Senin, 25 Februari 2013

AJARAN TALQIN



                                    TALQIN Dalam Islam

 “Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian di antara kalian, dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.” (HR.Muslim, 4/473/1524. At Tirmidzi, dari jalur Abu Said Al Khudri, 4/ 84/898. An Nasa’i, 6/357/1803. Ibnu Majah, 4/375/1434)
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Muqaddimah
KUNCINYA SURGA
Telah umum dalam masyarakat kita, selesai jenazah dimakamkan salah seorang dari pihak keluarga mayit duduk disamping makam lalu mulai melafadzkan bacaan Talqin bagi mayit. Namun dewasa ini, ada satu kelompok yang mengklaim dirinya paling  mengikuti al-Qur’an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan bahwa talqin mayit adalah bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak bermanfaat bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam masyarakat, benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal telah dilakukan oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Makna Talqin
Talqin adalah memahamkan atau mengajarkan. Laqqana Al kalam artinya mengajarkan sebuah ucapan. Talqin menurut syariat adalah memahamkan kalimat tauhid ketika manusia mengalami sakaratul maut (naza’). (Mausu’ah Fiqh Al ‘Ibadah, 1/187)
Talqin adalah ajaran tata cara dzikir dari guru thoriqoh yang telah mendapatkan izin untuk mengijazahkan secara sah dan mempunyai sanad muttashil sampai kepada mu’assis/shohibuth thoriq dan bersambung terus sampai Nabi Muhammad SAW .( Ma’khodz : jami’ul ushul hal. 31-32 dan 102)
Lafadz Talqin
Disunnahkan melakukan talqin setelah mayyit dikuburkan dengan sempurna. Talqin adalah mengatakan kepada mayit:
 "يا عبد الله يا ابن أمة الله  -ثلاث مرات- اذكر العهد الذي خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا وبالقرءان إماما "

"Wahai hamba Allah, anak seorang perempuan hamba Allah – dengan disebut nama mayyit dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke Hawwa' - (dikatakan tiga kali), ingatlah perjanjian yang engkau yakini di dunia sampai engkau meninggal dunia; yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa engkau menerima dengan sepenuh hati Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu dan al Qur'an sebagai pemandu dan pembimbingmu".

Jika mayitnya perempuan maka bunyi talqin adalah :
" يا أمة الله  ابنة أمة الله "

"Wahai hamba Allah perempuan, anak seorang perempuan hamba Allah – dengan disebut nama mayyit dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke Hawwa' - (dikatakan tiga kali)".
Perintah Talqin
Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai  :

لقنوا موتاكم لا إله إلا الله

“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :

إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني

“Jika salah satu diantara kalian  mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati,
Selain itu, hadist ini juga diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .

“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :

وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم

Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur dengannya.
Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT :

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut(7). Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Pendapat Tentang lafadz MAUTAAKUM ?
Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz  موتاكم dalam hadits diatas orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang telah mati. karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah mayit kalian sebelum matinya”  maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya (orang yang hampir mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang dipilih  oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan Ulama lainya.
Kapan Mentalqinkan Dengan la ilaha illah ?
Talqin adalah sunnah, dan ini telah disepakati para imam kaum muslimin. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ
 “Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian di antara kalian, dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.” (HR.Muslim, 4/473/1524. At Tirmidzi, dari jalur Abu Said Al Khudri, 4/ 84/898. An Nasa’i, 6/357/1803. Ibnu Majah, 4/375/1434)
 Hadits ini shahih. At Tirmidzi berkata: hasan gharib shahih. (Sunan At Tirmidzi, 4/84/898). Syaikh Al Albani menshahihkan. (Misykah Al Mashabih, 1/364/1616)
 Berkata Imam Abul Hasan  As Sindi, “Maksudnya adalah barangsiapa orang sedang menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati, dan membacakan Laa Ilaha Illaha di sisinya, bukan memerintahkan untuk membacanya. (Syarh Sunan An Nasa’i, 3/146)
 Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan: “Ketahuilah! Maksud Al Mauta dalam hadits ini adalah orang yang sedang menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati secara hakiki.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/34)
 Sementara Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan, “Ucapkanlah itu dan ingatkanlah mereka dengannya, saat menghadapi kematian.” Dia berkata: “Disebut Al Mauta karena kematian tengah dihadapinya.” (Hasyiah As Suyuthi, 3/146)
 Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Yakni barang siapa yang menghadapi kematian, maksudnya ingatkanlah dia dengan Laa Ilaha Illallah agar itu menjadi akhir ucapan dalam hidupnya. Sebagaimana hadits: “Barang siapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaha Illallahu maka dia akan masuk surga.” Dan perintah talqin di sini adalah sunah, dan ulama telah ijma’ (sepakat) tentang talqin.” (Syarh Shahih Muslim, 3/327)
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan bahwa talqin merupakan perbuatan yang ma’tsur (memiliki dasar) dan telah diamalkan kaum muslimin, namun dimakruhkan jika dilakukan secara berlebihan dan berturut-turut, agar tidak membosankan bagi orang tersebut, apalagi dalam kondisi sesaknya napas yang menyakitkan, dan hilangnya sensitiftas terhadap beratnya penderitaan. (Ikmal Al Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 3/195)
 Jadi, maknanya adalah membaca Laa Ilaha Illallah untuk orang sedang menghadapi sakaratul maut, bukan membacanya setelah mati. Berbeda dengan pemahaman sebagian umat Islam hari ini, yang mentalqinkan mayat yang sudah di kubur. Namun demikian, jika yang dilakukan di kubur adalah mendoakannya maka itu sunah nabi. Tetapi, hal itu tidak dinamakan talqin sebab talqin menurut tuntunan As Sunnah, sebagaimana penjelasan para ulama di atas, adalah dilakukan sebelum wafat atau ketika naza’ (sakaratul maut).
 Di sebutkan dalam Asna Al Mathalib –salah satu kitab bermadzhab Syafi’i karya   Imam Abu Yahya Zakaria Al Anshari, “Talqin secara mutlak tidaklah dianjurkan bagi mayat yang sudah dikubur.” (Asna Al Mathalib, 4/191)
 Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah duduk di sisi kuburan dan membaca Al Quran, dan mentalqinkan mayat di kuburan sebagaimana yang dilakukan manusia hari ini. (Zaadul Ma’ad, 1/522)
Hukum Mentalqinkan  Orang yang telah meninggal (di kubur) ?
Para ulama berbeda pendapat tentang talqin, yaitu dengan mengatakan kepada mayat: ”Wahai fulan, ingatlah ketika anda keluar dari dunia persaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah ... sampai akhir. Telah ada atsar (berita) dari penduduk Syam akan tetapi tidak shahih. Yang benar bahwa talqin adalah bid’ah. Maka jangan dikatakan: “Wahai fulan, ingatlah apa yang engkau keluar dari dunia. Persaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utasan Allah. Dan sesungguhnya engkau telah rela Allah sebagai tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai utusan serta Al-Qur’an sebagai imam. Ini tidak ada asalnya yang dapat dijadikan sandaran. Seharusnya ditinggalkan. Ini yang jadi pengangan, karena perbutan tersebut tidak ada dalilnya.
Akan tetapi ketika orang-orang sudah selesai menguburkan mayat, dianjurkan berdiri dan mendoakan memohonkan ampunan dan keteguhan bagi mayat. Inilah yang dianjurkan. Ketika orang-orang telah selesai menguburkan, hendaklah berdiri dan berdoa baginya dengan ampunan dan keteguhan.
Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai mayit dikubur, beliau berdiri dan mengucapkan:
اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ . وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkan ampunan untuk saudara kalian, dan mohonkan keteghuan baginya. Karena dia sekarang ditanya.”
Inilah yang sesuai dengan sunnah.”. (Samahatus Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah)
Selain pendapat diatas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :

إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني

“Jika salah satu diantara kalian  mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah sesuatu  yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al Quran menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di sisi orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya : wahai Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah menjawab : nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa” (H.R. Thabrani) (2).
Berdasarkan hadits ini ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan bahwa  mentalqini mayit adalah mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa hadits dhaif masih bisa dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran untuk beramal, selama tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits shohih dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk (ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Mazhab Islam Mengharuskan Talqin
1-Berkata As-Syeikh Al-Alim Abdul Al-Ghony Al-Ghonimy Ad-Dimasyqy Al-Hanafi dalam kitab beliau berjudul Al-Lubab Fi Syarhil Kitab pada jilid 1 mukasurat 125 menyatakan :
: “وأما تلقينه (أي الميت) في القبر فمشروع عند أهل السنة لأن الله تعالى يحييه في قبره”.
“Manakala hukum mentalqin mayat pada kubur adalah merupakan syariat islam disisi Ahli Sunnah Wal Jamaah kerana Allah ta’ala menghidupkannya dalam kuburnya”.
Telah jelas bahawa dalam mazhab Hanafi amalan talqin adalah diharuskan bahkan disyariatkan.
Adakah Wahhabi akan membid’ahkan serta mengkafirkan ulama Hanafi kerana mengharuskan amalan talqin? Kenapa wahhabi benci sangat dengan amalan talqin?
Apa kesalahan talqin terhadap kamu wahai wahhabi?
Mazhab Maliki Mengharuskan Amalan Talqin
1- Imam Al-Qurtuby Al-Maliky pengarang kitab tafsir terkenal telah menulis satu bab yang khusus mengenai amalan talqin disisi mazhab Maliki dalam kitab beliau berjudul At-Tazkirah Bil Ahwal Al-Mauta Wal Akhiroh pada mukasurat 138-139 :
باب ما جاء في تلقين الإنسان بعد موته شهادة الإخلاص في لحده
Didalam bab itu juga Imam Qurtuby telah menjelaskan amalan talqin dilakukan oleh para ulama islam di Qurtubah dan mereka mengharuskannya.
Dalam mazhab Maliki juga bercanggah dengan mereka yang mengharamkan amalan talqin.
Dimana anda wahai si pengharam tanpa dalil?!
Mazhab Syafi’e Mengharuskan Dan Mengalakkan Amalan Talqin
1- Imam An-Nawawi As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Al-Majmuk pada jilid 5 mukasurat 303-304 :
قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه” ثم قال: “ممن نص على استحبابه: القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي
Yang bermaksud : “ Telah menyatakan oleh ramai para ulama dari mazhab Syafi’e bahawa disunatkan talqin pada mayat ketika mengebumikannya”.
Kenyataan mazhab Syafi’e dari kitab yang sama :
وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال: التلقين هو الذي نختاره ونعمل به
Imam Nawawi menyatakan : “ Telah ditanya kepada As-Syeikh Abu Amru Bin As-Solah mengenai talqin maka beliau menjawab Amalan talqin merupakan pilihan kita (mazhab Syafi’e) dan kami beramal dengannya”.
2- Imam Abu Qosim Ar-Rofi’e As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Fathul ‘Aziz Bi syarh Al-Wajiz tertera juga pada bawah kita Al-Majmuk oleh Imam Nawawi pada jilid 5 mukasurat 242 :
ويستحب أن يُلقن الميت بعد الدفن فيقال: يا عبد الله بن أمة الله …” إلى اخره .
Yang bermaksud : Digalakkan dan disunatkan mentalqin mayat selepas mengebumikannya dan dibaca : Wahai hamba Allah bin hamba Allah…(bacaan talqin).
Di malaysia kita umat islam kebanyakannya berpegang dengan mazhab Syafi’e. Kenapa anda buat fitnah ke tanah air kita wahai Wahhabi? Dengan memecah belahkan umat islam mengunakan isu talqin. Sedangkan hukum talqin adalah harus berdalilkan dari hadith Nabawi.
Mazhab Hambali Mengharuskan Talqin
1- Imam Mansur Bin Yusuf Al-Buhuty Al-Hambaly menyatakan hukum pengharusan talqin dalam kitab beliau berjudul Ar-Raudul Mari’ mukasurat 104.
2- Imam Al-Mardawy Al-Hambaly dalam kitabnya Al-Insof Fi Ma’rifatil Rojih Minal Khilaf pada jilid 2 mukasurat 548-549 menyatakan :
فائدة يستحب تلقين الميت بعد دفنه عند أكثر الأصحاب
Yang bermaksud : “ Kenyataan yang penting : Disunatkan hukum talqin mayat selepas mengkebumikannya disisi kebanyakan ulama ( selainnay hanya mengaruskan sahaja).
Faedah Talqin
Faedah dari talqin adalah seperti yang disebutkan dalam hadits tersebut diatas:
" فإن منكرا ونكيرا يقول أحدهما لصاحبه انطلق بنا ما يقعدنا عند رجل لقن حجته "
Maknanya : "Sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir, salah seorang berkata kepada yang lain : Marilah kita pergi , untuk apa kita duduk di dekat orang yang sudah diajarkan hujjahnya (dalam menjawab pertanyaan kita)".
Jadi faedah dari talqin adalah bahwa mayyit akan terbebas dari pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir dan selamat dari siksa kubur.

Jakarta 21-11-2011

2 komentar:

  1. terima kasih infonya gan bisa dijadikan bahan referensi kuliah saya masalah talqin mayit.

    sebagaian ada yang membolehkan sebagian ada yang tidak. semuanya bersumber dari hadis dan al-qu'an cuman penafsirannya saja yang berbeda

    BalasHapus
  2. Bismillahirrahmanirrahim
    Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
    Umat islam tidak dianjurkan untuk saling berselisih tentang hukum agama..rasulullah saw telah bersabda:
    bersabda:

    تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ

    “Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)

    Jadi berpegang teguhlah pada alquran dan hadist dan jauhi bid'ah. Sesungguhnya siapa yang telah menghidupkan bid'ah maka telah mematikan sunnah
    Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam menuntut ilmu oleh Allah Azza Wajalla dan semoga Allah Azza Wajalla senantiasa menuntun kita ke jalan yang lurus
    Aamiin yaa robbal'aalamiin

    BalasHapus

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman