RIDHA KACAMATA SUFI ?
أولئك كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ الإيمان وأيَّدَهُمْ
برُوحٍ منْهُ ويدخِلهم جنتٍ تجرى من تحتها الأنهارُ خلدين فيها. رضى الله عنهم
ورضوا عنه. أولئك حزبَ اللهِ. ألا إنَّ حزب اللهِ همُ المُفلحونَ.
“Mereka itulah orang-orang yang
telah menamakan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang dari pada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho
terhadap mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesunggunya hizbullah
itu adalah golongan yang beruntung.”( QS. Al-Mujadillah [58]: 22 )
“Dan keredhaan Allah adalah lebih
besar.” (QS.At-Taubah:72)
”Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS 98: 8).
”Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS 98: 8).
Anas bin malik meriwayatkan dari Nabi
saw, beliau bersabda :
اِنَّ اللهَ اِذَا اَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ لَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ عَلَيْهِ السُّخْطِ
“Sesungguhnya jika Allah menyayangi suatu kaum maka Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha maka baginya kerdihaan Allah dan siapa yang marah maka baginya murka Allah s.w.t.”
اِنَّ اللهَ اِذَا اَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ لَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ عَلَيْهِ السُّخْطِ
“Sesungguhnya jika Allah menyayangi suatu kaum maka Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha maka baginya kerdihaan Allah dan siapa yang marah maka baginya murka Allah s.w.t.”
Muqaddimah
Ridha berasal dari kata radhiyah yang memiliki arti “rela” dan “menerima dengan suci hati”. Sedangkan menurut istilah, ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Ridha hamba terhadap hukum Allah. ORang yang ridha terhadap hukum Allah akan senantiasa menjalankan perintah Allah dengan ikhlas, selalu bersyukur dan menjauhi segala yang dibenci Allah swt.
Ridha Allah terhadap hamba-Nya. Jika Allah swt. meridhai hamba-Nya, Ia akan memberikan tambahan kenikmatan, pahala dan meninggikan derajat hamba-Nya tersebut.
Rida adalah puncak daripada kecintaan yang diperoleh seorang sufi selepas
menjalani proses ‘ubudiyyah yang panjang kepada Allah SWT. Rida
merupakan anugerah kebaikan yang diberikan Tuhan atas hambaNya daripada
usahanya yang maksima dalam pengabdian dan munajat. Rida juga merupakan
manifestasi amal soleh sehingga memperoleh pahala daripada kebaikannya
tersebut.
“Dan keredhaan Allah adalah lebih besar.” (QS.At-Taubah:72)
”Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS 98: 8).
“Hai jiwa yang tenang kembali kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu.”(QS.Al-Fajr:27-30)
Ridha berasal dari kata radhiyah yang memiliki arti “rela” dan “menerima dengan suci hati”. Sedangkan menurut istilah, ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Ridha hamba terhadap hukum Allah. ORang yang ridha terhadap hukum Allah akan senantiasa menjalankan perintah Allah dengan ikhlas, selalu bersyukur dan menjauhi segala yang dibenci Allah swt.
Ridha Allah terhadap hamba-Nya. Jika Allah swt. meridhai hamba-Nya, Ia akan memberikan tambahan kenikmatan, pahala dan meninggikan derajat hamba-Nya tersebut.
Rida adalah puncak daripada kecintaan yang diperoleh seorang sufi selepas
menjalani proses ‘ubudiyyah yang panjang kepada Allah SWT. Rida
merupakan anugerah kebaikan yang diberikan Tuhan atas hambaNya daripada
usahanya yang maksima dalam pengabdian dan munajat. Rida juga merupakan
manifestasi amal soleh sehingga memperoleh pahala daripada kebaikannya
tersebut.
“Dan keredhaan Allah adalah lebih besar.” (QS.At-Taubah:72)
”Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS 98: 8).
“Hai jiwa yang tenang kembali kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu.”(QS.Al-Fajr:27-30)
Para Sufi Menggapai
RidhaNya ?
1. Al-Fudhoil
bin Iyadh : Derajat ridho terhadap Allah setara dengan derajat Al-Muqorobin (orang-orang yang
mendekatkan diri); tidak ada antara mereka dan Allah kecuali ketentraman dan
rezeki bala’ bencana dijauhkan dari umat manusia.
2. Dzun
An-Nun Al-Mishri : jika kalian ingin menjadi wali abdal, maka cintailah apa
yang menjadi kehendak Allah, dan barangsiapa yang menyukai apa yang menjadi
kehendak Allah, maka tidak turun kepadanya segala takdir dan hukum ketentuan
Allah sedikit pun kecuali ( ia suka terima dengan suka cita )
3. Muzhoffar
Al-Qirmisini : Barang siapa yang diberi perlindungan Allah ke dekat-Nya, maka
ia harus ridho kepada-Nya dengan segala ketentuan takdir yang berlaku padanya,
sebab tidak ada sungut kedongkolan (Tasakhuth) di atas hamparan qurbah (
Kedekatan ).
4. Abdul
Wahid bin Zaid : Ridho adalah pintu yang teragung, surga dunia, dan tempat
istirahat orang-orang ahli ibadah (Mustaraha al-abidin).
5. Abu
Al-Hasan Asy-Syadzili : Ada dua kebaikan yang tidak akan membawa madhorot
bersamanya keburukan sebanyak apapun: Ridho menerima Qodho’ ketetapan Allah dan
memaafkan hamba-hamba Allah.
6. Sa’id
An-Nabbahi : Andai aku diberi do’a yang mustajab, aku tidak akan memohon surga
firdaus, akan tetapi aku hanya ingin memohon keridhoan, sebab ia adalah
penyegeraan surga di dunia.
7. Abu
Abdullah Al-Baratsi : Tidak akan menolak kiamat para pemuncak derajat dari
kalangan orang-orang yang ridho, maka ia telah mencapai derajat tertinggi.
8. Diriwayatkan
dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata : salah seorang ulama yang tidak disebut
namanya pernah di tanya, “Dengan apa gerangan ahli ridho mencapai keridhoan?”
Ia menjawab, “Dengan makrifat, dan sesunggunya ridho merupakan salah satu dahan
makrifat,”.
9.Bagi al-Ghazali kelebihan rida
Allah SWT merupakan manifestasi daripada
keredhaan hamba.Rida terikat dengan nilai penyerahan diri kepada
Tuhan yang bergantung kepada usaha manusia dalam berhubungan dengan
Tuhannya agar sentiasa dekat dengan Tuhannya.
10.Syaikh Abu `Ali al-Daqqaq menyatakan bahawa seorang sufi tidak merasa terbeban dengan hukum dan qadar Allah Ta’ala.Adalah suatu kewajiban bagi seorang sufi untuk rela di atas ketentuan dan qadar Ilahi sesuai khittah yang ditetapkan syari’at. Rida pada prinsipnya adalah kehormatan tertinggi bagi seorang individu sehingga ia dengan sengaja membuka dirinya kepada kebahagiaan di dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana’ ini.
11.Ibn Khatib mengatakan: “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan (takdir) Allah Ta’ala dan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan Allah Ta’ala.”
keredhaan hamba.Rida terikat dengan nilai penyerahan diri kepada
Tuhan yang bergantung kepada usaha manusia dalam berhubungan dengan
Tuhannya agar sentiasa dekat dengan Tuhannya.
10.Syaikh Abu `Ali al-Daqqaq menyatakan bahawa seorang sufi tidak merasa terbeban dengan hukum dan qadar Allah Ta’ala.Adalah suatu kewajiban bagi seorang sufi untuk rela di atas ketentuan dan qadar Ilahi sesuai khittah yang ditetapkan syari’at. Rida pada prinsipnya adalah kehormatan tertinggi bagi seorang individu sehingga ia dengan sengaja membuka dirinya kepada kebahagiaan di dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana’ ini.
11.Ibn Khatib mengatakan: “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan (takdir) Allah Ta’ala dan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan Allah Ta’ala.”
12.Ridha menurut sufi wanita Rabi'ah
al-Adawiyah mengatakan:''kapan seorang hamba menjadi orang yg ridha? lalu
Rabi'ah menjawab, ''Bila kegembiraanya waktu ditimpa bencana sama dengan
kegembiraanya dikala mendapat karunia''.
13.Suatu ketika Ali bin Abi Thalib
mendapati ‘Ady bin Hatim tengah bersedih. Beliau bertanya, Mengapa kamu
bermuram durja? Ady menjawab, Apa tidak boleh, sedangkan dua anakku baru saja
terbunuh, pun mataku baru saja tercungkil?†Ali bertutur, Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap ketetapan Allah
maka sesungguhnya ketetapan Allah itu tetap terjadi dan amalan orang itu pun
terhapus.
14.Adalah Abu Darda mengunjungi seseorang yang menjelang ajal sambil memuji Allah swt. Abu Darda berujar, Anda benar. Sesungguhnya jika Allah menetapkan sesuatu Dia senang jika diridhai.
15.Hasan al-Bashri berkata, Barangsiapa ridha terhadap bagiannya, Allah akan meluaskan dan memberkahinya. Begitu pula sebaliknya.
16.Umar bin Abdul Aziz berkata, Aku tidak memiliki kebahagiaan selain menerima apa yang ditakdirkan bagiku. Dan beliau pernah ditanya, Dan apa yang paling anda senangi?, beliau menjawab, Semua yang ditetapkan oleh Allah.
17.Abdul wahid bin Zaid berkata, Ridha adalah pintu Allah yang terbesar, surga dunia dan tempat istirahatnya para ahli ibadah.
Tingkatan Ridha ?
14.Adalah Abu Darda mengunjungi seseorang yang menjelang ajal sambil memuji Allah swt. Abu Darda berujar, Anda benar. Sesungguhnya jika Allah menetapkan sesuatu Dia senang jika diridhai.
15.Hasan al-Bashri berkata, Barangsiapa ridha terhadap bagiannya, Allah akan meluaskan dan memberkahinya. Begitu pula sebaliknya.
16.Umar bin Abdul Aziz berkata, Aku tidak memiliki kebahagiaan selain menerima apa yang ditakdirkan bagiku. Dan beliau pernah ditanya, Dan apa yang paling anda senangi?, beliau menjawab, Semua yang ditetapkan oleh Allah.
17.Abdul wahid bin Zaid berkata, Ridha adalah pintu Allah yang terbesar, surga dunia dan tempat istirahatnya para ahli ibadah.
Tingkatan Ridha ?
Ada tiga darjat rida yang disimpulkan
oleh Abdullah al-Ansari al-Harawi dalam Kitab Manazil Sairin, yaitu :
1. Rida secara umum, iaitu rida kepada Allah sebagai Rabb dan
membenci ibadah kepada selainNya. Rida kepada Allah sebagai
Rabb ertinya tidak mengambil penolong selain Allah yang
diserahkan kekuasaan untuk menangani dirinya dan menjadi
tumpuan keperluannya;
2. Rida terhadap Allah. Dengan rida inilah dibacakan ayat-ayat yang
diturunkan. Rida terhadap Allah meliputi rida terhadap qadha dan
qadarNya yang merupakan perjalanan orang-orang khawwas;
3. Rida dengan rida Allah. Seorang hamba tidak melihat hak untuk
rida atau marah lalu mendorongnya untuk menyerahkan keputusan dan pilihan kepada Allah. Dia tidak mahu melakukannya sekalipun akan diceburkan ke dalam nyalaan api.
1. Rida secara umum, iaitu rida kepada Allah sebagai Rabb dan
membenci ibadah kepada selainNya. Rida kepada Allah sebagai
Rabb ertinya tidak mengambil penolong selain Allah yang
diserahkan kekuasaan untuk menangani dirinya dan menjadi
tumpuan keperluannya;
2. Rida terhadap Allah. Dengan rida inilah dibacakan ayat-ayat yang
diturunkan. Rida terhadap Allah meliputi rida terhadap qadha dan
qadarNya yang merupakan perjalanan orang-orang khawwas;
3. Rida dengan rida Allah. Seorang hamba tidak melihat hak untuk
rida atau marah lalu mendorongnya untuk menyerahkan keputusan dan pilihan kepada Allah. Dia tidak mahu melakukannya sekalipun akan diceburkan ke dalam nyalaan api.
Keisimewaan Ridha ?
1.Diriwayatkan dari Aisyah ra., dari
Nabi beliau bersabda : Barang siapa ridho terhadap Allah, maka Allah ridha
terhadapnya.
2.Di riwayatkan dari Sulaiman bin
Al-Mughiroh, ia berkata : Salah satu wahyu yang di berikan Allah kepada Dawud
adalah Hai Dawud, sesunggunya kau tidak menghadap-Ku dengan amalan
yang lebih bisa membuatku ridho terhadapmu dan lebih bisa menghapus dosamu dari
pada ridho dengan Qodho’ ketetapan-Ku, dan kau tidak menghadap-Ku dengan amalan
yang lebih memperbesar dosamu dan lebih mengundang kemurkaan-Ku kepada-Mu dari
pada sikap angkuh tak kenal terima kasih (al-bathar). Jadi, jauhilah olehmu sikap
angkuh tak kenal terima kasih, hai Dawud!
3.Di riwayatkan dari Wahb bin
Munabbah, ia berkata : Aku temukan (firman Allah) di dalam Kitab Zabur Dawud: Hai
Dawud, tahukah kau siapa manusia yang paling cepat melintas di atas jembatan
shiroth? Mereka adalah orang-orang yang ridho dengan hukum ketentuan-Ku dan
bibir mereka selalu basah oleh dzikir kepada-Ku.”
4.Di riwayatkan dari Umar bin Dzarr,
ia bercerita : kami memperoleh khabar bahwa Ummu Darda pernah mengatakan: Sesunggunnya
orang-orang yang ridho dengan Qodho’ Allah, yang puas menerima segala yang
ditetapkan Allah untuk mereka, memiliki sebuah manar ( tribun bercahaya ) di
dalam surga yang di cemburui oleh para syuhada pada hari kiamat kelak.
5.Diriwayatkan oleh Umar dari Nabi,
beliau bersabda: Allah berfirman: Seorang pemuda yang mempercayai takdir-Ku,
ridho dengan ketetapan-Ku qona’ah menerima rezeki-Ku, meninggalkan syahwat
hedonik kesenangan demi Aku, bagi-Ku sama seperti beberapa malaikat-Ku.
Ikhtitam
“Hai jiwa yang tenang kembali kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu.”(QS.Al-Fajr:27-30)
“Hai jiwa yang tenang kembali kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu.”(QS.Al-Fajr:27-30)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://alhanif1305.blogspot.com
3.http://belajarilmutasawuf.blogspot.com. JAKARTA 3/3/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar