BERSHALAWAT untuk Rasulullah saw.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (memberi rahmat) kepada Nabi s.a.w. (oleh karena itu) wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu (meminta rahmat) untuk Nabi s.a.w dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan terhadapnya.”
Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa makna shalawat disini adalah pemberkahan atas Rasulullah SAW. Al-Mubarrad menegaskan bahwa kedudukan shalawat adalah simbol kasih sayang, sedangkan dari Allah merupakan rahmat dan dari malaikat berupa kerendahan diri sekaligus permohonan rahmat dari Allah untuk Nabi akhir zaman, Muhammad SAW.
Oleh karena ayat di atas turun kepada Rasulullah SAW, maka Allah SWT memerintahkan para sahabat Rasulullah agar memberi salam kepadanya semasa hidupnya juga kepada umatnya saat menziarahi kuburannya atau saat nama Rasullullah Muhammad SAW disebut.
Salam mempunyai tiga pengertian :
- "Selamat kepada engkau ya Rasulullah" yang berarti keselamatan menyertaimu.
- As-Salam melindungimu dan memeliharamu. As-Salam adalah satu diantara nama-nama Allah yang baik (Asma'ul Husna)
- Salam yang berarti penyerahan dan ketundukan.
Hukum memberikan shalawat kepada
Rasulullah SAW adalah wajib sekali seumur hidup, sedangkan selebihnya adalah
sunnah. Menurut Imam Syafi'i yang diwajibkan adalah ketika di dalam shalat
(dalam tasyahud akhir) sedangkan lainnya merupakan ibadah sunnah. Imam Malik
masih memberi kelonggaran. Apabila tidak mengucapkan shalawat dalam tasyahud
maka shalatnya sah, karena itu hanya sunnah saja, walaupun meninggalkankannya
adalah tidak bagus.
Baginda Rasulullah SAW mengajari umatnya waktu dan tempat yang terbaik untuk membaca shalawat kepadanya. Saat beliau mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya dan tidak bershalawat kepadanya, beliau mengatakan; “secepat itukah!”, lalu beliau bersabda: "apabila salah seorang dari kamu berdoa dan shalat maka ucapkanalah kalimat hamdalah/tahmid kemudian bershalawatlah dan setelah itu berdoalah sesuka hatimu”(HR. Abu Dawud).
Umar ibn Al-Khattab RA berkata, “Doa dan shalat menggantung di antara bumi dan langit. Keduanya tidak akan naik kepada Allah sampai pelakunya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW". ( H.R. Turmudzi).
Ibnu Atha' mengatakan, “Doa mempunyai rukun, sayap, sebab dan waktu. Apabila tercukupi rukunnnya maka kuatlah, apabila kuat sayapnya maka akan terbang keatas langit, apabila tepat waktunya beruntunglah, dan apabila dilakukan sebabnya maka sukseslah. Rukun berdoa adalah kehadiran hati, kerendahan diri, ketenangan, kekhusyukan dan bergantungnya hati kepada Allah SWT. Sedangkan sayap doa adalah kejujuran dan waktunya adalah ketika sahur (sepertiga malam terakhir) dan sebabnya adalah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW".
Di antara waktu sunnahnya bershalawat kepada Rasulullah SAW adalah ketika mendengar namanya disebut, ditulis atau setelah azan berkumandang. Ini sesuai dengan sabdanya, “betapa pelitnya seseorang apabila disebut namaku dan tidak bershalawat kepadaku” (HR. Turmudzi).
Baginda Rasulullah SAW mengajari umatnya waktu dan tempat yang terbaik untuk membaca shalawat kepadanya. Saat beliau mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya dan tidak bershalawat kepadanya, beliau mengatakan; “secepat itukah!”, lalu beliau bersabda: "apabila salah seorang dari kamu berdoa dan shalat maka ucapkanalah kalimat hamdalah/tahmid kemudian bershalawatlah dan setelah itu berdoalah sesuka hatimu”(HR. Abu Dawud).
Umar ibn Al-Khattab RA berkata, “Doa dan shalat menggantung di antara bumi dan langit. Keduanya tidak akan naik kepada Allah sampai pelakunya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW". ( H.R. Turmudzi).
Ibnu Atha' mengatakan, “Doa mempunyai rukun, sayap, sebab dan waktu. Apabila tercukupi rukunnnya maka kuatlah, apabila kuat sayapnya maka akan terbang keatas langit, apabila tepat waktunya beruntunglah, dan apabila dilakukan sebabnya maka sukseslah. Rukun berdoa adalah kehadiran hati, kerendahan diri, ketenangan, kekhusyukan dan bergantungnya hati kepada Allah SWT. Sedangkan sayap doa adalah kejujuran dan waktunya adalah ketika sahur (sepertiga malam terakhir) dan sebabnya adalah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW".
Di antara waktu sunnahnya bershalawat kepada Rasulullah SAW adalah ketika mendengar namanya disebut, ditulis atau setelah azan berkumandang. Ini sesuai dengan sabdanya, “betapa pelitnya seseorang apabila disebut namaku dan tidak bershalawat kepadaku” (HR. Turmudzi).
Makna Shalawat.
Shalawat secara bahasa berakar dari
kata shalat yang berarti do’a, permohonan ampun, rahmat dan pujian.
Sehingga, ibadah shalat disebut dengan shalat karena di dalamnya
terdapat berbagai doa dan ungkapan permohonan ampun. Demikian juga dengan shalawat,
maknanya adalah pujian, rahmat, doa dan ampunan yang ditujukan kepada
Rasulullah.
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa
Allah, para Malaikat dan umat manusia bershalawat kepada Rasulullah. Lalu,
apakah makna masing-masing shalawat tersebut?
- Shalawat dari Allah.
Makna Allah bershalawat kepada
Rasulullah adalah bahwa Allah memuji dan melimpahkan rahmat-Nya kepada
Rasulullah. Juga berarti bahwa Allah memberikan penghormatan kepada Rasulullah.
Shalawat dari Allah menunjukkan betapa Allah memuji Rasulullah, meninggikan
derajat Rasulullah di atas para Rasul dan Nabi lainnya, serta memberikan
kedudukan dan tempat yang mulia di sisi-Nya.
- Shalawatnya Malaikat.
Maknanya adalah para malaikat mendoakan
Rasulullah dan memohon ampunan untuk umatnya. Para malaikat juga memuji
Rasulullah dengan puji-pujian yang menunjukkan keagungan dan kemuliaan
Rasulullah di sisi Allah.
- Shalawat dari manusia kepada Rasulullah.
Ketika kita membaca shalawat untuk
Rasulullah, artinya kita memohon agar Allah memberikan penghormatan yang layak
kepada Rasulullah. Bukan karena Rasulullah membutuhkan doa dari kita, tetapi
justru dengan membaca shalawat kita-lah yang akan mendapatkan balasannya dari
Allah. Manfaat dan faedah sholawat akan kembali kepada kita sendiri.
Imam Al-Bukhari t menyebutkan di dalam
kitab shahih beliau penafsiran seorang ulama tabi’in, Abu ‘Aliyah t, beliau
menjelaskan, “Maksud dari shalawat Allah kepada beliau adalah pujian Allah
terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para
malaikat. Sedangkan maksud shalawat malaikat dan yang lainnya kepada beliau
adalah mereka memohon kepada Allah agar senantiasa mencurahkan shalawat kepada
beliau.”
Adapun makna salam kepada beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, diterangkan oleh Al-Majd Al-Fairuz Abadi dalam kitab
beliau “Ash-Shalaatu wal Busyaru fish Shalati ‘ala Khairil Baysar”,
“As-Salam -yang mana ini adalah salah satu nama dari nama-nama Allah- atasmu,
maksudnya Engkau, wahai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan
lepas dari kebaikan dan barakah serta akan selalu selamat dari kecelakaan dan
kesengsaraan. Karena, nama Allah ta’ala hanyalah disebutkan kepada
sesuatu yang diharapkan terkumpulkan padanya seluruh kebaikan dan barakah serta
terlepasnya dari sesuatu kekurangan dan kerusakan. Bisa juga makna as-salam di
sini adalah as-salamah (keselamatan), jadi maknanya adalah semoga ketetapan
Allah terhadapmu, wahai Nabi, adalah keselamatan, yakni selamat dari celaan dan
kekurangan.”
Dasar Hukum Bershalawat
Dibawah ini adalah dalil-dalil
tentang shalawat baik dari Al-Quran maupun Al-Hadis Nabi Saw., serta para ulama
Al-Qur’an
Surat Al-Ahzâb ayat 43:
هـو الذى يـصلى عليكم ومـلائكـته
ليخرجكم من الـظلـمات إلى النور وكان بالمؤمـنين رحـيمـا
Artinya: "Dia-lah yang
memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu) supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang".
Surah Al-Ahzâb ayat 56:
إن الله وملائـكته يصـلون على
النبى يا أيها الذين أمـنوا صـلوا عـليه وسـلـموا تـسـليـما
Artinya: "Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya".
Maksud
Allah bershalawat kepada Nabi Saw. adalah dengan memberi rahmat-Nya;
bershalawat malaikat kepada Nabi Saw. dengan memintakan ampunan; sedangkan
bershalawatnya orang-orang mu'min kepada Nabi Saw. dengan berdoa supaya diberi
rahmat seperti dengan per-kataan "Allâhumma Shalli 'alâ Muhammad"
Adapun
salam kepada Nabi Saw. adalah dengan mengucapkan "Assalâmu Alayka Ayyuh
al-Nabiyy."
Al-Hadits
صـلوا عـلى فإن صـلاتكـم عـلى
زكـاة لـكـم
Artinya: "Bershalawatlah
kamu kepadaku, karena sha-lawatmu itu menjadi zakat (penghening jiwa pembersih
dosa) untukmu." (HR. IbnMurdaweh)
سمعت رسول الله صـلـعـم يقـول لا تجعـلوا بيوتكم قـبورا
ولا تجـعلـوا قـبرى عـيـدا وصلوا على فإن صلاتكـم تـبلغـنى حـيث كــنتم
Artinya: "Saya mendengar
Nabi Saw. Bersabda janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan
janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai per-sidangan hari raya.
Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada."
(HR. Al-Nasâ'i, Abû Dâud dan dishahihkan oleh Al-Nawâwî).
Diterangkan oleh Abû Dzar
Al-Harawî, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada
yang berkata pada malam Isra' dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya'ban.
Dan oleh karena itulah bulan Sya'ban dinamai dengan "Syahrush
Shalâti" karena dalam bulan itulah turunnya ayat 56, Surah ke-33 Al-Ahzâb.
Para ulama berbeda pendapat tentang perintah yang
dikandung oleh ayat "Shallû 'Alayhi wa Sallimû Taslîmân =
bershalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah kamu kepadanya," apakah untuk
sunnat apakah untuk wajib.
Kemudian apakah shalawat itu fardlu 'ain ataukah fardlu kifayah. Kemudian apakah membaca shalawat itu setiap kita mendengar orang menyebut namanya ataukah tidak.
Kemudian apakah shalawat itu fardlu 'ain ataukah fardlu kifayah. Kemudian apakah membaca shalawat itu setiap kita mendengar orang menyebut namanya ataukah tidak.
Asy-Syâfi'i berpendapat bahwa bershalawat di dalam duduk
akhir di dalam sembahyang, hukumnya fardlu. Jumhur ulama berpendapat bahwa
shalawat itu adalah sunnat. Kata Al-Syakhâwî : "Pendapat yang kami pegangi
ialah wajibnya kita membaca shalawat dalam duduk yang akhir dan cukup sekali
saja dibacakan di dalam suatu majelis yang di dalam majelis itu berulang kali
disebutkan nama Rasul.
Al-Hâfizh Ibn Hajar Al-Asqalânî telah menjelaskan tentang
madzhab-madzhab atau pendapat-pendapat ulama mengenai hukum bershalawat dalam
kitabnya "Fath al-Bârî", sebagaimana di bawah ini. Para
ulama yang kenamaan, mempunyai sepuluh macam madzhab (pendirian) dalam masalah
bershalawat kepada Nabi Saw.:
Pertama,
madzhab Ibnu Jarîr Al-Thabarî. Beliau berpendapat, bahwa bershalawat kepada
Nabi, adalah suatu pekerjaan yang disukai saja. Kedua, madzhab Ibnu
Qashshar. Beliau berpen-dapat, bahwa bershalawat kepada Nabi suatu ibadat yang
diwajibkan. Hanya tidak ditentukan qadar banyaknya. Jadi apabila seseorang
telah bershalawat, biarpun sekali saja. Terlepaslah ia dari kewajiban. Ketiga,
madzhab Abû Bakar Al-Râzî dan Ibnu Hazmin. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa
bershalawat itu wajib dalam seumur hidup hanya sekali. Baik dilakukan dalam
sembahyang, maupun di luarnya. Sama hukumnya dengan mengucapkan kalimat tauhid.
Selain dari ucapan yang sekali itu hukumnya sunnat. Keempat, madzhab
Al-Imâm Al-Syâfi'i. Imam yang besar ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib
dibacakan dalam tasyahhud yang akhir, yaitu antara tasyahhud dengan salam.
Kelima,
madzhab Al-Imâm Asy-Sya'bî dan Ishâq. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa
shalawat itu wajib hukumnya dalam kedua tasyahud, awal dan akhir. Keenam,
madzhab Abû Ja'far Al-Baqîr. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib
dibaca di dalam sembahyang. Cuma beliau tidak menentukan tempatnya. Jadi, boleh
di dalam tasyahhud awal dan boleh pula di dalam tasyahhud akhir. Ketujuh, madzhab
Abû Bakar Ibnu Bakir. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib kita
membacanya walaupun tidak ditentukan bilangannya. Kedelapan, madzhab
Al-Thahawî dan segolongan ulama Hanafiyah. Al-Thahawî berpendapat bershalawat
itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendengar orang menyebut nama Muhammad.
Paham ini di ikuti oleh Al-Hulaimî dan oleh segolongan ulama Syâfi'iyyah. Kesembilan,
madzhab Al-Zamakhsyarî. Al-Zamakhsyarî berpendapat, bahwa shalawat itu
dimustikan pada tiap-tiap majelis. Apabila kita duduk dalam suatu majelis,
wajiblah atas kita membaca Shalawat kepada Nabi, satu kali. Kesepuluh,
madzhab yang dihikayatkan oleh Al-Zamkhsyarî dari sebagian ulama Madzhab ini
berpendapat bahwa bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendoa.
Untuk mengetahui manakah paham yang harus dipegangi dalam soal ini, baiklah kita perhatikan apa yang telah diuraikan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, katanya : "Telah bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi, walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang. Segolongan ulama tidak mewajibkan bershalawat di dalam sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-'Iyâd dan Al-Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari Al-Syâfi'i."
Untuk mengetahui manakah paham yang harus dipegangi dalam soal ini, baiklah kita perhatikan apa yang telah diuraikan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, katanya : "Telah bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi, walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang. Segolongan ulama tidak mewajibkan bershalawat di dalam sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-'Iyâd dan Al-Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari Al-Syâfi'i."
Dengan uraian yang panjang Al-Imâm Ibn Al-Qayyim membantah
paham yang tidak mewajibkan shalawat kepada Nabi Saw. di dalam sembahyang dan
menguatkan paham Al-Syâfi'i yang mewajibkannya.
Al-Imâm Ibn Al-Qayyim berkata: "Tidaklah jauh dari
kebenaran apabila kita menetapkan bahwa shalawat kepada Nabi itu wajib juga
dalam tasyahhud yang pertama. Cuma hendaklah shalawat dalam tasyahhud yang
pertama, diringkaskan. Yakni dibaca yang pendek. Maka apabila kita renungkan
faham-faham yang telah tersebut itu, nyatalah bahwa bershalawat kepada Nabi itu
disuruh, dituntut, istimewa dalam sembahyang dan ketika mendengar orang
menyebut nama Nabi Muhammad Saw.
Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir: "Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. ketika orang menyebut namanya, adalah merupakan dosa besar yang keenampuluh."
Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir: "Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. ketika orang menyebut namanya, adalah merupakan dosa besar yang keenampuluh."
الا أخـبركـم بأبخـل الناس ؟
قـالـوا بلى يا رسـول الله قال من ذكـرت عـنده فـلم يصلى فذلك أبخـل الـنـاس
Artinya: "Apakah tidak
lebih baik saya khabarkan ke-padamu tentang orang yang dipandang sebagai
manusia yang sekikir-kikirnya? Menjawab sahabat : Baik benar, ya Rasulullah.
Maka Nabi-pun bersabda : Orang yang disebut namaku dihadapannya, maka ia tidak
bershalawat ke-padaku, itulah manusia yang sekikir-kikirnya." (HR.
Al-Turmudzû dari 'Ali).
Kemudian hadis Nabi yang lain
أيـما قوم جـلـسـوا فأطالـوا
الجـلـوس ثم تفـرقوا قـبل أن يذكـروا الله تعـلى ولايصـلوا على الـنـبيه كـانت
عليهم ترة من الله إن شـا ء الله عــذبهم وإن شـاء
Artinya: "Kaum mana saja
yang duduk dalam suatu majelis dan melamakan duduknya dalam majelis itu,
kemudian mereka bubar dengan tidak menyebut nama Allah dan tidak bershalawat
kepada Nabi, niscaya mereka menghadapi kekurangan dari Allah. Jika Allah
meng-hendaki, Allah akan mengadzab mereka dan jika Allah menghendaki, Allah
akan memberi ampunan kepada mereka. " (HR Al-Turmudzî).
Shalawat Yang Paling Afdhal
Shalawat yang paling utama dan paling
sempurna adalah shalawat yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
ajarkan sendiri kepada para sahabat ketika mereka bertanya. Dalam hadits-hadits
berikut ini kita bisa melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak sekedar mengajarkannya, bahkan beliau memerintahkannya. Ini
menunjukkan bahwa lafal-lafal tersebut adalah yang paling utama dan sempurna.
Karena, beliau tidaklah memilih untuk diri beliau kecuali yang mulia dan
sempurna. Demikian penjelasan dari Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari.
Sebagian lafal-lafal shalawat yang
paling baik adalah shalawat yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
ajarkan dalam hadits-hadits berikut ini:
- Dari ‘Abdurrahman bin Abu Laila mengatakan, “Sahabat Ka’b bin ‘Ujrah pernah menemuiku dan mengatakan, maukah engkau kuberi sebuah hadiah yang saya dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Saya pun menjawab, “Tentu, berikanlah hadiah tersebut kepadaku.” Ia pun mengatakan, saya pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana bershalawat atas kalian ahlul bait? Sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kita cara mengucapkan salam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat
atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkannya
kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha
Mulia. Ya Allah, limpahkanlah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia.” [H.R. Al-Bukhari].
- Dari Abu Sa’id Al-Khudri z, beliau mengatakan, “Kami bertanya kepada Rasulullah `, wahai Rasulullah, [yang Anda ajarkan] ini adalah cara bersalam atasmu, lalu bagaimana kami bershalawat? Beliau pun menjawab, “Ucapkan:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat
atas Muhammad, hamba dan Rasul-Mu, sebagaimana Engkau limpahkan kepada Ibrahim.
Dan limpahkanlah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana
Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.” [H.R. Al-Bukhari]
- Dari Abu Humaid As-Sa’idi z, beliau mengatakan, “Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana bershalawat atasmu? Beliau pun menjawab:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat
atas Muhammad, istri-istri, dan keturunan beliau, sebagaimana Engkau limpahkan
kepada keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah barakah kepada Muhammad, istri-istri
dan keturunan beliau, sebagaimana Engkau limpahkan kepada keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Penyayang.” [H.R. Al-Bukhari].
Ini adalah sebagian shalawat yang
diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Shahih
Al-Bukhari, masih ada shalawat-shalawat lain yang diriwayatkan dari beliau yang
belum bisa kami sebutkan. Sebagaimana kita jelaskan di muka, bershalawat dengan
lafal-lafal yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
jauh lebih baik daripada shalawat yang lain.
Ada satu hal yang patut kita perhatikan
dari riwayat di atas. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang lafal shalawat yang benar di dalam hadits-hadits
yang lewat, hal ini menunjukkan betapa besarnya semangat mereka untuk mengikuti
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang mana semangat ini kian
memudar dalam barisan kaum muslimin. Kita dapati sebagian muslimin lebih
menyukai shalawat-shalawat yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Shalawat Yang Paling Ringkas
Pembaca sekalian, semoga Allah
merahmati kita semua, Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab “Al-Adzkar”,
“Apabila kalian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
hendaknya kalian menyebutkan shalawat dan salam sekaligus. Jangan menyebutkan
salah satunya saja, ‘shallallahu ‘alaihi’ saja atau ‘’alaihis
salam’ saja. Dari penjelasan di atas bisa dipahami bahwasanya lafal
shalawat yang paling ringkas hendaknya terdiri dari dua bagian: shalawat dan
salam. Janganlah kita mengurangi salah satunya sebagaimana jelas dalam
keterangan Imam An-Nawawi di atas. Hal ini sejalan dengan firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٥٦)
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk
Nabi dan salam kepadanya.”
[Al-Ahzab:56].
Dua lafal shalawat dan salam yang
ringkas dan seringkali kita dengar, yaitu shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan ‘alaihish shalatu was salam (semoga shalawat dan salam tercurah
kepada beliau) adalah contoh shalawat yang baik karena telah mencakup shalawat
dan salam sekaligus. Namun, yang harus kita perhatikan di sini, seringkali
orang menyingkat dengan kata ‘saw’ di dalam penulisan. Sebenarnya, bagaimana
bimbingan para ulama mengenainya?
Banyak ulama yang menganjurkan untuk
menghindari penyingkatan shalawat menjadi beberapa huruf-huruf. Di antaranya
adalah Imam Ibnu Shalah dalam kitab beliau ‘Ulumul Hadits,
beliau mengatakan, “Seyogianya seorang penulis hadits selalu menjaga penulisan
shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika menyebut beliau. Janganlah dia bosan mengulang-ulang shalawat ketika
mengulang penyebutan beliau. Karena, dalam penulisan shalawat dan salam
tersebut terdapat faedah yang besar…” Kemudian beliau melanjutkan, “… Dan
hendaknya dalam menulis shalawat menghindari dua hal: ditulis kurang dengan
menyingkat menjadi dua huruf dan sejenisnya, atau menulisnya dengan mengurangi
makna, seperti tanpa menulis ‘salam’.”
Keutamaan Shalawat.
Untuk mengetahui keutamaan
apakah yang diperoleh orang-orang yang bershalawat, baiklah kita perhatikan
maksud-maksud hadis yang di bawah ini, bersabda Nabi Saw :
مـن صلى على مـرة واحـدة صـلى
الله عـليه بها عـشـرا
Artinya: "Barangsiapa
bershalawat untukku sekali, niscaya Allah bershalawat untuknya sepuluh
kali." (HR. Muslim dari Abû Hurairah).
إن لله تعالى مـلائكـة سـياحـين فى الأرض يبلغـونني عـن
أمـتى الـسـلام
Artinya: "Bahwasanya bagi
Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan di muka
bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka me-nyampaikan kepadaku
(sabda Nabi) akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku." (HR. Ahmad.
Al-Nasâ'i dan Al-Darimî).
مـن صلى عـلى حين يصبح عـشـرا
ويمسى عـشرا أدركـته شفاعتى يوم القـيـامة
Artinya: "Barangsiapa
bershalawat untukku dipagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali,
mendapatlah ia syafa'atku pada hari qiamat." (HR. Al-Thabrânî)
اولى الـنـاس بى يوم الـقـيامة أكـثرهـم على صـلاة
Artinya: "Manusia yang
paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling banyak
bershalawat untukku." (HR. Al-Turmudzî).
Membaca shalawat adalah amal ibadah
yang memiliki keutamaan sangat banyak. Karena banyaknya, maka tidaklah cukup
untuk disebutkan semuanya dalam tulisan yang singkat ini. Di sini hanya
disebutkan beberapa keutamaan shalawat, di antaranya :
- Shalawat Nabi adalah hal yang sangat istimewa. Sebab, Allah dan para malaikat pun bershalawat kepada Rasulullah. Keistimewaan itulah yang membuat shalawat berbeda dengan ibadah yang lain.
Inilah satu sisi makna shalawat yang
sangat dalam. Dengan kita membaca shalawat untuk Rasulullah, berarti kita akan
mendapatkan keistimewaan dan kehormatan karena kita bisa ikut melakukan apa
yang dilakukan oleh Allah dan para malaikat. Dengan membaca shalawat, kita juga
yang akan mendapat tetesan kemuliaan dari keagungan Rasulullah.
- Memperbanyak membaca shalawat akan mendekatkan kita kepada Rasulullah. Semakin banyak kita membaca shalawat, maka nama kita akan tercatat dalam nama orang-orang yang paling utama dan dekat di sisi Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sungguh, orang yang paling utama di sisiku kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca shalawat kepadaku”. (HR. Tirmidzi)
- Membaca shalawat sekali saja, akan mendapatkan balasan dari Allah sepuluh kali lipat.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa
membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan membalasnya sepuluh kali
lipat.”. (HR. Ibnu Majah)
- Membaca sholawat akan mendatangkpan kebaikan, meninggikan derajat kita di sisi Allah dan dapat menghapuskan perbuatan dosa kita. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa membaca shalawat kepadaku sekali, maka akan ditulis untuknya sepuluh kebaikan, dilebur sepuluh kejelekan, dan ditinggikan sepuluh derajat”. (HR. Nasa’i)
- Membaca shalawat termasuk amal ibadah, sedangkan orang yang tidak bersholawat termasuk orang yang pelit di sisi Rasulullah. Rasulullah bersaba, “Sesungguhnya orang yang bakhil (pelit) adalah mereka yang tidak membaca shalawat ketika mendengar nama-ku disebut”. (HR. Tirmidzi)
- Sholawat dapat menuntun kita menuju ke jalan surga, sebaliknya orang yang tidak mau membaca sholawat dikhawatirkan ia akan tersesat dari jalan surga. Rasulullah bersabda, “Orang yang mendengar namaku disebut tetapi ia tidak bershalawat, ia akan tersesat dari jalan surga”. (HR. Baihaqi).
- Diusahakan dalam setiap majelis, jangan sampai terlewatkan untuk membaca shalawat. Karena Rasulullah bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk dalam majelis, lalu mereka tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada nabi mereka, kecuali majelis itu akan terputus di hari kiamat.” (HR. Ahmad).
Inilah beberapa keutamaan shalawat yang
dapat terangkum dalam tulisan ini. Tentunya, masih banyak keutamaan shalawat
yang lain yang tidak dapat dihitung satu persatu. Semua keutamaan shalawat
tersebut menunjukkan keagungan diri Rasulullah yang tidak akan pernah habis
untuk digali dan dipelajari.
Hikmah Shalawat
Bersumberkan daripada At Taiyimi katanya, ”Apabila mereka berselawat ke atas Nabi s.a.w. maka para malaikat pun turut berselawat bersama mereka sehingalah mereka selesai berselawat.”
- Satu kali selawat Allah akan membalas dengan 10 kali selawat untuknya.
- Satu kali selawat Allah akan mengangkatnya dengan 10 darjat.
- Malaikat juga akan turut membaca selawat ke atas orang yang membaca selawat untuk Rasulullah s.a.w.
- Doa yang disertai dengan selawat akan diperkenankan oleh Allah Taa’la tetapi doa yang tidak disertai dengan selawat ianya akan tergantung di antara langit dan bumi.
- Akan mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah s.a.w. di hari kiamat nanti.
- Allah akan menggandakan limpah kurnia dan rahmat-Nya pada mereka yang berselawat untuk Nabi s.a.w.
- Dapat membersihkan hati, jiwa dan roh kotor yang berselaput di dalam dada.
- Dapat membuktikan kecintaan dan kasih sayang kita terhadap Rasulullah.
- Mewariskan kecintaan Rasulullah terhadap umatnya.
- Akan terselamat dan terpelihara daripada segala apa yang mendukacitakan dari hal keduniaan mahu pun akhirat.
- Dengan membaca selawat akan dapat mengingatkan kembali apa-apa
yang telah kita lupa.
Akan mendapat nur yang bersinar-sinar di hati apabila kita berselawat 100 kali dengan bersungguh-sungguh.
- Mendapat ganjaran pahala seperti memerdekakan seorang hamba bila kita berselawat sebanyak 10 kali.
- Allah akan meluas dan melapangkan rezekinya dari sumber-sumber yang tidak diketahui.
- Allah akan memberatkan timbangan amalnya pada neraca timbangan di hari kiamat nanti.
- Mendapat keberkatan dari Allah bagi dirinya dan juga keluarganya.
- Mendapat rasa kasih sayang dari hati-hati orang mukmin terhadapnya.
- Akan mendekatkan dirinya dengan Telaga Haudh (Telaga Rasulullah s.a.w.) serta dapat pula meminumnya di hari kiamat nanti.
- Dapat melepaskan diri seseorang itu dari tergelincir semasa melalui titian Sirat dan ia dengan selamat menuju ke syurga.
Imam Ibnu
Mandah dalam "al-Fawaaid", Imam al-Ashbahaani dalam
"at-Targhib", Imam ad-Dailami dalam "Musnad al-Firdaus" dan
Imam al-Baihaqi dalam "Hayatul Anbiya" meriwayatkan satu hadits
daripada Sayyidina Anas r.a. bahawasanya Junjungan Nabi s.a.w. bersabda:
"Sesiapa bersholawat ke atasku 100 kali pada hari Jumaat dan malam Jumaat, nescaya ditunaikan Allah baginya 100 hajat, 70 dari hajat-hajat akhirat dan 30 dari hajat-hajat dunia. Kemudian Allah wakilkan seorang malaikat untuk menghadapku dengan membawa sholawat-sholawat tersebut dalam kuburku sebagaimana menghadap orang membawa hadiah kepada kamu, bahawasanya ilmu/pengetahuanku setelah mati sama seperti ilmu/pengetahuanku sewaktu aku hidup."
Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda “Orang yang
pantas berada di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang memperbanyak
shalawat atasku.” (HR. Tirmidzi)
Shalawat yang berasal
dari kata al-Shalah, secara etimologi mempunyai arti yaitu do’a dan
rahmat. Secara lebih khusus, shalawat mempunyai makna rahmat Allah Swt yang
disertai pemuliaan-Nya atas Nabi Muhammad SAW. Namun, sebagian jumhur mentafsirkan
bahwa shalawat berarti rahmat yang datang dari Allah Swt, dan pengampunan dosa
dari malaikat, serta tunduk dan do’a dari selain keduanya seperti manusia,
hewan, hingga benda mati.
Hadist yang tesebut di
atas, mengingatkan kita akan urgensi dan keutamaan shalawat atas Nabi Muhammad
SAW. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita tunduk dan memuliakan
junjungan nabi kita Muhammad SAW atas apa yang telah beliau lakukan untuk
umatnya semasa hidup. Shalawat atas beliau adalah satu dari sekian banyak wasilah
atau cara untuk memuliakan beliau. Jangankan kita manusia yang notabene adalah
umat beliau, Allah Swt dan malaikat-Nya pun juga beshalawat kepada beliau.
Allah Swt befirman dalam al-Qur’an yang bunyinya “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya bershalawat atas nabi. Hai orang-orang yang beriman!
Bershalawatlah kamu atas nabi dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS al –
Ahzab : 56)
Allah Swt dengan
segala kekuasaan-Nya telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan
risalah-Nya, dan menjadikannya rahmatan lil ‘alamien, serta pembawa
berita gembira bagi orang-orang mu’min, dan pemberi syafa’at bagi umat
pilihannya. Maka, sudah menjadi kewajiban seorang muslim dan seluruh umat Nabi
Muhammad SAW untuk bershalawat atasnya sebagai bentuk rasa tunduk dan
penghormatan kepada beliau.
Orang yang selalu
bershalawat atas Nabi Muhammad SAW akan merasakan fadhilah dan keutamaan dari
shalawat tersebut. Ada beberapa hadist yang menjelaskan fadhilah dan keutamaan
dari shalawat, satu diantaranya berbunyi “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali,
maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali." (HR. Muslim, Ahmad dan
perawi hadits yang tiga). Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW bersabda
“Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu
sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa'atku." (HR. Thabarani)
Namun, barangsiapa
yang melalaikan dan enggan untuk bershalawat atas Nabi Muhammad SAW, maka ia
juga akan merasakan akibat dan dampak dari kelalaiannya itu. Rasulullah SAW
bersabda “Termasuk orang yang bakhil adalah orang yang apabila namaku disebut
ia tidak bershalawat atasku.” (HR. Tirmidzi)
Inilah sebagian fadhilah bagi orang-orang yang sering
bershalawat atas Nabi Muhammad SAW dan celaan bagi yang melalaikannya. Wallahu
a’lam bish shawab[nerameazza]
Ibnu Jauzi dalam kitab al-Busthan
menulis :
"Apabila ada orang dalam suatu
majelis pertemuan tida membaca shalawat kepada Nabi SAW, maka ia akan keluar
dari majelis itu dengan bau tak sedap. Sebaliknya jika orang yang keluar dari
suatu majelis sambil membaca shalawat, maka baunya akan lebih harum daripada
minyak wangi, sebab Rasulullah SAW adalah manusia yang paling harum diantara
yang harum, yang paling suci diantara orang-orang suci. Jika Nabi SAW sedang
menghadiri suatu majelis dan berbicara diantara mereka, maka majelis itu penuh
dengan aroma Misik."
Besar sekali pahala dan kehebatan serta
fadlilah shalawat kepada Nabi SAW. Hendaklah orang beriman selalu mengucapkan
shalawat, karena Rasulullah SAW adalah perantara yang agung dari seluruh rahmat
dan kenikmatan yang telah diterima manusia.
Akan sangat utama apabila orang yang
membaca shalawat dalam keadaan suci. Didahului dengan berwudlu, menghadap
kiblat dan dalam keadaan tafakur mensifati keagungan Nabi SAW. Mentartilkan
bacaannya dan tidak tergesa-gesa.
Abi Naufal (16/7/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar