Keutamaan dan Hikmah Ibadah Qurban
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2).
Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha
(yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari
Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas)
ulama.
Muqaddimah
Di dalam syariat
yang dibawa oleh Rasulullah Saw, perintah dan larangan selalu ada dan terus
berjalan kepada setiap hamba selama ruh masih bersama jasadnya. Dan selama itu
pula manusia dapat menambah kedekatannya kepada Allah swt dengan melakukan
perintah-perintah syariat yang mulia. Baik yang berupa kewajiban maupun yang
sunnah.
Dan kesunnahan
yang dilakukan si hamba inilah yang menjadi bukti keberhasilannya dan
keuntungannya dalam kehidupan dunia. Sebab ibadah wajib ibarat modal seseorang,
mau tidak mau, suka tidak suka dia harus menjalankannya, sedang amal sunnah
itulah keuntungannya. Alangkah ruginya manusia jika di dunia hanya beribadah yang
wajib saja atau dengan kata lain setelah bermuamalah dia kembali modal, tidak
mendapat keuntungan sedikitpun. Maka ibadah sunnah ini hendaknya kita kejar,
kita amalkan, sebab itulah bukti kesetiaan kita dalam mengikuti dan mencintai
Rasulullah Saw, beliau saw bersabda (yang artinya):
“ Barang siapa menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa
yang mencintaiku, maka kelak akan berkumpul bersamaku di surga “. (HR. As Sijizi dari Anas bin
Malik, lihat Al Jami’ush Shoghir)
Bahkan dalam hadits
qudsi Allah menyatakan bahwa Dia sangat cinta kepada hamba yang suka
menjalankan amal-amal sunnah, sehingga manakala Dia telah mencintai hamba
tersebut, Dia akan menjaga matanya, pendengarannya, tangan dan kakinya. Semua
anggota tubuhnya akan terjaga dari maksiat dan pelanggaran. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Abu Hurairah RA.
Dari sekian
banyak sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah melakukan qurban,
yaitu menyembelih binatang ternak, berupa onta, atau sapi(lembu) atau kambing
dengan syarat dan waktu yang tertentu. Bahkan kesunnahan berqurban ini adalah
sunnah muakkadah, artinya kesunnahan yang sangat ditekankan dan dianjurkan.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya dari Anas bin Malik, beliau
berkata :
“ Rasulullah saw berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir …”
“ Rasulullah saw berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir …”
Pensyariatan
Udhiyah
Udhiyah pada hari
nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
“Dirikanlah
shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran
ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”.
Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas,
juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.
Dari sunnah
terdapat riwayat dari Anas bin Malik, ia berkata,
ضَحَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا
قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
“Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih
yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua
ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau
menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan
takbir” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).
Kaum muslimin pun
bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya udhiyah.
Udhiyah
disyari’atkan pada tahun 2 Hijriyah. Tahun tersebut adalah tahun di mana
disyari’atkannya shalat ‘iedain (Idul Fithri dan Idul Adha), juga tahun
disyari’atkannya zakat maal.
Hukum Berqurban
Di antaranya sabda Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam, “Tidak ada satu amalan yang dikerjakan
anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Alah
'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari
kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan
sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu
Majah dan al-Tirmidzi, beliau menghassankannya)
Dan sabda beliau ketika di tanya apakah sembelihan
ini, maka beliau menjawab, “Tuntunan ayah kalian Ibrahim.” Mereka bertanya,
“Apa bagian kita darinya/apa pahala yang akan kita dapatkan?” Beliau menjawab,
"Setiap helai rambut, akan dibalasi dengan satu kebaikan.” Lantas mereka
bertanya, "Bagaimana dengan bulu (domba)?” Maka beliau menjawab, "Setiap
bulu juga akan dibalas dengan satu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi,
beliau menghasankannya)
Hukum Berkurban Bagi yang Mampu Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum
berkurban bagi yang mampu, antara wajib dan sunnah mu’akkadah. Jumhur
(mayoritas ulama) berpendapat, berkurban hukumnya sunnah mu’akkadah.
Meninggalkannya, padahal mampu, termasuk sikap yang dibenci (makruh).
Sebagian ulama yang lain berpendapat hukumnya wajib
bagi setiap keluarga muslim yang mampu melaksanakannya. Hal tersebut didasarkan
kepada firman Allah Ta’ala,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS.
Al-Kautsar: 2)
Dan juga sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Siapa yang telah
menyembelihnya sebelum shalat, hendaknya dia mengulanginya.” (Muttafaaq
‘alaih)
Sikap yang paling selamat yang
selayaknya diambil seorang muslim, tidak meninggalkan berkurban ketika mampu,
karena melaksanakan berkurban merupakan sikap yang melepaskan dirinya dari
tanggungan dan tuntutan. Dan keluar darinya adalah lebih selamat. Sedangkan
bagi yang tidak mampu, tidak memiliki harta kecuali sekedar mencukupi kebutuhan
pokok keluarganya, maka berkorban tidak wajib atas mereka. Sedangkan siapa yang
memiliki tanggungan hutang, maka selayaknya mendahulukan pembayaran hutang atas
berkurban. Karena melepaskan diri dari beban tanggungan ketika mampu hukumnya
wajib.
Keutamaan berqurban
Allah SWT
berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah” (QS
Al-Kautsar: 1-2). Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shalat
di sini adalah shalat hari `Idul Adha, sedangkan yang dimaksud dengan
menyembelih adalah menyembelih hewan qurban.
Diriwayatkan oleh
Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Zaid bin Arqam, bahwsanya
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan “.
“ Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan “.
Diriwayatkan oleh imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sayyidina Ali bin Abi
Thalib, bahwa Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “.
“ Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “.
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka (berkat udhiyahnya) “. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin Ali)
“ Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka (berkat udhiyahnya) “. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin Ali)
Dalil dari
hadits, dari Siti Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), ‘Tiada
amal anak-cucu Adam pada waktu Hari Raya Qurban yang lebih disukai Allah
daripada mengalirkan darah (berqurban). Dan bahwasanya darah qurban itu sudah
mendapat tempat yang mulia di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka
laksanakan qurban itu dengan penuh ketulusan hati.” (HR. At Tirmidzi)
Dari Anas RA, ia
berkata, “Nabi SAW mengurbankan dua ekor kambing yang putih-putih dan
bertanduk. Keduanya disembelih dengan kedua tangan beliau yang mulia setelah
dibacakan bismillah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya yang berbarakah
di atas kedua kambing tersebut:’ (HR Muslim).
Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan qurban bahwasanya qurban itu akan
menyelamatkan pemiliknya dari kejelekan dunia dan akhirat. Beliau juga bersabda
(yang artinya),
“Barang siapa telah melaksanakan qurban, setelah orang itu keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan qurbannya berdiri di atas kuburannya, rambut qurban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut, kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, ‘Siapa kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.’
Hewan itu menjawab, “Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku”. Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh”
“Barang siapa telah melaksanakan qurban, setelah orang itu keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan qurbannya berdiri di atas kuburannya, rambut qurban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut, kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, ‘Siapa kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.’
Hewan itu menjawab, “Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku”. Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh”
Rasulullah SAW
bersabda (yang artinya), “Perbesarlah qurban-qurban kalian, sebab qurban itu
akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan AshShirat menuju
surga” (HR Ibnu Rif’ah).
Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا
بِهَا نَفْسًا »
Dari ‘Aisyah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr
manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan
darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku,
rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada
(ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah
jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493.
Hadits ini adalah hadits yang dho’if kata Syaikh Al Albani)
عَنْ أَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ
قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ « سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ». قَالُوا فَمَا
لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ ». قَالُوا
فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
».
Dari Abu Daud
dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari
hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah
(ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa
yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat
kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu
kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini dho’if jiddan)
Hikmah yang bisa
kita ambil dari qurban adalah:
Pertama, untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim
dengan digagalkannya penyembelihan putranya, Ismail AS, yang ditebus dengan
seekor kambing dari surga.
Kedua, untuk membagi-bagikan rizqi yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat
manusia saat Hari Raya ‘Idul Adha, yang memang menjadi hari membahagiakan bagi
umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan seperti yang lainnya.
Sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw (artinya): “Hari Raya
Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” (HR. Muslim)
Ketiga, untuk memperbanyak rizqi bagi orang yang berqurban, karena setiap hamba
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah akan mendapatkan balasan berlipat
ganda.
Keempat: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
Kelima: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis
salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak
tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr
(Idul Adha).
Keenam: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il
‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan
pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang
menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba.
Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam
bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka
mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.
Ketujuh: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai
dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di
waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh
karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan
pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat
ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.”
By Abi Azman. Jakarta
(2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar