Jumat, 01 Februari 2013

DO'A Ruqyah Nabi saw





  Ruqyah Nabi dengan DO’A ?
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah x, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami mengeluhkan rasa sakit maka beliau n mengusapnya dengan tangan kanan beliau dan membaca:
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah penyembuhan yang tidak meninggal-kan penyakit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Makna Ruqyah
Makna ruqyah secara terminologi adalah al-‘udzah (sebuah perlindungan) yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan yang lainnya. (Lihat An-Nihayah fi Gharibil Hadits karya Ibnul Atsir t 3/254)
Secara terminologi, ruqyah terkadang disebut pula dengan ‘azimah. Al-Fairuz Abadi berkata: “Yang dimaksud ‘azimah-‘azimah adalah ruqyah-ruqyah. Sedangkan ruqyah yaitu ayat-ayat Al-Qur`an yang dibacakan terhadap orang-orang yang terke-na berbagai penyakit dengan mengharap kesembuhan.” (Lihat Al-Qamus Al-Muhith pada materi )
Adapun makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah I untuk mencegah atau mengangkat bala/penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah atau yang diruqyah. (Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alus-Syaikh yang berjudul Ar-Ruqa wa Ahkamuha oleh Salim Al-Jaza`iri, hal. 4)
Tentunya ruqyah yang paling utama adalah doa dan bacaan yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. (Ibid, hal. 5)
Ruqyah menurut bahasa adalah bacaan atau mantra. Sedangkan menurut syariat islam, ruqyah adalah bacaan yang terdiri dari ayat al-Qur’an, asma’ul husna (nama-nama Allah Swt) dan do’a-doa yang dicontohkan nabi saw berdasarkan hadits yang shahih untuk memohon kepada  Allah  akan kesembuhan orang sakit.
Dalil Ruqyah
Dalil keberadaan ruqyah dalam al-Qur’an adalah firman Allah dalam surah al-Isro’(17) ayat 82 :
“Dan kami turunkan dari al-qur’an sesuatu  yang menjadi kesembuhan dan rahmat bagi orang – orang yang beriman”.
Adapun dalil dari hadits Rosulullah saw banyak sekali, diantarany adalah : Aisyah r.anha bercerita, ketika rosulullah saw masuk ke rumahnya saat itu dia sedang mengobati atau meruqyah seorang wanita. Maka beliau bersabda :“Obatilah ia dengan al-Qur’an” (HR. Ibnu Hibban no. 1419)
Ruqyah di Masa Jahiliyyah
Setiap manusia yang mengerti kemaslahatan tentunya selalu ingin menjaga kesehatan tubuh dan jiwanya. Barangsiapa bisa memenuhi keinginan ini berarti karunia Allah I untuk dirinya cukup besar. Sehingga wajar jika pengobatan ruqyah telah dikenal secara luas di tengah masyarakat jahiliyyah.
Ruqyah adalah salah satu cara peng-obatan yang mereka yakini dapat menyem-buhkan penyakit dan menjaga kesehatan. Kala itu, ruqyah digunakan untuk mengo-bati berbagai penyakit, seperti tersengat binatang berbisa, terkena sihir, kekuatan ‘ain (mata jahat), dan lainnya.
Macam Ruqyah
Ruqyah itu ada dua macam, Yaitu Ruqyah Syar’iyyah(sesuai dengan Syari’at Islam ) danada juga Syirkiyyah (ruqyah) yang mengandung unsur syirik/dicampur dengan sihir dll
Kalau ruqyah syar’iyyah memohon pertolongan kepada Allah dengan cara dan bacaan – bacaan yang telah dicontohkan oleh Rasullullah saw dan shahabat-shahabatnya. Sedangkan ruqyah syirkiyyah memohon bantuan selain Allah sekaligus memohon juga kepada yang lain, bacaanya pun tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan para shahabat, walaupun kadang – kadang antara ruqyah yang syar’iyyah dengan yang syirkiyyah, dengan begitu pelakunya telah mencampuradukanya haq dengan yang bathil, dan perbuatan seperti itu sangat disukai oleh syetan.
itu sebuah terapi syar’i dengan cara membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan doa-doa perlindungan yang bersumber dari sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ruqyah syar’iyah dilakukan oleh seorang muslim, baik untuk tujuan penjagaan dan perlindungan diri sendiri atau orang lain, dari pengaruh buruk pandangan mata manusia dan jin (al-ain) kesurupan, pengaruh sihir, gangguan kejiwaan, dan berbagai penyakit fisik dan hati. Ruqyah juga bertujuan untuk melakukan terapi pengobatan dan penyembuhan bagi orang yang terkena pengaruh, gangguan dan penyakit tersebut.
Ruqyah adalah terapi atau pengobatan yang sudah ada di masa jahiliyah. Dan ketika Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasulullah, maka ditetapkanlah Ruqyah yang dibolehkan dalam Islam. Allah menurunkan surat al-Falaq dan An-Naas salah satu fungsinya sebagai pencegahan dan terapi bagi orang beriman yang terkena sihir. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca kedua surat tersebut dan meniupkannya pada kedua telapak tangannya, mengusapkan pada kepala dan wajah dan anggota badannya. Dari Abu Said bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dahulu senantiasa berlindung dari pengaruh mata jin dan manusia, ketika turun dua surat tersebut, Beliau mengganti dengan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR At-Tirmidzi).
Hukum Berobat
Terdapat tiga pendapat di kalangan para ulama dalam menentukan hukum berobat.
Pertama, menurut sebagian ulama bahwa berobat diperbolehkan, namun yang lebih utama tidak berobat. Ini merupakan madzhab yang masyhur dari Al-Imam Ahmad t.
Kedua, menurut sebagian ulama bahwa berobat adalah perkara yang disunnahkan. Ini merupakan pendapat para ulama pengikut madzhab Asy-Syafi’i t. Bahkan Al-Imam An-Nawawi t dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim menis-bahkan pendapat ini kepada madzhab mayoritas para ulama terdahulu dan belakangan. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Abul Muzhaffar. Beliau berkata: “Menurut madzhab Abu Hanifah, berobat adalah perkara yang sangat ditekankan. Hukumnya hampir mendekati wajib.”
Ketiga, menurut sebagian ulama bahwa berobat dan meninggalkannya sama saja, tidak ada yang lebih utama. Ini merupakan madzhab Al-Imam Malik t. Beliau berkata: “Berobat adalah perkara yang tidak mengapa. Demikian pula meninggalkannya.” (Lihat Fathul Majid, hal. 88-89 )
Ruqyah dalam Islam
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata: “Para ulama telah bersepakat tentang bolehnya ruqyah ketika terpenuhi tiga syarat:
1.    Menggunakan Kalamullah atau nama-nama dan sifat-Nya.
2.    Menggunakan lisan (bahasa) Arab atau yang selainnya, selama maknanya diketahui.
3.    Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, namun dengan sebab Dzat Allah swt
Mereka berselisih mengenai tiga hal di atas bila dijadikan sebagai syarat. Yang kuat adalah pendapat yang mengharuskan untuk memenuhi tiga syarat yang disebutkan.” (Fathul Bari, 10/237)
Dengan penjelasan di atas, berarti segala ruqyah yang tidak memenuhi tiga syarat itu tidak diperbolehkan. Jika kita rinci, ada tiga jenis ruqyah yang tidak diperbolehkan:
1.    Ruqyah yang mengandung permo-honan bantuan dan perlindungan kepada selain Allah swt
Ruqyah-ruqyah seperti ini sering dipakai oleh para dukun, tukang sihir, dan paranormal. Mereka memohon bantuan dan perlindungan dengan menyebut nama-nama jin, malaikat, nabi, dan orang shalih. Terkadang mereka melakukan kesyirikan ini dengan kedok agama. Banyak orang awam yang terkecoh dengan penampilan sebagian mereka yang memakai atribut agama. Padahal ruqyah yang mereka lakukan dan ajarkan berbau mistik serta sarat dengan kesyirikan.

2. Ruqyah dengan bahasa ‘ajam (non Arab) atau sesuatu yang tidak dipahami maknanya.
Mayoritas ruqyah yang berbahasa ‘ajam mengandung penyebutan nama-nama jin, permintaan tolong kepada mereka, dan sumpah dengan nama orang yang meng-agungkannya. Oleh karena itu, para setan segera menyambut dan menaati orang yang membacanya. Keumuman ruqyah yang tersebar di tengah manusia dan tidak menggunakan bahasa Arab banyak mengandung syirik. Demikian yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam. (Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 19/13-16)

Asy-Syaikh Hafizh Al-Hakami berkata: “Adapun ruqyah yang tidak memakai lafadz-lafadz Arab, tidak diketahui maknanya, tidak masyhur, dan tidak didapatkan dalam syariat sama sekali, maka bukanlah perkara yang datang dari Allah I dan tidaklah berada dalam naungan Al-Quran dan As-Sunnah. Bahkan hal itu merupakan bisikan setan kepada para walinya. Sebagaimana firman Allah I:
“Dan sesungguhnya para setan mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk mendebat kalian.” (Al-An’am: 121)
Ruqyah semacam inilah yang dimak-sud Rasulullah n dalam sabdanya:
“Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.”
Berlindung Kepada Allah swt
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai kesempatan menyampaikan kepada para sahabatnya untuk melakukan ruqyah dzatiyah, yaitu seorang mukmin melakukan penjagaan terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin dan sihir. Hal ini lebih utama dari meminta diruqyah orang lain. Dan pada dasarnya setiap orang beriman dapat melakukan ruqyah dzatiyah. Berkata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa,” Sesungguhnya tauhid yang lurus dan benar yang dimiliki seorang muslim adalah senjata untuk mengusir syetan”.
Beberapa hadits di bawah adalah anjuran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang beriman untuk melakukan ruqyah dzatiyah
من قرأ آية الكرسي في دبر الصلاة المكتوبة كان في ذمة الله إلى الصلاة الأخرى
“Siapa yang membaca ayat Al-Kursi setelah shalat wajib, maka ia dalam perlindungan Allah sampai shalat berikutnya” (HR At-Tabrani).
عن عبد الله بن خُبَيْبٍ عن أَبيهِ قالَ: “خَرَجْنَا في لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ وظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يُصَلّي لَنَا قالَ فأَدْرَكْتُهُ فقالَ: قُلْ. فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. ثُمّ قالَ: قُلْ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. قالَ قُلْ فَقُلْتُ مَا أقُولُ قال قُلْ: قُلْ {هُوَ الله أَحَدٌ} وَالمُعَوّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِي وتُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلّ شَيْء”.
Dari Abdullah bin Khubaib dari bapaknya berkata, ”Kami keluar di suatu malam, kondisinya hujan dan sangat gelap, kami mencari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengimami kami, kemudian kami mendapatkannya.” Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata,” Katakanlah”. “ Saya tidak berkata sedikit pun”. Kemudian beliau berkata, “Katakanlah.” “Sayapun tidak berkata sepatahpun.” “Katakanlah, ”Saya berkata, ”Apa yang harus saya katakan?“ Rasul bersabda, ”Katakanlah, qulhuwallahu ahad dan al-mu’awidzatain ketika pagi dan sore tiga kali, niscaya cukup bagimu dari setiap gangguan.” (HR Abu Dawud, At-tirmidzi dan an-Nasa’i)
مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
“Siapa yang membaca dua ayat dari akhir surat Al-Baqarah setiap malam, maka cukuplah baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
مَنْ نَزَلَ مَنْزلاً ثُمَّ قالَ: أعُوذُ بِكَلِماتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرّ مَا خَلَقَ، لَم يَضُرُّهُ شَيْءٌ حَتى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذلكَ”.‏
“Siapa yang turun di suatu tempat, kemudian berkata, ‘A’udzu bikalimaatillahit taammaati min syarri maa khalaq’, niscaya tidak ada yang mengganggunya sampai ia pergi dari tempat itu.” (HR Muslim)Oleh karena itu orang beriman harus senantiasa melakukan ruqyah dzatiyah dalam kesehariannya.
Hal-hal yang harus dilakukan dengan ruqyah dzatiyah adalah:
  1. Memperbanyak dzikir dan doa yang ma’tsur dari Nabi SAW, khususnya setiap pagi, sore dan setelah selesai shalat wajib.
  2. Membaca Al-Qur’an rutin setiap hari
  3. Meningkatkan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.
  4. Menjauhi tempat-tempat maksiat
  5. Mengikuti majelis ta’lim dan duduk bersama orang-orang shalih.

Ruqyah dengan  do’a

1.    Dari Anas bin Malik z bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani: “Maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah n?” Tsabit menjawab: “Ya”. Maka Anas membaca:
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah kesembuhan yang tidak meninggal-kan penyakit.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah x, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami mengeluhkan rasa sakit maka beliau n mengusapnya dengan tangan kanan beliau dan membaca:
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah penyembuhan yang tidak meninggal-kan penyakit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2.    Dari ‘Aisyah x, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah n meruqyah dengan membaca:
“Hapuslah petakanya, wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh penyembuhan, tak ada yang menyingkap untuknya kecuali Engkau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3.    Dari ‘Aisyah x, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah n bila meruqyah beliau membaca:
“Dengan nama Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Rabb kami.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4.    Dari Abu Al-‘Ash Ats-Tsaqafi z, bahwa beliau mengeluhkan sakit yang dirasakannya di tubuhnya semenjak masuk Islam kepada Rasulullah n. Rasulullah n bersabda kepadanya:
“Letakkanlah tanganmu pada tempat yang sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah (Dengan nama Allah)’ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:
‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yang kurasakan dan kuhindarkan,’ sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim)
5.    Dari  ‘Abdullah bin ‘Abbas  c, dari Nabi n, bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajalnya, lalu dia bacakan di sisinya sebanyak tujuh kali:
‘Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Pemilik ‘Arsy yang besar, semoga menyembuhkanmu,’ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Takhrij Al-Adzkar)
6.    Dari Sa’d bin Abi Waqqash z, beliau berkata: “Nabi n mengunjungiku (ketika aku sakit) dan beliau membaca:
“Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d.Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d. Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d.” (HR. Muslim)
Hukum Ruqyah
Ruqyah telah dikenal oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Islam. Tetapi kebanyakan ruqyah mereka mengandung kesyirikan. Padahal Islam datang untuk mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Alasan inilah yang membuat Rasulullah n melarang para shahabat g untuk melakukan ruqyah. Kemudian beliau membolehkannya selama tidak mengandung kesyirikan. Beberapa hadits telah menjelaskan kepada kita tentang fenomena di atas. Di antaranya:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud z, bahwa beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah n bersabda:
“Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Asy-Syaikh Al-Albani juga menshahih-kannya. Lihat Ash-Shahihah no. 331)
2. Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i z, bahwa beliau berkata:
Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim no. 2200)
3. Dari Jabir bin Abdillah z, bahwa beliau berkata:
Rasulullah n melarang dari segala ruqyah. Lalu keluarga ‘Amr bin Hazm datang kepada Rasulullah n. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu memiliki ruqyah yang kami pakai untuk meruqyah karena (sengatan) kala-jengking. Tetapi engkau telah melarang dari semua ruqyah.” Mereka lalu menunjukkan ruqyah itu kepada beliau. Beliau bersabda: “Tidak mengapa, barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya, maka hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)
4. Dari Jabir bin Abdillah z beliau berkata:
“Dahulu pamanku meruqyah karena (sengatan) kalajengking. Sementara Rasu-lullah n melarang dari segala ruqyah. Maka pamanku mendatangi beliau, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari segala ruqyah, dan dahulu aku meruqyah karena (sengatan) kalajengking.’ Rasulullah n pun bersabda: ‘Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi manfaat bagi saudaranya, maka hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)
5. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit z beliau berkata:
“Di masa jahiliyyah dulu aku meruqyah karena (sengatan) kalajengking dan ‘ain (sorotan mata yang jahat). Tatkala aku masuk Islam, aku memberitahukannya kepada Rasulullah n. Rasulullah n bersabda: ‘Perlihatkan ruqyah itu kepadaku!’ Lalu aku menunjukkannya kepada beliau. Beliau pun bersabda: ‘Pakailah untuk meruqyah, karena tidak mengapa (engkau) menggunakannya’.” (HR. At-Thabrani dan dihasankan oleh Al-Haitsaimi dalam Majma’ Az-Zawa`id. Lihat tahqiq Al-Huwaini terhadap kitab Al-Amradh karya Dhiya`uddin Al-Maqdisi, hal. 220)
6. Dari Syifa` bintu Abdullah x:
“Dahulu dia meruqyah di masa jahiliyyah. Setelah kedatangan Islam, maka dia berkata: ‘Aku tidak meruqyah hingga aku meminta izin kepada Rasulullah n.’ Lalu dia pun pergi menemui dan meminta izin kepada beliau. Rasulullah n bersabda kepadanya: ‘Silahkan engkau meruqyah selama tidak mengandung perbuatan syirik’.” (HR. Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan yang lainnya. Al-Huwaini berkata: “Sanadnya muqarib.” Ibid, hal. 220)
Praktek Ruqyah
Secara umum ruqyah terbagi menjadi dua, ruqyah sesuai dengan nilai-nilai Syariah dan ruqyah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Syariah. Adapun ruqyah sesuai Syari’ah harus sesuai dengan dhawabit syari’ah, yaitu:
  1. Bacaan ruqyah berupa ayat-ayat al-Qur’an dan doa atau wirid dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
  2. Doa yang dibacakan jelas dan diketahui maknanya.
  3. Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan takdir Allah SWT.
  4. Tidak isti’anah (minta tolong) kepada jin (atau yang lainnya selain Allah).
  5. Tidak menggunakan benda-benda yang menimbulkan syubhat dan syirik.
  6. Cara pengobatan harus sesuai dengan nilai-nilai Syari’ah, khususnya dalam penanganan pasien lawan jenis.
  7. Orang yang melakukan terapi harus memiliki kebersihan aqidah, akhlaq yang terpuji dan istiqamah dalam ibadah.
  8. Tidak minta diruqyah kecuali terpaksa. Sehingga ruqyah yang tidak sesuai dengan dhawabit atau kriteria di atas dapat dikatakan sebagai ruqyah yang tidak sesuai dengan Syari’ah.
Di bawah ini beberapa contoh ruqyah dan pengobatan yang tidak sesuai Syariah:
  1. Memenuhi permintaan jin.
  2. Ruqyah yang dibacakan oleh tukang sihir.
  3. Bersandar hanya pada ruqyah, bukan pada Allah.
  4. Mencampuradukkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan bacaan lain yang tidak diketahui artinya.
  5. Meminta bantuan jin
  6. Bersumpah kepada jin
  7. Ruqyah dengan menggunakan sesajen
  8. Ruqyah dengan menggunakan alat yang dapat mengarah kepada syirik dan bid’ah
  9. Memenjarakan jin dan menyiksanya.
10.  Para ulama berpendapat pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali ruqyah syariah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
11.  إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
12.  “Sesungguhnya ruqyah (mantera), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) adalah kemusyrikan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
13.  مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
14.  “Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka dirinya akan diserahkan kepadanya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Al-Hakim)
15.  عن عِمْرَان قَالَ: قَالَ نَبِيّ اللّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍقَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللّهِ؟ قَالَ: “هُمُ الّذِينَ لاَ يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبّهِمْ يَتَوَكّلُونَ
16.  Dari Imran berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Akan masuk surga dari umatku 70 ribu dengan tanpa hisab”. Sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah ?” Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Mereka adalah orang yang tidak berobat dengan kay (besi), tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal pada Allah”. (HR Bukhari dan Muslim).
17.  Para ulama banyak membicarakan hadits ini, di antaranya yang terkait dengan ruqyah. Ulama sepakat bahwa ruqyah secara umum dilarang, kecuali tidak ada unsur kemusyrikan. Dan mereka juga sepakat membolehkan ruqyah syar’iyah, yaitu membacakan al-Qur’an dan doa-doa ma’tsurat lainnya untuk penjagaan dan menyembuhkan penyakit. Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh kitab Sunan at-Tirmidzi, kesimpulan hukum ruqyah adalah bahwa jika ruqyah dengan tidak menggunakan Asma Allah, sifat-sifat-Nya, firman-Nya dalam kitab-kitab suci, atau tidak menggunakan bahasa Arab dan meyakini bahwa itu bermanfaat, maka hal itu bagian dari bersandar pada ruqyah. Oleh karenanya dilarang. Dalam konteks inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam haditsnya:
18.  ما توكل من استرقى
19.  ”Tidaklah bertawakkal orang yang minta diruqyah.” (HR At-Tirmidzi)
20.  Adapun selain itu, seperti berlindung dengan Al-Qur’an, Asma Allah Ta’ala dan ruqyah yang telah diriwayatkan (dalam hadits), maka itu tidak dilarang. Dan dalam konteks ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang meruqyah dengan Al-Qur’an dan mengambil upah :
21.  من أخذ برقية باطل فقد أخذتُ برقية حق
22.  ”Orang mengambil ruqyah dengan batil, sedang saya mengambil ruqyah dengan benar. ” (HR At-Tirmidzi)
23.  Imam Hasan Al-Banna berkata, “Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib dan sejenisnya merupakan kemungkaran yang wajib diperangi, kecuali ruqyah (mantera) dari ayat-ayat Al-Qur’an atau ruqyah ma’tsurah (dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).”
24.  Para ulama berpendapat pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali ruqyah syariah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
25.  إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
26.  “Sesungguhnya ruqyah (mantera), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) adalah kemusyrikan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
27.  مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
28.  “Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka dirinya akan diserahkan kepadanya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Al-Hakim)
29.  عن عِمْرَان قَالَ: قَالَ نَبِيّ اللّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍقَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللّهِ؟ قَالَ: “هُمُ الّذِينَ لاَ يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبّهِمْ يَتَوَكّلُونَ
30.  Dari Imran berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Akan masuk surga dari umatku 70 ribu dengan tanpa hisab”. Sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah ?” Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Mereka adalah orang yang tidak berobat dengan kay (besi), tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal pada Allah”. (HR Bukhari dan Muslim).
31.  Para ulama banyak membicarakan hadits ini, di antaranya yang terkait dengan ruqyah. Ulama sepakat bahwa ruqyah secara umum dilarang, kecuali tidak ada unsur kemusyrikan. Dan mereka juga sepakat membolehkan ruqyah syar’iyah, yaitu membacakan al-Qur’an dan doa-doa ma’tsurat lainnya untuk penjagaan dan menyembuhkan penyakit. Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh kitab Sunan at-Tirmidzi, kesimpulan hukum ruqyah adalah bahwa jika ruqyah dengan tidak menggunakan Asma Allah, sifat-sifat-Nya, firman-Nya dalam kitab-kitab suci, atau tidak menggunakan bahasa Arab dan meyakini bahwa itu bermanfaat, maka hal itu bagian dari bersandar pada ruqyah. Oleh karenanya dilarang. Dalam konteks inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam haditsnya:
32.  ما توكل من استرقى
33.  ”Tidaklah bertawakkal orang yang minta diruqyah.” (HR At-Tirmidzi)
34.  Adapun selain itu, seperti berlindung dengan Al-Qur’an, Asma Allah Ta’ala dan ruqyah yang telah diriwayatkan (dalam hadits), maka itu tidak dilarang. Dan dalam konteks ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang meruqyah dengan Al-Qur’an dan mengambil upah :
35.  من أخذ برقية باطل فقد أخذتُ برقية حق
36.  ”Orang mengambil ruqyah dengan batil, sedang saya mengambil ruqyah dengan benar. ” (HR At-Tirmidzi)
37.  Imam Hasan Al-Banna berkata, “Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib dan sejenisnya merupakan kemungkaran yang wajib diperangi, kecuali ruqyah (mantera) dari ayat-ayat Al-Qur’an atau ruqyah ma’tsurah (dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).”
Pesan Rasulullah saw
Rasulullah n pernah memaparkan perihal berobat dalam beberapa haditsnya. Di antaranya:
1. Dari Jabir bin ‘Abdullah z, bahwa Rasulullah n bersabda:
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah U.” (HR. Muslim)
2. Dari Abu Hurairah z, bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Dari Usamah bin Syarik z, bahwa beliau berkata:
Aku pernah berada di samping Rasulullah n. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah I tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih mimma Laisa fish Shahihain, 4/486)
4. Dari Ibnu Mas’ud z, bahwa Rasulullah n bersabda:
“Sesungguhnya Allah I tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengeta-huinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth atas Zadul Ma’ad, 4/12-13)
Jakarta 1/2/2013
                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman