SUMBER HUKUM AGAMA ISLAM
Muqaddimah
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang
melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata
(Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu
yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.
Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama
Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat
Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama
Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni
kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam
terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada
masyarakat atau kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib
diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa
(4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak)
Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu
...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah,
kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka
sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun
sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab
hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu
pengetahuan.
Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber
utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW
bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak
akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab
Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan
ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan
memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman
manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta
mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari
keduanya.
1. al-Quran
a. Pengertian al-Quran
Al-Quran menurut bahasa berarti
bacaan, sedangkan menurut istilah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad (baik makna maupun redaksinya) melalui perantaraan malaikat
Jibril.
Al-Quran turun secara
berangsur-angsur dalam tenggang waktu kurang lebih 23 tahun, yaitu sejak
Muhammad bin Abdullah diangkat sebagai Nabi dan Rosul hingga beliau wafat.
Al-Quran terdiri dari 30 juz, 114
surat dan 6.236 ayat. Ayat-ayat yang turun pada periode Makkah (Ayat Makkiyah)
sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat. Sedangkan ayat-ayat yang
turun pada periode Madinah (ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat yang tercakup
dalam 28 surat.
Ayat-ayat Makiyah pada umumnya
mengandung nuansa sastra yang kental, karena itu ayat-ayatnya pendek-pendek.
Isinya banyak mengedepankan prinsip-prinsip dasar kepercayaan dan meletakkan
kaidah-kaidah umum syariah dan akhlak. Adapun ayat Madaniyah menerangkan aspek
syariah baik menyangkut peraturan tentang ibadah maupun muamalah dan akhlak.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini
oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan
kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan
kelak.
2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang
harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan
demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik
dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan
individual maupun kehidupan sosial.
4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau.
Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan
Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta
mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon
yang berbuah pahit rasanya.
5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni
zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat
dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila
sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu
keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan
terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.
b. Kedudukan
al-Quran
Al-Quran merupakan sumber huku Islam
pertama. Hal ini didasarkan pada surat al-Imron :132
c. Fungsi
al-Quran
Al-Quran merupakan mukjizat
Rosulullah Muhammad, yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim.
Al-Quran juga berfungsi sebagai koreksi atas kitab-kitab sebelumnya. Al-Quran
menjadi rahmat, hidayah, dan syafaat bagi seluruh manusia. Ajaran al-Quran
selalu sesuai kebutuhan manusia dalam kancah kehidupan dan cocok dengan fitrah
manusia. Sebagai pedoman hidup manusia, Al-Quran dijamin kemurniannya oleh
Allah.
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah,
antara lain:
- Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
- Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
- Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
- Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
- Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
2.Pengertian
Hadits
Hadits secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya
kabar atau sesuatu yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan,
perbuatan dan ketetapan atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw.
Termasuk juga dalam hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits
juga disebut sunnah. Dan Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam
kedua setelah Al-Qur'an.
Hadits dilihat dari segi materinya
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;
o
Hadits qauliyah yaitu hadits atas dasar
perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw.
o
Hadits fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan
yang dilakukan nabi Muhammad Saw.
o
Hadits
taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang
dilakukan para sahabatnya.
Adapun jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber
berita, hadits itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir
(diriwayatkan oleh banyak orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad
(diriwayatkan tidak banyak orang).
Para ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;
1.Hadits Shahih, yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya
bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak memiliki cacat (illat)
2.Hadits Hasan, yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya
bersambung sampai Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak
berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.
3.Hadits Dhaif, yaitu hadits
yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi
syarat-syarat hadits hasan.
Hadits Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi
menjadi tiga macam:
a.Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh tiga orang rawi atau lebih, dan belum mencapai derajat mutawatir.
b.Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh dua orang rawi, walaupun perawi itu dalam satu tingkatan saja.
c.Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad.
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm
hokum Islam diantaranya sebagai berikut;
1.Sebagai sumber hukum Islam yang
kedua setelah Al-Qur'an.
Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun
dijelaskan dalm Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut
sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk
penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau
bahkan haram. Sebagai sumber hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam
hadist juga wajib ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman
Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya".
(QS. Al-Hasyr: 7)
2.Sebagai penguat hukum yang sudah
disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang
saling mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah
SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits
nabi.
3.Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.
Ayat-ayat
Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw.
misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada
penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya
menjelaskan tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya
tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.
4.Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an
Hadits merupakan sumber hukum
yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi
menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an.
Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki menikah dengan bibi istrinya
secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang artinya: "dilarang
mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan dengan saudara perempuan
dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, Rasulullah Saw
merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat hukum. Hal ini
sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.
Macam-macam As-Sunnah:
ditinjau dari bentuknya
1. Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan
Rasulullah
2. Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan
Rasulullah
3. Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan
pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
4. Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah
direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang
menyampaikannya
1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang
banyak
2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang,
tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
Ditinjau dari kualitasnya
1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan
sah
2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi
syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1. Maqbul, yang diterima.
2. Mardud, yang ditolak.
3 .Ijtihad
a. Pengertian Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa brasal dari
kata ijtahada, berarti “mencurahkab tenaga, memeras pikiran, berusaha
sungguh-sungguh dan bekerja semaksimal mungkin.” Sedangkan menurut istilah, ijtihad
adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang
tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Quran maupun Hadits.
Orang yang mampu menetapkan suatu
hukum atas suatu masalah disebut mujtahid, sementara proses mengeluarkan hukum
dari dalilnya disebut sebagai istinbath.
b. Kedudukan Ijtihad
Ijtihad merupakan sumber hukum islam
ketiga setelah al-Quran dan Hadits. Hasil Ijtihad bisa berbeda menurut ruang
dan waktu serta menurut tingkat intelektual mujtahid.
c. Syarat berijtihad
(1) Memiliki pengetahuan yang
berhubungan dengan bahasa arab, tafsir, ilmu hadits, sejarah dan ilmu usdhul
fiqh
(2) Mengetahui metodologi, seperti
qiyas dan Ijma’
d. Metode Ijtihad
(1) Ijma’ (kesepakatan ulama)
(2) Qiyas (menetapkan hukum sesuatu
yang belum ada hukumnya dengan mengacu pada hukum sesuatu yang telah ada
hukumnya, berdasarkan persamann yang ada antara dua hal tersebut)
(3) Istihsan (berorientasi pada
kabaikan)
(4) Maslahah Mursalah (berorientasi
pada kemaslahatan umat)
(5) Istishab (menetapkan hukum atas
dasar hukum asal, karena tidak adanya hukum qath’i (hukum yang pasti) yang
mengubah hukum asal tersebut
(6) ‘Urf (menetapkan hukum sesuatu
dengan berorientasi pada adat istiadat)
(7) Syaddudz Dzari’ah (berorientasi
pada mencegah bahaya yang mungkin timbul)
BY ABI ANWAR. JAKARTA (2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar