح النووي على مسلم mengomentari hadits seputar qodho solat demikian:
Berdasarkan kedua hadits di atas, mayoritas (jumhur) ulama fiqh dari keempat madzhab berpendapat bahwa (a) wajib mengqadha shalat karena meninggalkan salat itu dosa dan mengqadha (mengganti)-nya itu wajib; (b) sangat dianjurkan memohon ampun pada Allah (istighfar), bertaubat dan memperbanyak salat sunnah.
2. Adapun waktu meng-qadha shalat adalah sesegera mungkin saat seseorang ingat. Kalau, misalnya tidak melakukan shalat subuh kemudian ingat pada saat solat dzuhur, maka ia harus mendahulukan shalat qadha-nya yakni solat subuh, baru kemudian shalat dhuhur. Kecuali apabila waktu shalat dhuhur-nya sangat sempit sehingga kalau mendahulukan qadha maka dhuhurnya akan ketinggalan. Dalam kasus seperti ini, maka shalat dhuhur didahulukan.
Imam Nawawi (Yahya bin Syaraf Abu Zakariya An Nawawi) dalam kitabnya Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim شرح النووي على مسلم mengomentari hadits seputar qodho solat demikian:
حاصل المذهب : أنه إذا فاتته فريضة وجب قضاؤها ، وإن فاتت بعذر استحب قضاؤها على الفور ويجوز التأخير على الصحيح . وحكى البغوي وغيره وجها : أنه لا يجوز وإن فاتته بلا عذر [ ص: 308 ] وجب قضاؤها على الفور على الأصح ، وقيل : لا يجب على الفور ، بل له التأخير ، وإذا قضى صلوات استحب قضاؤهن مرتبا ، فإن خالف ذلك صحت صلاته عند الشافعي ومن وافقه سواء كانت الصلاة قليلة أو كثيرة
Kesimpulan madzhab (atas hadits qadha): bahwasanya apabila tertinggal satu solat fardhu, maka wajib mengqadh-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunnahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang sahih.
Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadha. Kalau lalainya solat tanpa udzur, maka wajib mengqadha sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih sahih.
Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadha. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadha beberapa solat fardhu, maka disunnahkan mengqadha-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka solatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik solat yang tertinggal sedikit atau banyak.
Para ulama memberikan penjelasan bahwa bila ia tidak
melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa
adanya udzur (halangan syar’i), maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan
melakukan kesunnahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka meng-qadha dengan segera hukumnya
sunnah saja.
Apakah wajib mengurutkan shalat yang ditinggalkan?
Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut:
Pertama, sunnah
mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur.
Contoh; seseorang tertidur sebelum masuk waktu Dhuhur
dan ia bangun pada waktu shalat Isya', berarti ia meninggalkan shalat Dhuhur,
Ashar dan Maghrib, maka dalam meng-qadhanya ia sunah mendahulukan shalat Dhuhur
atas Ashar dan mendahulukan shalat Ashar atas shalat Maghrib
Kedua, wajib tertib
bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur.
Contoh; seseorang meninggalkan shalat Dhuhur dan Ashar
karena tanpa ada udzur, misalnya tidur sudah masuk waktu shalat atau
karena malas, maka dalam meng-qadhanya ia wajib mendahulukan shalat Dhuhur atas
shalat Ashar.
Namun, Imam Ramli berpendapat bahwa
mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak hukumnya sunnah,
baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian karena
ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah yang
dipilih Syaikh Zainuddin Al-Malibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi
Muhimmati ad-Din.
Dalam Kitab Safinatunnaja hal 45 dikatakan, “Udzurnya sholat hanya ada dua : Karena tidur; dan karena lupa.”
حاصل المذهب : أنه إذا فاتته فريضة وجب قضاؤها ، وإن فاتت بعذر استحب قضاؤها على الفور ويجوز التأخير على الصحيح . وحكى البغوي وغيره وجها : أنه لا يجوز وإن فاتته بلا عذر وجب قضاؤها على الفور على الأصح ، وقيل : لا يجب على الفور ، بل له التأخير ، وإذا قضى صلوات استحب قضاؤهن مرتبا ، فإن خالف ذلك صحت صلاته عند الشافعي ومن وافقه سواء كانت الصلاة قليلة أو كثيرة
“Kesimpulan madzhab (atas hadits qadha): bahwasanya apabila tertinggal satu solat fardhu, maka wajib mengqadh-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunnahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang sahih. Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadha apabila lalainya solat tanpa udzur, maka wajib mengqadha sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih sahih. Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadha. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadha beberapa solat fardhu, maka disunnahkan mengqadha-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka solatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik solat yang tertinggal sedikit atau banyak. “
(Kitab Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim hal 308)
مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كان بعذر وجب على التراخي
“Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.”
(Kitab Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah juz I hal 755)
Mengqadha Sholat Bertahun-tahun ?
Jika seseorang mempunyai hutang sholat dengan jumlah banyak, seperti tidak sholat selama bertahun-tahun maka dia harus mengqadha sholat sejumlah yang dia yakini telah meninggalkannya.
شَكَّ فِى قَدْرِفَوَائِتَ عَلَيْهِ لَزِمَهُ الاِتْيَانُ بِكُلِّ مَالَمْ يَتَيَّقَنْ فِعْلَهُ كَمَا قَلَ اِبْنُ حَجَرٍوَمَ ر. وَقَالَ القَفَّالُ: يَقْضِى مَا تَحَقَّقَ تَرْكَهُ.
"Seseorang yang ragu mengenai jumlah shalat-shalat yang ia tinggalkan, maka wajib baginya untuk melakukan shalat yang ia yakini telah meninggalkannya, hal ini sebagaimana pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli, Imam Qoffal berkata: Dia harus mengqadla shalat sesuai apa yang telah yakin ia meninggalkanya." (Kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 36)
Dalam Kitab Safinatunnaja hal 45 dikatakan, “Udzurnya sholat hanya ada dua : Karena tidur; dan karena lupa.”
حاصل المذهب : أنه إذا فاتته فريضة وجب قضاؤها ، وإن فاتت بعذر استحب قضاؤها على الفور ويجوز التأخير على الصحيح . وحكى البغوي وغيره وجها : أنه لا يجوز وإن فاتته بلا عذر وجب قضاؤها على الفور على الأصح ، وقيل : لا يجب على الفور ، بل له التأخير ، وإذا قضى صلوات استحب قضاؤهن مرتبا ، فإن خالف ذلك صحت صلاته عند الشافعي ومن وافقه سواء كانت الصلاة قليلة أو كثيرة
“Kesimpulan madzhab (atas hadits qadha): bahwasanya apabila tertinggal satu solat fardhu, maka wajib mengqadh-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunnahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang sahih. Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadha apabila lalainya solat tanpa udzur, maka wajib mengqadha sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih sahih. Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadha. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadha beberapa solat fardhu, maka disunnahkan mengqadha-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka solatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik solat yang tertinggal sedikit atau banyak. “
(Kitab Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim hal 308)
مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كان بعذر وجب على التراخي
“Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.”
(Kitab Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah juz I hal 755)
Mengqadha Sholat Bertahun-tahun ?
Jika seseorang mempunyai hutang sholat dengan jumlah banyak, seperti tidak sholat selama bertahun-tahun maka dia harus mengqadha sholat sejumlah yang dia yakini telah meninggalkannya.
شَكَّ فِى قَدْرِفَوَائِتَ عَلَيْهِ لَزِمَهُ الاِتْيَانُ بِكُلِّ مَالَمْ يَتَيَّقَنْ فِعْلَهُ كَمَا قَلَ اِبْنُ حَجَرٍوَمَ ر. وَقَالَ القَفَّالُ: يَقْضِى مَا تَحَقَّقَ تَرْكَهُ.
"Seseorang yang ragu mengenai jumlah shalat-shalat yang ia tinggalkan, maka wajib baginya untuk melakukan shalat yang ia yakini telah meninggalkannya, hal ini sebagaimana pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli, Imam Qoffal berkata: Dia harus mengqadla shalat sesuai apa yang telah yakin ia meninggalkanya." (Kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 36)
Sumber:1.http://www.konsultasisyariah.com
2.http://fiqhmenjawab.blogspot.com
JAKARTA
31/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar