JANGAN makan harta yang
HARAM !
Di dalam Al-Qur’an, Allah
Swt berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah
[2]: 188)
Para koruptor telah mencuri harta negara yang diperuntukkan
bagi kesejahteraan rakyat, sedangkan dalam Islam sendiri berkeyakinan bahwa
orang yang melakukan pencurian bukalah orang yang beriman, karena seorang yang
beriman, ia tidak mungkin akan melakukan korupsi atau pencurian sebagaimana
sabda Rasulullah Saw, “Pencuri tidak akan mencuri ketika ia dalam keadaan
beriman.” (HR. Bukhari)
Waspadalah
!
TEMENNYA SETAN |
Realitanya
praktikal korupsi yang selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan
sebuah Negara atau public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada
penggunaan kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau
pihak dan di pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa
uang atau lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi
korupsi dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya,
korupsi laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan
dunia hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut
jasadnya, akan tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan
sebuah ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran,
kebohongan, dan hilangnya sebuah kepercayaan.
Apa itu Korupsi
?
Pada era saat
ini, korupsi seakan-akan menjadi sebuah istilah yang sudah biasa kita dengar.
tetapi sebagian besar dari kita masih belum mengetahui dari pengertian korupsi.
di sini saya akan memberikan beberapa pengertian korupsi dari berbagai sumber.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk bermoral. adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya
Korupsi menurut Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Definisi Korupsi menurut Syeh Hussein Alatas menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.
korupsi menurut Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara…”
Harta Haram dalam Islam
1.Risywah
Istilah lain yang juga merupakan salah satu
bentuk korupsi adalah risywah, yang berasal dari kata rasya, yarsyu, rasywan wa
rasywah wa risywah wa rusywah yang berarti memberi suap atau sogok kepadanya.
Orang yang menyuap disebut al-rusyi yaitu orang
yang memberikan sesuatu kepada seseorang yang bisa membantunya atas dasar
kebatilan. Adapun orang yang mengambil atau menerima pemberian itu
disebut al-murtasyi. Sementara orang yang menjadi perantara antara pemberi dan
penerimanya dengan menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain disebut al-ra’isy.
Umar bin Khaththab
mendefinisikan bahwa risywah adalah sesuatu yang diberikan/disampaikan oleh
seseorang kepada orang yang mempunyai kekuasaan (jabatan, wewenang) agar ia
memberikan kepada si pemberi sesuatu yang bukan haknya). Risywah (suap) merupakan perbuatan yang dilarang oleh Al-Qur’an, As-Sunnah dan
Ijma’ Ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang
memberi, menerima dan yang menjadi penghubung di antara keduanya.
Di dalam Al-Qur’an, Allah
Swt berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah
[2]: 188)
2.Ghulûl
Ghulûl adalah isim masdar dari kata ghalla,
yaghullu, ghallan, wa ghullan, wa ghulûlan (Ibnu Manzur, Lisânul ‘Arab) yang secara
leksikal dimaknai akhadza al-syai’a fi khufyatin wa dassahu fi matâ’thî
(mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dan memasukkan ke dalam hartanya)
(M. Rawwas, Mu’jam Lughât al-Fuqahâ) dan khâna (khianat atau curang).
Dalam riwayat Buraidah,
Rasulullah juga menegaskan makna ghulûl, beliau bersabda, “Barangsiapa yang
kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji)
untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulûl (korupsi).” (HR.
Abu Daud)
3.Suht
Suht secara bahasa berasal dari kata kerja sahata
yashatu suhtan wa suhutan yang berarti memperoleh harta haram. Ibnu Manzur
menjelaskan arti suht, yaitu semua yang haram. Suht juga diartikan sesuatu yang
terlarang, yang tidak halal dilakukan karena akan merusak atau menghilangkan
keberkahan.
Bukhari mengutip pendapat Ibnu Sirin bahwa suht
adalah risywah (suap menyuap) dalam perkara hukum atau kebijakan. Malik juga
meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi di Khaibar pernah akan menyuap Abdullah
bin Rawahah r.a dengan sejumlah perhiasan agar memberikan keringanan atau
keuntungan tertentu bagi mereka, tetapi Ibnu Rawahah berkata, “Apa pun yang
kamu sodorkan dari suap, maka hal itu adalah suht (yang haram) dan kami tidak
akan memakannya.”
4.Khâna
Khâna berarti ghadara (berkhianat, tidak
jujur), naqadha, khâlafa (melanggar dan merusak). Ar-Raqib al-Isfahani, seorang
pakar bahasa Arab, berpendapat bahwa khianat adalah sikap tidak memenuhi suatu
janji atau suatu amanah yang dipercayakan kepadanya. Ungkapan khianat juga
digunakan bagi seseorang yang melanggar atau mengambil hak-hak orang lain,
dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya
dalam masalah mu’amalah. Khianat juga digunakan kepada orang yang mengingkari
amanat politik, ekonomi, bisnis (mu’amalah), sosial dan pergaulan.
Khianat adalah tidak menepati amanah. Oleh
karena itu, Allah Swt sangat membenci dan melarang berkhianat. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
5.Sariqah
Sariqah berasal dari kata saraqa yasriqu sarqan wa
sariqah yang secara leksikal bermakna akhadza mâ lighairi khufyatan, yang
berarti mencuri. Sariqah juga bermakna nahab (merampok), syahshan (menculik), syaian
qalîlan (mencuri barang kecil, mencopet), dan muallafan (menjiplak, melakukan
plagiat).
Korupsi
Menurut Islam ?
Korupsi
merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’ meskipun nash tidak menjelaskan
had atau kifarahnya. Akan tetapi pelaku korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas
kemaksiatan tersebut. Perbuatan maksiat mempunyai beberapa kemiripan,
diantaranya ialah mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu, dan lain
sebagainya. Maka perbuatan tersebtu termsuk dalam jarimah ta’zir yang penting.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadis nabi yang diriwayatkan oelh ahmad dan
tirmizy, yang artinya :
Diriwayatkan
oleh Jabir RA dari nabi SAW, Nabi bersabda : Tidak ada (hukuman) potong tangan
bagi pengkhianat, perampok dan perampas/pencopet. (HR.Ahmad dan Tirmizy).
Apakah
definisi korupsi menurut Islam? Tim penulis buku Koruptor Itu Kafir: Telaah
Fiqih Korupsi Dalam Muhammadiyah & Nahdlatul Ulama (NU) yang
terdiri dari Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah dan Tim Kerja Gerakan
Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU ini mengungkapkan bahwa kosakata korupsi
memang tidak termaktub secara eksplisit di dalam khazanah hukum Islam. Tapi
memang ada beberapa konsep kunci dalam fiqih Islam yang mengacu pada definisi
korupsi (hal. 17-31 & hal. 120-134).
Dilihat
dari artinya sebagai tindakan mencuri atau mengambil harta pihak lain secara
tidak sah, korupsi semakna dengan konsep sariqah (mencuri).
Sedangkan bila ditengok dari sisi pendekatan kekuasaan, korupsi dapat
digolongkan sebagai risywah (suap). Tapi risywah
lebih mencakup daripada hanya sekedar suap. Sebab risywah terjadi tidak cuma di
kalangan pejabat, tetapi juga di tingkat rakyat. Apalagi jika menyangkut
hubungan timbal-balik antara keduanya dalam penciptaan kemudahan urusan publik,
transaksi politik jual-beli suara dalam Pemilu, atau hanya sekedar pemberian
uang rokok dalam penyelesaian adiministrasi KTP.
Sementara
itu, ditilik dari sisi penggelapan harta publik/negara, korupsi masuk dalam
pengertian ghulul
(penggelapan harta). Inilah konsep yang paling dekat dengan definisi korupsi.
Karena baik korupsi dan ghulul sama-sama terjadi dalam aras
urusan harta publik di kalangan lingkar dan luar kekuasaan. Terakhir, korupsi
bisa disejajarkan dengan hirabah (pembegalan/perampokan
besar-besaran). Ini jika ditinjau dari dampak kerusakan tatanan peradaban yang
ditimbulkannya. Kalau ada pejabat yang menyunat dana pembangunan jalan raya,
jembatan, tol, dan reboisasi hutan, maka tindakannya itu termasuk hirabah.
Titik
persuaan pemahaman Muhammadiyah dan NU ada pada sikap mereka. Bahwa korupsi
adalah kejahatan yang dilaknat Allah SWT. Siapa pun yang bersyahadat tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah ia tidak
berkorupsi. Sebab dengan berkorupsi berarti ia telah menggusur kedaulatan Tuhan
dan menggantinya dengan kedaulatan uang. Meskipun ia tergolong seorang muslim
yang rajin beribadah, beramal, dan acap menyumbang pembangunan masjid
(hal.142-144).
Korupsi
Adalah Syirik
Ketua
Umum PBNU 2004-2010, KH. Hasyim Muzadi, dalam kata sambutannya di buku ini
menyatakan bahwa tiada hukuman yang pantas bagi koruptor selain dibunuh,
disalib, dipotong tangan dan kakinya dengan cara menyilang, atau minimal diusir
dari lingkungannya. Jika ia meninggal dunia, jenazahnya pun tidak boleh disholatkan
sampai ia melalui ahli warisnya mengembalikan harta yang ia tilap kepada negara
(hal. xii). Separah itu? Ya! Karena korupsi adalah perbuatan menduakan Tuhan
(syirik). Senada dengan itu, Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah,
terang-terangan menyatakan bahwa korupsi itu termasuk TBC (Takhayul,
Bid'ah, Churafat) atau syirik di abad modern (xxx).
Pemikiran
tentang status kesyirikan korupsi ini adalah kemajuan akbar. Selama ini korupsi
hanya dianggap sebagai sesuatu yang dilarang agama. Parahnya, korupsi sering
teronggok dalam debat kusir fiqhiyyah saja. Sehingga masyarakat
masih menolerir korupsi dalam takaran yang masih wajar sembari menanggok laba
di sana. Karena itu status hukum korupsi harus dinaikkan dari taraf hukum-fiqhiyyah
ke taraf iman-aqidah. Simpulan akhirnya dapat
ditebak dari judul buku ini; koruptor itu kafir. Sungguh telah gugurlah iman
seorang muslim yang korup.
Namun,
buku ini mengakui perlunya usaha yang lebih dahsyat dari cuma
"seremeh" mengkafirkan koruptor. Sebab sejauh ini nalar pemberantasan
korupsi di Indonesia masih berkutat dalam tlatah penindakan saja. Nyaris tak
ada pencegahan. Entah itu berbentuk penataan sistem dan struktur sosial kebal
korupsi, pelahiran produk dan pranata hukum antikorupsi, ataupun penanaman
nilai-nilai antikorupsi dalam sistem pendidikan bangsa. Padahal untuk
menolakbala korupsi, bangsa ini membutuhkan nalar pencegahan. Apalagi modus
korupsi semakin lama semakin canggih. Pelakunya pun kian cerdas nian bersiasat.
Penerapan
Ta’zir bagi pelaku korupsi dalam Islam ?
Penerapan
sepenuhnya diserahkan terhadap hakim (penguasa), dengan kewenagan yang
dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang sesuai dengan kadar kejahatan dan
keadaan pelakunya, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan umum islam dalam
menjatuhkan hukuman yaitu:
- Tujuan penjatuhan hukuman, yaitu menjaga dan memelihara kepentingan umum.
- Efektifita hukuman dalam menghadapi korupsi tanpa harus merendahkan martabat pelakunya.
- Sepadan dengan kejahatannya sehingga terasa adil.
- Tanpa ada pilih kasih, yaitu semua sama kedudukannya didepan hokum.
Seorang hakim
dapat mempertimbangkan dan menganalisa bedat dan ringannya perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku korupsi. Kejahatan yang telah ditetapkan sanksi hukuman
oleh nash, seorang hakim tidak punya pilihan lain kecuali menerapkannya.
Meskpun sangsi hukuman bagi pelaku korupsi tidak dijelaskan dalam nash secara
tegas, akan tetapi perampasan dan penghianatan dapat diqiyaskan sebagai
penggelapan dan korupsi.
Hukuman ta’zir
dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Dapat diketahui bahwa korupsi termasuk
dalam salah satu jarimah yang tidak disebutkan oleh nash secara tegas, oleh
sebab itu ia tidak termasuk dalam jenis jarimah yang hukumannya adalah had dan
qishash. Korupsi sama halnya seperti hokum Ghasab, meskipun harta yang
dihasikan sipelaku korupsi melebihi dari nashab harta curian yang hukumannya
potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pecuri yaitu potong
tangan, hal ini disebabkan oleh masuknya syubhat. Akan tetapi disamakan atau
diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa pencurian pengambilan uang hasil
curian.
Dalam jarimah
sendiri korupsi ada tiga unsure yang dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim
dalam menentukan besar hukuman, yaitu :
1) Perampasan
harta orang lain
2) Penghianatan
atau penyalahgunaan wewenang
3) Kerjasama
atau kongkalikong dalam kejahatan
Ketiga unsur
tersebut telah jelas dilarang dalam syari’at islam. Selanjutnya tergantung
kepada kebijaksanaan akal sehat keyakinan dan rasa keadilan hakim yang
didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi pelaku
korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan ta’zir, akan
tetapi dalam menentukan hukuman seorang hakim hendaknya memperhatikan ketentuan
umum perberian sangsi dalam hokum pidana islam yaitu :
- Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
- Adaya kesengajaan seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena kelalaian, salah, atau lupa. Meskipun demian karena kelalaian salah atau lupa tetap diberikan hukuman, meskipun bukan hukuman kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat mendidik.
- Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan telah diperbuatnya.
- Berhati-hati dalam menentukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan menyerahkannya kepada allah apabila tidak cukup bukti.
Korupsi sangat
berdampak negatif pada kehidupan masyarakat sekitar. Adapun dampak korupsi yang
terlihat secara langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut :
- Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi
- Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan dikorupsi.
- Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
- Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.
- Banyaknya rkyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
- Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi.
·
Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai
defisit fiskal yang besar,meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi
membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan
keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung
oleh masyarakat.Selain itu korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat
wajar.Karena korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima
oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak
yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi
(pungutan liar).Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh
persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
·
Yang terakhir,dampak negatif korupsi terhadap
perekonomian adalah korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk
menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke
negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya,
mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih
tinggi.Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya
yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya.Ini berdampak pada menurunnya growth
yang dicapai.
·
Na’udzu min dzalik
JAKARTA 5/2/2013
Artikel yang sangat menarik untuk dijadikan Ibrah bagi kita semua! Terima kasih Antum. Ijin juga saya share di blog saya, agar semakin banyak Akwan yang mengetahui, terutama kepada siswa-siswa saya agar Generasi Muda kita tidak mengalami penyakit kronis yang telah mengkerdilkan bangsa ini!
BalasHapus