Muqaddimah
Islam menganjurkan umatnya agar
selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan umatnya untuk mengunjungi orang
yang sedang sakit, menghibur dan mendoakannya. Apabila seseorang telah
meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama
jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah,
yaitu memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah yaitu
sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, mensholatkannya,
membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang
ditujukan kepada kaum muslimin. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh
sebagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu
berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama
dinamakan fardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus
dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu tentang peraturan-peraturan di
sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota
sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat
orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar
penyelenggaraan jenazah itu.
Oleh karena itu, dalam pembahasan
makalah selanjutnya akan dipaparkan secara terperinci insya Allah tentang
penyelenggaraan jenazah. Di dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang
dikerjakan dalam penyelenggaraan jenazah dan juga doa-doa yang diucapkan dari
pemandian hingga pemakaman.
A. Tata cara
pengurusan jenazah
1. Menghadapi orang sakit /
sekaratul maut
2. Tajhizul Jenazah (Merawat
Mayit)
a. Memandikan jenazah
b. Mengkafani jenazah
c. Menshalatkan jenazah
d. Mengubur jenazah
e. Takziah dan ziarah kubur
MENGHADAPI
ORANG SAKIT (SAKARATUL MAUT)
Apabila kita mendengar berita
tentang saudara kita muslim dalam keadaan sakit maka kita disunatkan untuk
menjenguknya sebagai mana hadis riwayat Bukhari dan Muslim
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ : اِنَّ رَسُولُ اللهِ صلعم قَالَ :
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّالسَّلاَمِ , وَعِيَادَةُالْمَرِضِ , وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ,
وَاِجَابَةُ الدُّعْوَةِ , وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ / رواه البخارى ومسلم
Artinya : Abu Hurairah
menerangkan : Bahwa Rasulullah s a w bersabda : Hak orang muslim atas orang
muslim lainnya ada lima : menjawab salam , mengunjungi orang sakit, mengantar
jenazah , memenuhi undangan dan mentasymit ( mendoa ‘akan ) orang bersin .
§ Beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan orang yang sakit (Muhtadlir/Orang sekarat pati) :
1. Menghibur dengan membesarkan
hatinya
2. Meminta agar tetap bersabar
3. Membaringkan muhtadlir
pada lambung sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika
tidak memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam
gangguan pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri,
dan bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan
memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
4. Membaca surat Yasin dengan
suara agak keras, dan surat Ar Ra’du dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk
mempermudah keluarnya ruh. Nabi saw. bersabda:
5. اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود)
“Bacakanlah surat yasin atas
orang-orang (yang akan) mati kalian”.
(HR. Abu Dawud)
Bila tidak bisa membaca keduanya,
maka cukup membaca surat Yasin saja.
6. Mentalqin kalimat tahlil
dengan santun, tanpa ada kesan memaksa. Nabi Muhammad saw. bersabda:
7. لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tuntunlah
orang (yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha illallah”. (HR. Muslim)
8. مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلٰهَ إلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه الحاكم)
“Barangsiapa
ucapan terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk surga”. (HR. Hakim)
Dalam mentalqin, pentalqin
(mulaqqin) tidak perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang yang
akan mati) bukan seorang mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam. Talqin
tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu mengucapkannya,
selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin adalah agar kalimat
tahlil menjadi penutup kata yang terucap dari mulutnya.
9. Memberi minum apabila melihat
bahwa ia menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan
menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
10. Orang yang menunggu tidak
diperbolehkan membicarakan kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini
perkataan mereka.
v Sikap Seorang Muslim jika
ada Muslim Lain yang Baru Saja Meninggal
1. Hendaklah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun.
2. Menutup (memejamkan) matanya.
3. Menutup mulutnya, yaitu dengan mengikat dagu dan kepalanya.
4. Qiamkan tangannya.
5. Luruskan kakinya lalu ikat kedua ibu jari kakinya.
6. Letakkan ketempat yang tinggi dan Hadapkan ke Qiblat.
7. Menutup badannya dengan kain agar auratnya tidak terlihat.
8. Diperbolehkan menciumnya sebagai tanda berduka cita.
9. Membayarkan hutangnya.
1. Hendaklah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun.
2. Menutup (memejamkan) matanya.
3. Menutup mulutnya, yaitu dengan mengikat dagu dan kepalanya.
4. Qiamkan tangannya.
5. Luruskan kakinya lalu ikat kedua ibu jari kakinya.
6. Letakkan ketempat yang tinggi dan Hadapkan ke Qiblat.
7. Menutup badannya dengan kain agar auratnya tidak terlihat.
8. Diperbolehkan menciumnya sebagai tanda berduka cita.
9. Membayarkan hutangnya.
“Dari Abu Hurairah,Rasulullah
saw. bersabda: “Diri orang mukmin itu tergantung (tidak sampai ke hadirat
Allah) karena utangnya,hingga utang itu dibayar.” (H.R. at- Tirmidzi)
10. Memberi tahu keluarga,
kerabat, dan teman-temannya agar mereka segera mengurus, mendoakan dan
menshalatkannya.
11. Tidak melukainya, sebagaimana tidak melukai badan orang yang masih hidup.
12. Tidak mencelanya.
11. Tidak melukainya, sebagaimana tidak melukai badan orang yang masih hidup.
12. Tidak mencelanya.
Untuk menghadapi kematian
biasanya orang merasa tidak siap dengan berbagai alasan yang dibuatnya, antara
lain:
1. Merasa masih sedikit amalnya
2. Merasa dosanya masih banyak
3. Anak-anaknya masih kecil, dan
lain-lain
Apapun alasan yang dikemukakan
apabila sudah datang waktu kematian, maka kematian itu akan tiba juga ,
sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus : 49
Artinya:
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa
mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfa’atan kepada diriku,
melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila
telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (QS.Yunus :49)
§ Haram melakukan perbuatan
niyahah ( meratap ) ketika ada musibah kematian , adapun yang termasuk niyahah
yaitu :
1. اَلصَّالِقَةِ : Wanita yang menangis menjerit – jerit ketika kena musibah
kematian
2. اَلْحَالِقَةِ :Wanita yang mencukur atau
mengacak – acak rambut
ketika kena musibah kematian
3. اَشَّاقَّةِ : Wanita yang merobek – robek baju ketika kena musibah
kematian
B. TAJHIZUL
JENAZAH (MERAWAT MAYIT)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau
mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah,
kecuali bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat
merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal,yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Memakamkan
5. Takziah dan ziarah kubur
Dari keempat hal yang diwajibkan
di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
ü Orang Muslim
a. Muslim yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan
adalah:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalati.
4. Memakamkan.
b. Muslimyang syahid dunia
atau syahid dunia-akhirat,mayatnya haram dimandikan dan dishalati,
sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:
a. Menyempurnakan kafannya jika
pakaian yang dipakainya tidak cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b. Memakamkan.
ü Bayi yang terlahir sebelum
usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy
dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup.
Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna,
tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama
dengan kewajiban terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia
sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya,
akan tetapi disunahkan membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia
6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban
perawatannya sama dengan orang dewasa.
ü Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir
dibedakan menjadi dua:
a. Kafir dzimmi (termasuk
kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum menshalati mayit kafir
adalah haram, adapun hal yang harus dilakukan pada mayat kafir dzimmi
adalah mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
Pada dasarnya tidak ada kewajiban
apapun atas perawatan keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan
memakamkannya.
1)
Memandikan Jenazah
Memandikan mayat hukumnya adalah
fardhu kifayah atas muslimin lain yang masih hidup. Artinya, apabila diantara
mereka ada yang mengerjakannya, maka kewajiban itu sudah terbayar dan gugur
bagi muslimin selebihnya. Karena perintah memandikan mayat itu adalah kepada
umumnya kaum muslimin. Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan
walau ia dalam keadaan junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan
pakaian yang baik untuk kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika
berlebih dari tuntunan sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh
sedikitpun juga. Dan beliau menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud
dikubukan dengan darah mereka tanpa dimandikan dan disembahyangkan.
a. Syarat
Wajib Memandikan Jenazah :
1. Mayat orang Islam.
2. Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3. Mayat itu bukan mati syahid.
2. Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3. Mayat itu bukan mati syahid.
§ Lafal lafal niat memandikan
jenazah
o Lafal niat memandikan jenazah
laki – laki
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
o Lafal niat memandikan jenazah
perempuan
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
o Lafal niat mentayamumkan
jenazah
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قُلْفَةِ هٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya :
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah ( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah ( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
b.
Tahap-tahap memandikan jenazah :
1. Letakkan mayat pada tempat
yang tinggi, seperti bangku panjang, batang pisang yang dijejerkan.
2. Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum.
3. Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperi sarung agar lebih mudah memandikannya, tetapi auratnya tetap ditutup.
4. Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran di dalamnya keluar.
5. Basuhlah mulut, gigi, jari, kepala dan janggutnya.
6. Sisirlah rambutnya agar rapi.
7. Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.
8.Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
2. Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum.
3. Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperi sarung agar lebih mudah memandikannya, tetapi auratnya tetap ditutup.
4. Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran di dalamnya keluar.
5. Basuhlah mulut, gigi, jari, kepala dan janggutnya.
6. Sisirlah rambutnya agar rapi.
7. Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.
8.Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
9. Mengguyur seluruh tubuh mayit
dengan air yang dicampur sedikit kapur barus. Dengan catatan, saat meninggal
mayit tidak dalam keadaan ihram. Saat basuhan terakhir ini, sunah
membaca niat:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ/ عَلَيْهَا
c. Yang
Berhak Memandikan Mayat :
Jikalau mayitnya laki-laki yang
memandikan harus laki-laki begitu pula apabila mayitnya perempuan, kecuali
apabila masih ada ikatan mahrom, suami-istri, atau mayit adalah anak
kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila tidak ditemukan orang yang boleh
memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya
selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih utama
memandikan mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki, kerabat
lai-laki yang lain, istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang
dimaksud adalah:
1. Ayah
2. Kakek dan seatasnya
3. Anak laki-laki
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak dari saudara laki-laki
kandung
8. Anak dari saudara laki-laki
seayah
9. Saudara ayah kandung
10. Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling
utama memandikannya adalah perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan
ikatan mahram dengannya ;seperti anak perempuan, ibu dan saudara
perempuan.
Bila seorang perempuan meninggal
dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu
hendaklah “ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang
lain. Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki-laki boleh
memandikanya . Begitu juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-laki. Jika
ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah
keluarga yang terdekat dengan si mayit, dengan syarat ia mengetahui kewajiban
mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada keluarga
jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipecaya).
Rasulullah SAW bersabda :
”Dari ‘Aisyah Rasul bersabda : “Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi : “Yang memimpinnya hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara’nya atau karena amanahnya.” (H.R Ahmad)
”Dari ‘Aisyah Rasul bersabda : “Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi : “Yang memimpinnya hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara’nya atau karena amanahnya.” (H.R Ahmad)
2)
Mengkhafani
Pada dasarnya tujuan mengkafani
adalah menutup seluruh bagian tubuh mayit. Walaupun demikian para fuqaha’
memberi batasan tertentu sesuai dengan jenis kelamin mayit. Batasan-batasan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Batas Minimal
Batas minimal mengkafani mayit,
baik laki-laki ataupun perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi
seluruh tubuh mayit.
2. Batas Kesempurnaan
a) Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih
utama adalah 3 lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh
mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri dari 3 lapis kain kafan ditambah surban
dan baju kurung, atau 2 lapis kain kafan ditambah surban, baju kurung dan
sarung.
b) Bagi mayit perempuan
Bagi mayit perempuan kafannya
adalah 5 lapis yang terdiri dari 2 lapis kain kafan ditambah kerudung, baju
kurung dan sewek. Kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan
diberi wewangian, bila mengkafani lebih dari ketentuan batas maka hukumnya
makruh, sebab dianggap berlebihan. Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar