Jumat, 07 Oktober 2016

KHUSNUL KHATIMAH


97.Renungan Pagi !!!
*Akhir Hayat Dengan Tahlil*

Kata Tahlilan berasal dari bahasa Arab tahliil ( ﺗَﻬْﻠِﻴْﻞٌ)
dari akar kata:
ﻫَﻠَّﻞَ – ﻳُﻬَﻠِّﻞُ – ﺗَﻬْﻠِﻴْﻼ
yang berarti mengucapkan kalimat: ﻻَﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ . Kata
tahlil dengan pengertian ini telah muncul dan ada di
masa Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam,
sebagaimana dalam sabda beliau:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺫَﺭٍّ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ
ﻳُﺼْﺒِﺢُ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺳُﻠَﺎﻣَﻰ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻓَﻜُﻞُّ
ﺗَﺴْﺒِﻴﺤَﺔٍ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺗَﺤْﻤِﻴﺪَﺓٍ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺗَﻬْﻠِﻴﻠَﺔٍ
ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺗَﻜْﺒِﻴﺮَﺓٍ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﺃَﻣْﺮٌ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ
ﻭَﻧَﻬْﻲٌ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻭَﻳُﺠْﺰِﺉُ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﺭَﻛْﻌَﺘَﺎﻥِ
ﻳَﺮْﻛَﻌُﻬُﻤَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻀُّﺤَﻰ .ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla
Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau
bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi
kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah
sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah,
setiap bacaan TAHLIL itu adalah sedekah, setiap
bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar ma’ruf
nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi
semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari
sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺄَﻏَﺮِّ ﺃَﺑِﻲ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ
ﻭَﺃَﺑِﻲ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﺍﻟْﺨُﺪْﺭِﻱِّ ﺃَﻧَّﻬُﻤَﺎ ﺷَﻬِﺪَﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﻟَﺎ ﻳَﻘْﻌُﺪُ ﻗَﻮْﻡٌ ﻳَﺬْﻛُﺮُﻭﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﺰَّ
ﻭَﺟَﻞَّ ﺇِﻟَّﺎ ﺣَﻔَّﺘْﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔُ ﻭَﻏَﺸِﻴَﺘْﻬُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔُ ﻭَﻧَﺰَﻟَﺖْ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻟﺴَّﻜِﻴﻨَﺔُ ﻭَﺫَﻛَﺮَﻫُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻴﻤَﻦْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
"Dari Al-Agharr Abu Muslim, sesungguhnya ia berkata:
Aku bersaksi bahwasanya Abu Hurairah dan Abu Said
Al-Khudzriy bersaksi, bahwa sesungguhnya Nabi
shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak duduk
suatu kaum dengan berdzikir bersama-sama kepada
Allah 'Azza   wa Jalla, kecuali para malaikat
mengerumuni mereka, rahmat Allah mengalir
memenuhi mereka, ketenteraman diturunkan kepada
mereka, dan Allah menyebut mereka dalam golongan
orang yang ada disisiNya". (Hadits riwayat Muslim)
*Keutamaan Bertahlil*
Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas
mengatakan,”Kalimat Tauhid (yaitu Laa Ilaha
Illallah , pen) memiliki keutamaan yang
sangat agung yang tidak mungkin bisa
dihitung.” Lalu beliau rahimahullah
menyebutkan beberapa keutamaan kalimat
yang mulia ini. Di antara yang beliau
sebutkan :
1. Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah ’ merupakan
harga surga
Suatu saat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
mendengar muadzin mengucapkan ’Asyhadu
alla ilaha illallah ’. Lalu beliau mengatakan
pada muadzin tadi,
‏« ﺧَﺮَﺟْﺖَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ‏»
”Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim
no. 873)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﺁﺧِﺮُ ﻛَﻠَﺎﻣِﻪِ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ
”Barangsiapa yang akhir perkataannya
sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha
illallah’, maka dia akan masuk surga” (HR.
Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)
2. Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah ’ adalah kebaikan
yang paling utama
Abu Dzar berkata,
ﻗُﻠْﺖُ ﻳﺎَ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻛَﻠِّﻤْﻨِﻲ ﺑِﻌَﻤَﻞٍ ﻳُﻘَﺮِّﺑُﻨِﻲ ﻣِﻦَ
ﺍﻟﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﻳُﺒَﺎﻋِﺪُﻧِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ، ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺫﺍَ ﻋَﻤَﻠْﺖَ
ﺳَﻴِّﺌَﺔً ﻓَﺎﻋْﻤَﻞْ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻋَﺸْﺮَ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ، ﻗُﻠْﺖُ
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺎﺕِ ،
ﻗَﺎﻝَ ﻫِﻲَ ﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺍﻟﺤَﺴَﻨَﺎﺕِ ﻭَﻫِﻲَ ﺗَﻤْﺤُﻮْ
ﺍﻟﺬُّﻧُﻮْﺏَ ﻭَﺍﻟْﺨَﻄَﺎﻳَﺎ
”Katakanlah padaku wahai Rasulullah,
ajarilah aku amalan yang dapat
mendekatkanku pada surga dan
menjauhkanku dari neraka .” Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,” Apabila engkau
melakukan kejelekan (dosa), maka
lakukanlah kebaikan karena dengan
melakukan kebaikan itu engkau akan
mendapatkan sepuluh yang semisal. ” Lalu
Abu Dzar berkata lagi,” Wahai Rasulullah,
apakah ’laa ilaha illallah’ merupakan
kebaikan?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Kalimat itu (laa ilaha
illallah, pen) merupakan kebaikan yang
paling utama. Kalimat itu dapat
menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.”
3. Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah ’ adalah dzikir
yang paling utama
Hal ini sebagaimana terdapat pada hadits
yang disandarkan kepada Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam (hadits marfu’ ),
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ
”Dzikir yang paling utama adalah bacaan
’laa ilaha illallah’. ”
*Khusnul Khatimah*
Buya HAMKA Pengamal TQN Suryalaya
Siapa yg pernah menyangka bahwa ketua MUI pertama ini pernah berbaiat/mengambil talqin dzikir kpd Abah Anom, Mursyid Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyyah Suryalaya.
Sebab Buya Hamka masuk TQN adalah diawali ketika sepulangnya dari Mekkah. Kemudian ia datang ke Pondok Persantren Suryalaya (PPS) yang menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk Baginda Nabi Muhammad SAW. Agar menjumpai seorang hamba Allah yang ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yang sangat bersahaja: tidak berjubah, bersurban, dan berjenggot, sebagaimana yg umumnya. Demikian juga para santrinya yang sederhana.
Ada cerita menarik mengenai pesan Abah Anom kepada Hamka. Ceritanya: Setelah berada di Suryalaya untuk beberapa waktu, sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Pangersa Abah memeluknya dan berkata: “Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yang telah dicurahkan, tetapi Abah mohon agar Buya mau mengatakan kepada Abah, bagaimana mengamalkan semuanya (ilmu yg disampaikan oleh Buya) itu. Abah sendiri juga tidak mampu, apalagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya“,
demikian kurang lebih kata Pangersa Abah.
Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehingga dia menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Pangersa Abah. Buya sadar, ilmu yang banyak tidaklah berguna bila tidak diamalkan. Kemudian Buya malah minta ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat yang agung: La ilaha illa Allah.
Ketika Buya HAMKA berkunjungan ke Singapura pada tahun 1981, ceramahnya di Masjid Muhajirin, masih teringat jelas kata-katanya dan penjelasannya yang menunjukkan beliau sudah berbaiát kepada Abah Anom, ketika dalam ceramahnya beliau berkata : “Dalam berzikir kepada Allah ada kaifiatnya kemana di palingkan kepalanya, dari bawah dahulu kemudian ke atas, lalu ke kanan dan kemudian ke kiri. Bukan sembarangan..mengeleng ketika lafaz nafi, meng ‘ia’ ketika lafaz isbat..,." demikian kata Beliau .
Masih dari pembahasan yang sama, mantan Ketua Umum Fatayat NU yaitu Sri Mulyati menuturkan, Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Katanya lagi : “Saya tahu sejarahnya, saya tahu tokoh-tokohnya, tetapi saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk’’. Akhirnya ia masuk TQN, karena mungkin haus spiritual. Buya Hamka berkata: “Diantara makhluk dan kholik itu ada perjalanan yang harus kita tempuh. Inilah yang kita katakan thoriqoh.” Di gambar tersebut terlihat jelas bahwa Abah Anom sedang memberikan sebuah tongkat dan jubah kebesaran untuk Buya Hamka.
Selanjutnya, sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kepada Pangersa Abah. Maka, seminggu sebelum “masa” itu tiba, Pangersa telah memberikan pesan sebelum Buya pulang ke rumah, yaitu untuk menyelesaikan segara urusan wasiat kepada keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dengan sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-Nya. Bahkan Pangersa Abah menyatakan, bahwa “masa” itu terjadi setelah sholat Jumat.
Subhanallah. Benar saja. Tepat setelah sholat Jumat, Buya Hamka kembali ke rahmatullah, dengan akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas (laa ilaaha illallah). Terdapat keganjilan, di mana jari telunjuk kanan masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah menginformasikan kematiannya. Ketika dilaporkan kepada Pangersa Abah, Abah kemudian memberi pesan yang dibawa seorang wakil. Wakil Pangersa Abah tersebut setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka, mengatakan: “Sudah sudah.., ruhmu sudah kembali.., dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat”. Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yang sangat indah.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa hubungan antara murid dan guru tak akan terikat kecuali adanya hubungan batin diantara mereka. Orang yang mempunyai banyak ilmu, namun tak diamalkan sama saja dia tak memiliki apa-apa, karena ilmu tanpa diamal ibarat pohon yang tak berbuah. Maka benar perkataan al-Ghazali: "Ilmu tanpa amal, gila dan amal tanpa ilmu, sia-sia.” Olehkarenanya, salah satu cara untuk mengamalkan ilmu kita adalah dengan mengikuti thariqat. Sebab ini sebagai bukti pengaplikasian atas ilmu-ilmu yang telah kita miliki, yang mana di dalam thariqat itu senantiasa menekankan kedekatan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
(nu.or.id)
*Semoga bermanfaat...Aamin.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman