Rabu, 13 Februari 2013

BERBEKAL Untuk AKHIRAT






                     MENABUNG UNTUK Masa Depan

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membatalkan sedekah-sedekah (bantuan-bantuan) kamu dengan menyebut-nyebutnya atau (melakukan tindakan) yang menyakitkan hati, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya dan tidak beriman kepada Allah dan kepada adanya hari akhirat. Perumpamaanya seperti batu licin yang ditutupi tanah di atasnya. Waktu ditimpa hujan lebat, batu itu menjadi licin kembali. Tidak satu pun yang dapat mereka peroleh dari usahanya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. Al Baqarah [2]: 264).
MENDA'WAHKAN ISLAM
Rasulullah SAW bersabda, ”Bila anak Adam wafat, maka amalnya terputus kecuali tiga hal: [1] shadaqah jariah, [2] ilmu yang bermanfaat dan [3] anak shalih yang mendoakannya. (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad)
Muqaddimah
Allah SWT telah jelas memberikan warning kepada semua makhluknya yang bernyawa pasti akan mati, akan kembali kepada-Nya, tidak ada yang abadi yang abadi hanyalah Dia Allah SWT pemilik Alam Semesta Raya, dan yang lebih membuat kita termasuk makhluk-Nya semakin tak berdaya ketika maut / ajal itu datang menjemput tanpa ada satu makhlukpun tahu, hari ini, besok, lusa, minggu depan, tahun depan atau tahun-tahun yang akan datang, tidak ada yang tahu kapan Izrail datang menghampiri kita dan mencabut ruh kita yang memisahkan kita dari alam dunia menuju alam akhirat.
Oleh karena itu Rasulullah jauh-jauh hari sudah berpesan kepada ummatnya, kepada kita semua untuk mempersipakan bekal yang banyak untuk diakhirat kelak nanti. Bekal yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bukanlah berupa harta benda, perhiasan, berlian, rumah mewah, mobil dan lain sebagainya, melaikan amal-amal soleh, amal ibadah dan amal jariyah kita selama didunia.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini, kita dapat mengerti bahwa tiga amalan ini bisa menjadi salah satu amal andalan kita. Sedekah itu “susah-susah gampang.” Kalau belum punya apa-apa biasanya orang akan mengumbar janji, seperti “nanti kalau saya ada uang, saya akan sedekahkan yang banyak.” Tapi, ketika uang telah berada di tangannya, ia pun urung untuk itu, karena berpikir bahwa banyak sekali kebutuhannya yang belum tuntas.
Amal Jariyah ?
Amal Jariyah adalah sebuah ungkapan yang artinya Perbuatan baik untuk kepentingan umum tanpa pamrih dan dilakukan terus-menerus.  Perbuatan baik untuk kepentingan umum tanpa pamrih dan dilakukan terus-menerus diistilahkan sebagai Amal Jariyah.  Jadi arti Amal Jariyah adalah Perbuatan baik untuk kepentingan umum tanpa pamrih dan dilakukan terus-menerus.  Kata Istilah Amal Jariyah merupakan ungkapan resmi dalam Bahasa Indonesia.
Amal jariyah adl amalan yg pahalanya terus mengalir kpd pelakunya. Spt dlm hadits ttg 3 amalan yg akan terus mengalir kpdnya meski sdh meninggal: sedekah jariyah (spt wakaf dll), ilmu yg bermanfaat & doa anak shalih kpd ortunya [HR Muslim].
Sedangkan istilah amal jariyah, sebenarnya mengandung makna yang jauh lebih spesifik. Yaitu pada kata jariyah di dalamnya. Kata jariyah ini maknanya adalah mengalir. Maksudnya pemberian harta kepada orang lain yang pahalanya terus mengalir kepada pemberinya, meski pemberinya sudah wafat. Di dalam hadits juga disebut dengan istilah shadaqah jariyah.
Rasulullah SAW bersabda, ”Bila anak Adam wafat, maka amalnya terputus kecuali tiga hal: [1] shadaqah jariah, [2] ilmu yang bermanfaat dan [3] anak shalih yang mendoakannya. (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad)
Yang dimaksud dengan shadaqah jariyah sebenarnya adalah harta yang diwaqafkan di jalan Allah. Kriterianya adalah benda itu tetap tapi bisa memberikan manfaat yang terus menerus kepada orang lain. Misalnya seseorang mewaqafkan tanah atau bangunan berupa masjid, madrasah, pesantren, rumah sakit, laboratorium, islamic center, perpusatakaan, rumah yatim, baitul mal atau lainnya. Waqaf juga bisa berbentuk gedung perkantoran, kios pasar atau kendaraan yang bisa dikelola dan pemasukannya diberikan di jalan Allah. Selama benda itu bermanfaat buat orang lain, maka pahalanya akan terus mengalir meski pemberinya sudah di alam kubur.
Amal Jariyah itu adalah bentuk amaliyah harta yang anda berikan untuk kebajikan agama. Jariyah artinya berlangsung terus, karena amal perbuatan anda akan berlangsung terus sepanjang manfaat bagi dunia akhirat. Seperti bangun masjid, sekolahan, kepentingan social lainnya.
Menurut Imam al-Suyuti
(911 H), bila semua hadis mengenai amal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia dikumpulkan, semuanya berjumlah 10 amal.

Yaitu ilmu yang bermanfaat, doa anak shaleh, sedekah jariyah (wakaf), menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan, mewakafkan buku, kitab atau Alquran, berjuang dan membela Tanah Air, membuat sumur, membuat irigasi, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membangun tempat ibadah dan belajar.
Pahala Amal Jariyah
 Sedekah Jariyah menurut pendapat para ‘Ulama yang dimaksud dengan sedekah jariyah adalah harta yang kita keluarkan niat karena Allah SWT yang manfaatnya terus menerus digunakan dalam kemaslahatan dan kebaikan contoh : Wakaf Tanah, Wakaf Bangunan, Wakaf rumah, Al-Qur-an, dll (Yang manfaatnya digunakan untuk masjid, pesantren, rumah yatim dls). Selama bangunan, tanah atau rumah atau barang apapun yang kita infakkan karena Allah dan selama itu pula dimanfaatkan oleh kemaslahatan ummat islam, Insya Allah pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah dialam kubur.
Shadaqah ?
Kata shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`in, atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan sesautu. Meski lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir tidak ada perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-Qur'an sering menggunakan kata shadaqah dalam pengertian zakat. Allah SWT berfirman:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS At-Taubah:103)
Shodaqoh dlm arti sempit maknanya adl zakat. Sbgmn dlm QS at-Taubah: 60 ttg 8 ashnaf yg berhak menerima zakat.
Juga hadits sbb :
ليس في حبٍّ ولا ثمرٍ صدقةٌ حتّى يبلغَ خمسةَ أوسُقٍ
Tdk ada kewajiban zakat pd biji2an dan kurma hingga mencapai 5 wasaq [HR Muslim]

Sdgkn shodaqoh dlm arti luas, meliputi a.l:
- berbuat adil thd 2 pihak
- menolong org keatas kendaraannya
- ucapan2 yg baik (kalimah thoyibah)
- setiap langkah mnj tmp shalat. - menyingkirkan gangguan di jalanan [HR Muslim]
Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan makna zakat. Misalnya hadits berikut:
Harta yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban untuk membayar shadaqah (zakat). (HR Bukhari Muslim).
Begitu juga dalam hadits yang menceritakan mengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW memberi perintah, "…beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka…".
Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat kitab beliau Al-Ahkam As-Sulthaniyah bab 11).
Bahkan orang yang menjadi 'amil zakat itu sering disebut dengan istilah mushaddiq, karena dia bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan membagi-bagikannya. Kata shadaqah disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 12 kali yang kesemuanya turun di masa Madinah.
Hal yang membedakan makna shadaqah dengan zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat. Sebenarnya ini adalah semacam penyimpangan makna. Dan jadilah pada hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah/tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika Al-Qur'an turun, kedua kata itu bermakna sama.
 Sedekah atau shodaqoh itu diberikan kepada yang membutuhkan, orang fakir dan miskin serta kelompok yang berhak menerimanya.
Infaq?
Hal yang sama juga terjadi pada kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Qur'an, di mana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah kepada istri, anak yatim atau bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara `urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.
Infaq itu berhubungan dengan harta yang harus berikan kepada tanggungannya, yang disebut juga dengan nafkah menurut kemampuannya.
Manfaat Sodaqoh
Manfaat dari bershodaqoh ini dapat dirasakan di dunia dan juga di akhirat. Allah berjanji akan mencukupkan penghidupan seseorang yang bershodaqoh setiap hari. Dan Nabi telah mengajarkan kita agar bershodaqoh setiap hari di dunia ini. Orang yang bershodaqoh akan diampuni dosa-dosanya dan dilindungi dari api neraka.
Wahai bani Adam, berinfaqlah (di jalan-Ku), niscaya Aku menafkahimu. (Hadits Qudsi)
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Nabi s.a.w telah bersabda: Pada setiap hari yang terbit padanya matahari terdapat sedekah di setiap sendi manusia. Seterusnya baginda bersabda: Berlaku adil di antara dua orang manusia adalah sedekah, membantu seseorang naik ke atas binatang tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas belakang binatang tunggangannya juga adalah sedekah. Rasulullah s.a.w bersabda lagi: Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah menuju sembahyang adalah sedekah dan membuang sesuatu yang berbahaya di jalan adalah sedekah (HR. Bukhori, Muslim)
Jagalah dirimu dari api neraka walau hanya dengan sebuah kurma. (Al-Hadits)
Rahasia Keutamaan Bersedekah
Di antara rahasia dan keutamaan orang yang rajin bersedekah, yaitu sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis,
“Orang yang pemurah itu dekat dari Allah, dekat dari manusia, dekat dari surga dan jauh dari neraka. Adapun orang yang kikir, maka jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat kepada neraka (siksaan Allah). ” (H.R. Tirmidzi clan Baihaqi)
“Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan murka Allah dan dapat menolak cara mati yang buruk. ” (H.R. Tirmidzi, lbnu Hibban, lbnu ‘Adi, clan Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw bersabda, “setiap hari, dua malaikat turun ke bumi. salah seorang dari mereka berkata, ‘ya Allah, gantilah harta orang yang bersedekah di jalan-Mu’. sedangkan yang satunya lagi berkata, ‘ya Allah, binasakanlah harta orang yang menahan hartanya untuk disedekahkan’.”
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” [Ibrahim 31]
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” [Al Baqarah 254]
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?” [Al-Munafiqun 10]
Kebaikan Sebagai Sedekah
Dengan sebuah kurma, sepotong roti, sebuah jeruk, uang seribu rupiah, uang seratus ribu, menunjukkan jalan pada seseorang, membantu seseorang mengangkat barang, memungut/menyingkirkan duri dari jalanan, bahkan memberikan ilmu yang manfaat, menafkahi anak dan istri, dsb.
Diriwayatkan daripada Abu Mas’ud al-Badri r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Sesungguhnya seorang muslim itu apabila memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia mengharapkan pahala darinya, maka nafkahnya itu dianggap sebagai sedekah. (HR. Bukhori, Muslim)
Ingatlah bahwa “Kullu ma’rufin shodaqoh” setiap kebaikan itu merupakan shodaqoh.
Ilmu Yang Bermanfa’at
Ilmu yang bermanfaat, adalah ilmu yang kita miliki lalu kita amalkan dan kita ajarkan kepada anak-anak kita, keluarga, murid-murid dan kepada siapapun sehingga mereka mendapatkan pemahaman dan dari ilmu yang kita ajarkan itu bisa mendatang kebaikan bagi hidupnya dan orang lain. Contoh : Memberikan pengajaran / pengetahuan tentang bagaimana sholat yang baik, zakat, puasa, membaca al-qur’an, sains, dsb.
Ilmu?… Ilmu yang manfaat, yang bagaikan Multi Level Marketing, berawal mula dari kita lantas estafet, yang terus mengalir. Ilmu yang disyaratkan disini adalah ilmu agama yang manfaat, yang diamalkan oleh orang-orang yang menjadi ‘downline’ kita terus menerus (bukan yang terhenti hanya pada downline yang nyambung- menyambung di-amalkan dan akhirnya kembali lagi ke kita semua manfaat pahalanya. Ilmu agama, sekecil apapun (misalnya) yang pernah kita sampaikan pada orang lain, yang lantas diamalkan dan bisa jadi disampaikan lagi secara estafet pada orang lain yang juga mengamalkannya. Ilmu agama yang entah berupa tulisan maupun lisan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, disebutkan: “ilmu itu ada tiga, sedangkan ilmu selainnya adalah keutamaan (pelengkap),yaitu ayat yang muhkam (Quran), sunnah yang pasti (hadits), atau fara-idh ( ilmu waris) yang adil” ( HR Ibn Majah). Jadi yang dimaksud dengan ilmu yang manfaat dan bisa mengalirkan pahala adalah ilmu-ilmu agama. Ilmu lain yang kita miliki hanyalah pelengkap dan berkaitan dengan kehidupan kita di dunia.

Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri terlebih dahulu mengamalkannya. Kemudian kita ajarkan ke orang lain. Jika orang yang kita ajarkan itu juga mengamalkan ilmunya, insya Allah kita akan mendapat pahala meski kita telah tiada.
Kita bisa menjadi guru, dosen, atau mendirikan sekolah/pesantren sehingga ilmu yang bermanfaat bisa diajarkan ke orang banyak.
Di zaman sekarang ini kita bisa mengajarkan ilmu ke banyak orang sekaligus. Dengan membuat buku yang bermanfaat, kita dapat membayangkan bagaimana kalau ada 1 juta orang yang membaca buku tersebut dan mengamalkannya.
Dengan membuat website yang berisi ilmu yang bermanfaat misalnya website Islam sehingga puluhan ribu orang bisa membaca dan mengamalkan ilmunya, insya Allah juga akan mendapat pahala. Jika ada orang yang meng-copy-paste tulisan anda, jangan sedih. Justru mereka membantu menyebarkan ilmu anda sehingga jika website anda tutup karena anda tidak membayar sewa domain atau hosting, ilmu anda tetap tersebar dan dinikmati orang lain.
Mendirikan TV Islam atau TV Komunitas yang bisa memberikan ilmu yang bermanfaat pun insya Allah akan mendapat pahala.
Bagaimana jika kita bukan orang yang pintar atau ilmu kita cetek? Jangan sedih. Dengan membantu ulama sehingga ilmunya tersebar, membantu penerbitan buku yang bermanfaat, membantu pembuatan dan pemeliharaan website atau TV Islam juga bisa membuat anda ikut mendapat pahala. Karena Allah menghitung setiap amal yang kita lakukan sekecil apa pun amal itu!
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al Maa-idah 2]
Tujuh Petunjuk Ilmu Yang Berkah
Agar beroleh amal mulia ini, mari kita mengingat tujuh petunjuk berikut ini.
Pertama, yakini bahwa ilmu yang kita miliki adalah anugrah dari Allah S.w.t., karena itu berikanlah ilmu itu kepada mahasiswa dengan nawaitu atau niat karena Allah.  Awali perkuliahan dengan membaca Basmallah agar apa yang diajarkan -walau sekadar titik dan koma- bermanfaat, menjadi nur bagi mahasiswa. Nabi mengajarkan doa, agar dijauhkan dari ilmu yang tidak ada manfaatnya, Allahumma inni auudzubika min ‘ilm laa yanfa’

Kedua, sadari bahwa ilmu yang kita miliki sekadar setetes air dari samudera ilmu Allah S.w.t. Hindari sikap angkuh dan sombong. Jangan memberi kuliah dengan maksud pamer kepakaran. Bila demikian, Anda mengajar tidak karena Allah, tetapi menginginkan sanjungan dan decak kagum dari mahasiswa. Anda mengajar sekadar tuntutan profesi lahiriyah dan rupiah. Bukan ibadah!
Ketiga, manusia memiliki potensi untuk berubah. Mahasiswa kita dalam beberapa hal bisa lebih pintar dan lebih berhasil daripada kita. Jangan menganggap itu sebagai ancaman atas eksistensi Anda. Sebaliknya, syukuri dan tafakuri sebagai anugrah Allah yang memberikan ilmu kepada manusia yang bidang dan tingkatannya relatif.  “Dan Dia unggulkan sebagian dari kalian atas yang lain beberapa tingkat karena Tuhan hendak menguji kamu atas apa yang diberikan-Nya  kepadamu” (QS. Al An’aam [6]: 165)
Keempat, jangan pernah menyebut-nyebut shadaqah yang kita berikan pada orang lain– termasuk ilmu yang kita berikan kepada mahasiswa, karena merasa telah berjasa menjadikannya sarjana, magister, atau doktor. Bila demikian, maka Anda sendiri telah menghapus ibadah (mencerdaskan ummat) itu, layaknya  batu licin yang ditutupi tanah di atasnya. Waktu ditimpa hujan lebat, batu itu menjadi licin kembali. Tidak satu pun yang dapat mereka peroleh dari usahanya.
Kelima, janganlah mengharap kebaikan dan balas jasa dari mahasiswa yang kita bimbing. Bisa jadi, mahasiswa itu sedang mendapat cobaan hidup yang dahsyat, sehingga lupa atas segala kebaikan kita.  Atau, sesungguhnya dia ingat atas kebaikan kita, tapi dia tidak memiliki sesuatu yang layak diberikan kepada kita. Mahasiswa yang demikian, bisa jadi dengan ihklas senantiasa mendoakan agar kita sehat, panjang usia, dan ditinggikan derajat.
Keenam, ingatlah bahwa pintu rezeki dan anugrah Allah S.w.t itu tak terhingga banyaknya. Mengharapkan imbalan dari mahasiswa berarti Anda mendikte Allah S.w.t dan Anda menutupi pintu-pintu lain, padahal Allah penguasa rezeki di langit dan bumi.  Karena itu, lupakan jasa kita kepada mahasiswa. Lakukanlah dengan niat ibadah, maka Allah akan memberikan rezeki kepada kita dari sumber-sumber lain (orang, pekerjaan, kesempatan) di luar dugaan kita.
Ketujuh, dosen dan mahasiswa harus berbicara dengan bahasa santun, tidak menyakitkan, tidak menggelisahkan, dan tidak menumpulkan semangat belajar. “Jika Anda bersikap kasar, kesat hati niscaya mereka akan menjauh darimu” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159). Di dalam kelas secara fisik bisa jadi mahasiswa dan dosen akrab, tetapi secara psikis sesungguhnya saling menjauh dan saling membenci. Dalam kelas demikian, tidak akan tumbuh iptek berbasis amal jariyah
Ilmu yang bermanfaat banyak macamnya. Bisa lewat mengajar langsung, misalnya seorang ayah/ibu mengajarkan anaknya membaca al-Qur’an. Kelak, jika anaknya itu mengamalkan terus hasil pelajaran dari orang tuanya, maka kedua orangnya juga mendapatkan pahala walau mereka telah tiada. Bentuk lainnya, bisa dalam format buku. Seorang penulis yang menuliskan ide-idenya, memberikan penerangan atau cahaya kepada pembacanya, itu juga termasuk dalam amalan jariyah. Itulah kenapa banyak ulama yang selain mengajar, mereka juga menulis buku. Ibnu Taimiyyah, adalah contoh itu. Fatwa-fatwa beliau hingga kini masih dicetak, dan dibaca—bahkan seorang kawan di Universitas Islam Madinah—menyebut bahwa ada kawannya juga yang berhasil menghafal “Kumpulan Fatwa” (Majmu’ al-Fatawa)-nya Ibnu Taimiyyah.
Anak Yang Shalih
 Anak yang soleh, adalah anak keturunan yang dibekali ilmu akhirat,ilmu agama islam,  anak yang baik akhlaknya selalu mendoakan orangtuanya dalam berbagai keadaan, rajin ibadahnya dan mendatangkan manfaat bagi orang-orang disekitarnya, keluarganya dan ummat islam.
Anak yang sholeh/sholehah… Hmmm ini yang buat saya sendiri masih bertanya-tanya, berfikir..Bisa tidak yaa saya bergantung pada doa mereka? Mungkin karena saya sendiri, ibu mereka, juga baru dalam berapa tahun belakangan ini saja ‘belajar’. Tentunya kepada mereka pun ajaran atau contoh masih tersendat sampainya.. Mereka mendapatkan banyak dari sekolah atau guru ngaji yang datang, dengan begini maka aliran pahala ibadah mereka mengalir kepada guru mengaji mereka. Tentunya kita semua berharap anak-anak kita (yang mungkin,dijadikan sholeh/sholehahnya oleh guru sekolah atau guru ngaji mereka) rajin mendoakan khusus untuk kita, walaupun aliran pahalanya ibadah mereka bukan untuk kita.
Jika kita punya anak soleh yang mendoakan kita, insya Allah kita akan mendapat pahala juga karena kita telah berjasa mendidik mereka sehingga jadi anak yang saleh.
Oleh karena itu jika kita diamanahi anak oleh Allah, hendaknya kita didik mereka sebaik mungkin hingga jadi anak yang saleh. Seorang ibu jangan ragu untuk meninggalkan pekerjaannya di kantor agar bisa fokus mendidik anaknya.
Lalu bagaimana jika kita tidak punya anak kandung?
Di situ tidak dijelaskan apakah anak saleh itu anak kandung atau bukan. Jadi jika kita memelihara anak yatim pun kita tetap akan dapat pahala jika mereka jadi anak yang saleh dan mendoakan kita.
Dari Abu Ummah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membelai kepala anak yatim karena Allah SWT, maka baginya kebaikan yang banyak daripada setiap rambut yang diusap. Dan barang siapa yang berbuat baik kepada anak yatim perempuan dan lelaki, maka aku dan dia akan berada di syurga seperti ini, Rasulullah SAW mengisyaratkan merenggangkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya.” (Hadis riwayat Ahmad)
Dari situ jelas bahwa orang yang memelihara anak yatim dengan penuh kasih sayang insya Allah akan masuk surga. Surganya pun bukan surga tingkat rendah. Tapi surga tingkat tinggi karena berada di dekat Nabi Muhammad SAW laksana jari telunjuk dengan jari tengah.
Paling tidak jika ada anak dari saudara kita atau sepupu kita, santuni mereka. Bantu mereka.
Menyumbang ke keluarga miskin yang ada anaknya pun atau panti asuhan insya Allah bisa mendapatkan pahala.Wallah Al-Musta’an
Jakarta  14/2/2013

1 komentar:

  1. Partisipasi dan amal jariyah dalam perluasan dan pembangunan masjidil
    haram dan masjid Nabawi

    1. Niat Ibadah ( dari Allah,Karena Allah dan untuk Allah)
    2. Membawa beberapa batu kerikil kecil yang Haq dari tanah air
    3. Point no 2 dapat dibawa sendiri/ dititipkan kepada Jamaah yang akan
    berangkat Umroh dan Haji
    4. Batu kerikil diletakkan diarea yg sedang dibangun/di Cor semen
    5. Atau dititipkan kepada pekerja pembangunan agar diletakkan ditempat
    tersebut
    6. Mudah-mudahan Allah Ridho dengan apa yang kita kerjakan

    * Umumnya waqaf qur'an
    * Tidak ada kotak amal di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
    * Mungkin Batu kerikil tidak berarti untuk sebagian orang,akan tetapi
    jika diletakkan di kedua Masjid tersebut,paling tidak batu kerikil ini
    akan menjadi bagian terkecil dari bangunan tersebut.
    * Moment Perluasan dan Pembangunan Masjidil haram dan Masjid Nabawi

    BalasHapus

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman