Muqaddimah
Al-Qur’an
adalah firman Allah yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi
petunjuk bagi seluruh manusia. Secara Istilah, al-Qur’an adalah firman Allah
(kalam Allah) yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis
dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan
membacanya.
Nabi
Muhammad sebagai penerima dan penyampai al-Qu’an adalah Nabi terakhir (Q 33:34)
tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab
samawi lain yang diturunkan. Al-Qur’an adalah kitab samawi terakhir
yang diturunkan oleh Allah sampai akhir zaman.
AlQur’an
yang merupakan kumpulan dari firman-firman Allah berperan sebagai pembeda
antara hak dan yang bathil (al-furqan (Q3:138 dan Q10:57), dan lain-lain.
Kesemuanya ini menunjukkan bahwa al-Qur’an mempunyai cakupan yang sangat luas,
baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Tetapi keluasan cakupan masalah yang
dibahas ini tidak didukung dengan metode pembahasan yang sistematis. Suatu
masalah yang dibahas di berbagai tempat, bukan pada satu ayat atau surat.
Meminjam istilah Quraish Syihab, al-qur’an tidak menggunakan metode sebagai
mana metode penyusunan karya-karya ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas suatu
masalah pasti menggunakan metode tertentu, dibagi dalam bab-bab dan
pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam al-Qur’an yang didalamnya
terdapat permasalahan induk silih berganti diterangkan. Sebagai contoh dapat
dilihat dalam surat al-Baqarah /2:216-221 yang berisi tentang pengaturan hukum
perang dalam asyhur-al-hurum, tetapi secara berurutan dibahas juga hukuman
minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan
orang-orang musyrik.
Berbagai
masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang
boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an. Keheranan
tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an
serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan
jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu
berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan
segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta
berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas
kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan
tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk
kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang
keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub
pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan
untuk mengakui apa yang diingkarinya.
A.
Definisi Aqsamul Qur’an
Secara etimologi aqsam merupakan bentuk jamak dari kata qasam. Kata qasam memiliki makna yang sama dengan dua kata lain yaitu : halaf dan yamin yang berarti sumpah. Sumpah dinamakan juga dengan yamin karena kebiasaan orang Arab ketika bersumpah saling memegang tangan kanannya masing-masing.
Secara terminologi qasam didefinisikan sebagai : “Mengikatkan jiwa (hati) untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk melakukannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun keyakinan saja.”
B. Unsur-unsur Qasam
1. Fi’il Qasam (Yang di Muta’addikan Dengan Huruf Ba’)
Sighat qasam baik yang berbentuk uqsimu ataupun yang berbentuk akhlifu tidak akan berfungsi tanpa dita’adiyahkan dengan huruf ba’. Seperti yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 38 :
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ ....... ( النحل: ٣٨ )
Artinya : “Mereka bersumpah dengan nama Allah”
Namun kadang kala dalam suatu ayat, sighat qasam langsung disebutkan dengan huruf wawu pada isim dzahir, kadang kala langsung disebutkan dengan huruf ta’ pada lafal jalalah. Hal ini terjadi mana kala fi’il qasam tidak disebutkan dalam ayat tersebut.
Contoh :
Dengan huruf wawu :
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ( الليل: ١ )
Artinya : “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”
Dengan huruf ta’ :
( ٥٧: الأنبياء ) وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم
Artinya : “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu”
Muqassam Bih
Muqassam bih ialah lafaz yang terletak setelah qasam yang dijadikan sebagai sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat.
Dalam al-qur’an, Allah bersumpah dengan zat-Nya sendiri yang Maha Agung atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang Maha Besar.
Allah bersumpah dengan zat-Nya sendiri :
( ٣ : سبأ ) قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْب.ِ.. …
Artinya : “Katakanlah: ‘Pasti datang, demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib’.”
Allah bersumpah dengan makhluk ciptaannya :
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ. وَطُورِ سِينِينَ ( التين : ١- ٢ )
Artinya : “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun , dan demi bukit Sinai.”
Muqassam Alaih
Muqassam alaih ialah bentuk berita yang ingin supaya dipercaya/diterima oleh orang yang mendengarnya sehingga diperkuat dengan sumpah tersebut, atau disebut juga jawab qasam.
Posisi muqassam alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk mentaukidi muqassam alaih (menguatkannya).
Ada empat hal yang harus dipenuhi muqassam alaih, yaitu :
a. Muqassam alaih/ berita itu harus terdiri dari hal-hal yang baik, terpuji, atau hal-hal yang penting.
b. Muqassam alaih itu sebaiknya disebutkan dalam setiap bentuk sumpah. Jika kalimat muqassam alaih tersebut terlalu panjang, maka muqassam alaihnya boleh dibuang. Seperti yang terdapat dalam surah al-qiyamah ayat 1- 2 :
لاَ أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ( القيامة: ١-٢ )
Artinya :“Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”
Muqassam alaih dari qasam tersebut dibuang, karena terlalu panjang. Yang menunjukkan adanya muqassam alaih adalah ayat setelahnya, yaitu ayat 3-4 :
أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَلَّن نَجْمَعَ عِظَامَهُ. بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَن نُّسَوِّيَ بَنَانَه ُ ( القيامة: ٣-٤ )
Artinya : “Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.”
Sedangkan takdir dari muqassam alaihnya bila didatangkan ialah kalimat : “Pasti kalian akan dibangkitkan dari kubur.”
c. Jika jawab qasamnya berupa fi’il madhi mutaharrif yang positif (tidak dinegatifkan), maka muqassam alaihnya harus dimasuki huruf “lam” dan “qod”.
Contohnya :
لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ. وَأَنتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ. وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ ( البلد: ١-٤ )
Artinya : “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya. Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”
d. Materi isi muqassam alaih itu bisa bermacam-macam, terdiri dari berbagai bidang pembicaraan yang baik-baik dan penting. Seperti :
Keterangan bahwa Rasulullah saw adalah benar-benar utusan allah :
يس. وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ. إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (يس : ١- ٣)
Artinya : “Yaa siin. Demi. Al-Qur’an yang penuh hikmah. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.”
C. Macam-macam Qasam
Dilihat dari segi fi’ilnya, qasam dalam Al-qur’an ada dua macam, yaitu ;
1. Qasam dhahir (Nampak/jelas), yaitu qasam yang fi’il qasamnya disebutkan bersama dengan muqassam bihnya. Seperti ayat berikut :
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لاَ يَبْعَثُ اللّهُ مَن يَمُوتُ.... ( النحل: ٣٨ )
Artinya : “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh sungguh: Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati.”
Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, dan dicukupkan dengan huruf “ba’”, “wawu”, dan ta’”. Seperti :
وَالضُّحَى. وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى ( الضحى : ١-٢ )
Artinya : “Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).”
2. Qasam Mudhmar (tersimpan/samar) yaitu qasam yang didalamnya tidak dijelaskan atau disebutkan fi’il qasam dan muqassam bihnya. Tetapi yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut adalah qasam adalah kata-kata setelahnya yang diberi lam taukid yang masuk kedalam jawab qasamnya. Seperti :
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ...( آل عمران : ١٨٦ )
Artinya : “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu.”
D. Faedah Qasam Dalam Al-Qur’an
Sumpah (qasam) dalam ucapan sehari-hari merupakan salah satu cara untuk menguatkan pembicaraan yang diselingi dengan pembuktian untuk mendorong lawan bicara agar bisa menerima/mempercayainya.
Apakah makna sumpah dari Allah SWT? Abu Al-Qasim Al-Qusyairi menjawab bahwa sesuatu dapat dipastikan kebenarannya dengan dua cara, yaitu persaksian dan sumpah. Kedua cara itu dipergunakan Allah dalam Al-Qur’an sehingga mereka tidak memiliki hujjah lagi untuk membantahnya.
Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalah fahaman, menguatkan berita, dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.
E. Bersumpah Dengan Selain Allah
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku At-Ta’bir Alfan Fil Qur’an, menceritakan kebiasaan sumpah orang Arab jahiliyah yang selalu memakai muqassam bih selain allah, misalnya dengan hidupnya, kakeknya, kepalanya, dan sebagainya. Maksud dari sumpah tersebut adalah untuk mengagungkan/memuliakan hal-hal yang dijadikan muqassam bih terebut.
Menurut peraturan bersumpah dalam islam, muqassam bih harus menggunakan nama Allah SWT, Dzat atau Sifat-sifat-Nya. Sumpah dengan selain nama Allah dihukumi musyrik. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Umar :
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم : من حلف بغير الله فقد كفر او اشرك (رواه الترمذى)
Artinya : “Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka berarti dia telah kafir atau musyrik.”)H.R. Tirmidzi)
Dalam hadits lain disebutkan :
ان الله اقسم بما شاء من خلقه وليس لاحد ان يقسم الا بِالله (رواه ابن ابى حاتم)
Artinya : “Sesungguhnya Allah bersumpah bisa dengan makhluk-Nya apa saja. Tetapi seorang pun tidak boleh bersumpah selain dengan nama Allah.”
Bagi Allah boleh bersumpah dengan muqassam bih apa saja. Sebab, muqassam bih adalah berupa sesuatu yang di agungkan oleh yang bersumpah. Sedangkan bagi Allah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulia, tidak ada hal yang harus di agungkan-Nya. Allah bersumpah dengan suatu makhluk, tidak untuk mengagungkan makhluk tersebut, melainkan supaya manusia mengerti bahwa makhluk yang dijadikan muqassam bih oleh Allah, itu adalah makhluk-makhluk yang penting, yang besar artinya.
F. Kesimpulan
Secara etimologi aqsam adalah jamak dari Qasam. Kata Qasam memiliki makna yang sama dengan kata Half dan Yamin. Secara terminologi memiliki defenisi: “Mengikat hati (Jiwa) untuk melakukan sesuatu atau tidak.
Unsur-unsur Qasam :
Ø Fi’il Qasam (yang muta’addikan dengan huruf Ba’, Wa’, dan Ta’)
Ø Muqassam Bih
Ø Muqassam Alaih
DAFTAR PUSATAKA
1. Al-Qhatthan, Manna’ Mabahits
fi ’Ulum Al-Qur’an, Mansyurat al-‘Ashr al-Hadits, 1990
2. Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000 Muhammad bin Alwi
Al-Maliki,
3. Zubdah Al-Itqon fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, cet.
1, 1999
4. Khalil, Al-Qattan, Manna, Study Ilmu-Ilmu Quran,
5.L-Jumanatul Ali, Al-Quran Terjemah, Bandung: CV. J-ART, 2005
6.Rodiah, Dkk, Studi Quran,
Yogyakarta: eLSAQ Press:2010
7. Muhammad Ismail Ibrahim, al-Qur’an wa I’jazuh al-ilmi (Kairo:
Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.t), 12
8. ‘Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumil Qur’an (Beirut: Dar
al-Furqan, 1983), 10
9. M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan
Masyarakat (Bandung:Mizan,1992), 34
BY ABI AZMAN. JAKARTA (2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar