3. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Yang mempunyai otoritas untuk mengungkapkan asbab nuzul ayat-ayat
Al-Quran adalah para sahabat Nabi, karena merekalah yang menyaksikan turunnya
ayat-ayat Al-Quran tersebut. Dengan demikian, pelacakan asbab nuzul harus
diakukan dengan mencari dan mempelajari perkataan-perkataan sahabat yang
mengungkapkan proses turunnya ayat-ayat Al-Quran itu,atau riwayat-riwayat yang
bermuara minimal para sahabat.
Kalau perkataan sahabat tersebut juga mengungkapkan tentang perkataan atau
perbuatan Rasulullah yang berhubungan dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran, maka
kedudukannya menjadi hadis marfu, dan sangat berpeluang untuk memperoleh
kualitas hadis sahih. Tetapi, kalau perkataan mereka itu, tidak menyinggung
sedikitpun tentang Rasulullah, maka hadisnya menjadi mauquf. Oleh sebab itu,
wajar kalau para sarjana ilmu Al-quran, kemudian menyimpulkan bahwa hadis-hadis
tentang asbab nuzul itu, pada umumnya lemah karena tidak sampai pada
Rasulullah.
Akan tetapi hadis-hadis tentang asbab nuzul tidak menyangkut tentang ajaran
keagamaan, tetapi sekedar mengemukakan tentang latar belakang, atau berbagai
peristiwa yang mengiringi turunnya ayat. Oleh sebab itu, kendati lemah,
hadis-hadis tersebut dapat digunakan, sebagai bahan referensi untuk memahami
pesan-pesan ayat Al-Quran.
Cara-cara melihat ungkapan asbab nuzul, secara umum disimpulkan oleh
para ulama ada empat yaitu:
1.Diungkapkan dengan kata-kata sebab
2.Diungkapkan dengan kata fa ( maka )
3.Diungkapkan dengan kata nuzuli fi ...
4.Tidak
diungkapkan dengan simbol-simbol kata di atas,tetapi alur ceritanya menunjukkan
sebagai ungkapan asbab nuzul [7]
Para sahabat yang menyaksikan proses
turunnya ayat, terkadang mengungkapkan peristiwa itu dengan kata-kata sababu
nuzul al ayat każa ...( sebab turunnya ayat ini begini ... ). Kalau sahabat
mengungkapkan simbol tersebut, jelas sekali bahwa sebab nuzulnya itu
sebagaimana yang ia kemukakan itu.
Kemudian ada pula dari kebiasaan mereka itu mengemukakan dengan kata-kata fa
( maka ), dalam kontes pengungkapan peristiwanya. Seusai mengemukakan
peristiwanya itu, lalu mereka mengatakan fanuzilat hażihi al-ayat fi
każa, ... Kalau mereka mengatakan dengan simbol kata tersebut, maka
perkataanya itu juga jelas mengemukakan asbab nuzul ayat yang diceritakannya.
Disamping itu ada kebiasaan sahabat yang mengemukakan asbab nuzul
ayat itu dengan perkataan nuzilat hażihi al-ayat fi każa ... Dan
terkadang pula mereka tidak mengemukakannnya dengan simbol kata-kata yang
menunjukkan sebab turunya ayat, tetapi mereka hanya bercerita tentang sebuah
peristiwa, lalu mengemukakan ayat yang diturunkan dalam peristiwa tersebut.
4. Manfaat Mengetahui Asbabun
Nuzul
Banyak manfaat mengetahui
sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya akan memantapkan memberi
makna dan menghilangkan kesulitan atau keraguan menfsirkannya. Ibnu Taimiyah
berkata “ mengetahui sebab turunnya ayat Al-Quran menolong seseorang memahami
makna ayat, karena mengetahui sebab turunnya itu memberikan dasar untuk mengetahui
akibatnya” [8]
Ada beberapa manfaat mengetahui
asbab nuzul, secara rinci Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam manfaat atau
faidah, sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang asbab nuzul
membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus
mensyariatkan agama-Nya melalui Al-Quran. Pengetahuan yang demikian akan
memberi manfaat baik bagi orang mukmin atau non mukmin. Orang mukmin akan
bertambah keimanannya dan mempunyai hasrat yang keras untuk menerapkan hukum
Allah dan mengamalkan kitabnya.
Sebagai contoh adalah syariat
tentang pengharaman minuman keras. Menurut Muhammad Ali Al-Shabuni pengharaman
minuman keras berlangsng melalui empat tahap ,tahap pertama Allah mengharamkan
minuan keras secara tidak langsung,tahap kedua memalingkan secara langsung dari
padanya,mengharamkan secara parsial, keempat pengharaman secara total.[9]
2. Pengetahuan tentang asbab nuzul
membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitan. Hal ini senada dengan
pernyataan Ibnu Daqiq Al Id ia berkata “ Ketrerangan tentang sebab turunnya
ayat merupakan jalan kuat untuk memahami makna-makna Al-Quran”.[10]
Diantara contohnya ialah ayat ke 158 dari Suah Al-Baqarah kalau tidak dibantu
dengan pelacakan asbab nuzulnya, pemahaman dan penafsiaran ayat tersebut bisa
keliru. Ayat tersebut berbunyi :
¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |Møt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# xsù yy$oYã_ Ïmø9n=tã br& §q©Üt $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã
Artinya : Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah Maka
Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan
suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha mengetahui.( Al-Baqarah : 158)[11]
Dengan kata Fala Junaha,
dapat diartikan bahwa rukun sai ibadah ( boleh) dan tidak mengikat. Oleh sebab
itu Urwah salah seorang sahabat Nabi pernah berpendapat bahwa sai itu ibadah,
dan tidak mengikat. Akan tetapi, kemudian dikritik oleh Aisyah, karena
menurutnya, ayat tersebut diturunkan sehubungan dengan pertanyaan orang-orang
Ansar pada Rasulullah, tentang sai antara safa dan marwa,karena mereka
sebelumnya tidak punya tradisi sai saat melakukan ritus ,pada zaman islamnya.
Sehubungan dengan pernyataan mereka inilah ayat tersebut diturunkan, dan
Rasulullah mewajibkan melakukan sai antara kedua bukit tersebut.
3. Pengetahuan asbab nuzul dapat
menolak dugaan adanya hasr atau pembatasan dalam ayat yang menurut lahirnya
mengandung hasr atau pembatasan, Seperti firman Allah:
@è% Hw ß0É`r& Îû !$tB zÓÇrré& ¥ n<Î) $·B§ptèC 4 n?tã 5OÏã$sÛ ÿ¼çmßJyèôÜt HwÎ) br& cqä3t ºptGøtB ÷rr& $YBy %·nqàÿó¡¨B ÷rr& zNóss9 9Í \Åz ¼çm¯RÎ*sù ê[ô_Í ÷rr& $¸)ó¡Ïù ¨@Ïdé& ÎötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/
Artinya:
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena
Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah. " ( Al-An’am : 145)[12]
Imam Syafi’i berpendapat bahwa
hasr (pembatasan) dalam ayat ini tidak termasuk dalam maksud itu sendiri. Untuk
menolak adanya hasr (pembatasan) dalam ayat ini, ia mengemukakan alasan bahwa
sehubungan dengan sikap orang-orang kafir yang suka mengharamkan kecuali apa
yang di halalkan oleh Allah dan meng halalkan Apa yang di haramkan oleh-Nya.
Hal ini karena penentangan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya.[13]
4. Pengetahuan tentang asbab nuzul dapat
meng hususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama’ yang memandang bahwa
yang mesti diperhatikan adalah kehususan sebab dan bukan keumuman lafal.[14]
5. Dengan mempelajari asbab nuzul
diketahui pula bahwa sebab turun ayat ini tidak pernah dari hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang
mengkhususkan ).[15]
6. Denga asbab nuzul, di ketahui orang
yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehinga tidak terjadi kesamaran
bisa membawa penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan orang
yang salah.[16]
7. Pengetahuan tentang asbab nuzul akan
mempermudah orang yang meng hafal Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu
dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunya.[17]
5.Macam-Macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang
turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (
sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat
atau kelompok ayat yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid
(ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari
satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena
wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat
atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau
lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab
yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus
diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu
dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan tetapi
salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga,
keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ).
Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak
mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
PENUTUP
Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab
turunnya suatu ayat dari Allah SWT secara berangsur-angsur baik bentuk
peristiwa maupun berbentuk pertanyaan. Dan ayat-ayat al-Qur’an tidak selamanya
turun ketika Nabi SAW. berada didalam mesjid dan diwaktu siang hari. Karena
ayat al-Qur’an juga bisa diturunkan ketika Nabi berada di Madinah, Mekkah,
Arafah dalam perjalanan dan juga dikarenakan sahabat mempunyai semangat yang tinggi
untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu dan juga melestarikan sunnahnya Nabi.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, dibagi kepada :
-
Ta’addud al-Asbab Wa al-Nazil Wahid (sebab turunnya
lebih dari satu dan inti persoalannya yang terkandung dalam ayat atau
sekelompok ayat yang turun satu).
-
Ta’addud al-Nazil Wa al-Sabab Wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau
sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).
Ungkapan-ungkapan yang digunakan para
sahabat untuk menunjukkan sebab turunnya al Qur’an tidak selamanya sama.
Ungkapan-ungkapan itu ada beberapa bentuk yaitu sebagai berikut :
1.
Sabab al-Nuzul disebutkan dengan ungkapan yang jelas, seperti :
سَبَبُ نُزوْ لِ هذِ هِ اْ لا يَةِ كَذَ ا(Sebab turun ayat ini demikian).
Dan tidak mengandung kemungkinan makna lain.
2. Sabab
al-nuzul tidak ditunjukkan dengan lafal sabab, tetapi dengan mendatangkan
lafal ف
setelah pemaparan suatu peristiwa atau kejadian yang menunjukkan peristiwa itu
adalah sebab bagi turunnya ayat tersebut.
3. Sabab
al-Nuzul dapat dipahami melalui konteks dan jalan ceritanya, seperti sebab
turunnya ayat tentang ruh yang diriwayatkan dari Ibn Mas’ud.
4.
Sabab al-Nuzul mengandung makna sebab dan makna lainnya, yaitu tentang
hukum kasus atau persoalan yang sedang dihadapi.
PUSTAKA
1.Ash-Shiddieqy,
Tengku Muhammad Habsi, Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Pustaka Rizki putra,
Semarang, 2009.
2.Departemen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, Pustaka Agung Harapan, Surabaya ,2006.
3.Rosyada, Dede, Al-Quran
Hadis, Dirjen Bimbaga Islam, Jakarta, 1998.
4.As-Suyuti, Jalaluddin, Lubabun Nukul Fi Asbabun Nuzul, Darul Ihya Indonesia , Rembang, tanpa tahun.
5.Syadali,
Drs.H.Ahmad, Rofi’i, Drs.H.Ahmad, Ulumul Quran I, CV.Pustaka Setia,
Bandung, 1997.
6.Alwi Al-Maliki Al-Hasni Bin Muhammad, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
CV Pustaka, Bandung, 1999.
7.Anwar Rosihan, Ulum Al-Qur’an, CV Pustaka Mutiara, Bandung, 2008.
8.H. Syadali Ahmad dan H. Rofi’i Ahmad, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia,
Bandung, 2006.
By Abi Azman.Jakarta (2014)
[7] Dede Rosyada, Op. cit.,hlm
76
[8] Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun
Nukul Fi Asbabun Nuzul, Darul Ihya
Indonesia , Rembang, tanpa tahun, hlm 6
[9] Drs.H.Ahmad Syadali, M.A dan
Drs.H.Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I, CV.Pustaka Setia, Bandung, 1997 ,hlm
116-119
[10] Jalaluddin As-suyuti, loc.cit
[11] Departemen Agama RI,Op.cit., hlm 30
[12] Departemen Agama RI,Op.cit., hlm 198
[13] Drs.H.Ahmad Syadali, M.A dan Drs.H.Ahmad Rofi’i,
Op.cit., hlm 127
[14] Ibid hlm 128
[15] Ibid hlm 129
[16] Ibid hlm 131
[17] Ibid hlm 132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar