HAKEKAT IBADAH Manusia
56. Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
ADZ-DZARIYAT
Makna Ibadah
Ibadah (عبادة) secara etimologi berarti merendahkan
diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi
makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain :
![]() |
MERAIH CINTA DAN RIDHANYA |
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu
tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi,
3.Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir
maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota
badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah
(yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah
ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam
ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Makna Ibadah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah :
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang
dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak
dan yang tersembunyi.
Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar,
menyampaikan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati
janji, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad menghadapi orang kafir dan munafiq,
berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak,
hewan piaran, berdoa, berzikir, membaca al Quran, dan yang semisalnya termasuk
ibadah. Demikian juga mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu Alaihi Wasallam, takut dan inabah kepada-Nya, ikhlas hanya
kepada-Nya, bersabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha
dengan qadha-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada
azab-Nya, dan yang semisalnya termasuk dalam ibadah.
Macamnya Ibadah
Ibadah
itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota
badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca
Al-Qur’an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat
baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, khassyatullah (takut kepada Allah), inabah
(kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha dengan
qadha’-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksa-Nya.Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu. Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syari’at (mubah) dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal semata.
Landasan Ibadah
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan).
Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut) harus dibarengi dengan raja’ (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).
Dan juga firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Dalam perkara ini, Allah juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam “Nuniyyah-nya”, “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.”
Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari’atkan baginda Rasul itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.
Syarat Ibadah Yang Diterima
Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat :
1.Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,
2.Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .
Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah berfirman, “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
Dalam ayat diatas disebutkan “menyerahkan diri” (aslama wajhahu) artinya memurnikan ibadah kepada Allah . Dan “berbuat kebajikan” (wahuwa muhsin) artinya mengikuti Rasul-Nya .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah. Sebagaimana Allah berfirman, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua bahwasannya Muhammad adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat” (Al-Ubudiyah, hal 103; ada dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645)
Fungsi Dan Tujuan Ibadah
Ibadah mempunyai peran,fungsi dan tujuan dalam kehidupan manusia. Berikut adalah peran dan fungsi ibadah:
Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum dan secara khusus
Peran dan fungsi ibadah secara umum
Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya. Ini jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Az Zariyat ayat 56
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
Peran dan fungsi ibadah secara khusus
Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika mampu.
Tugas Manusia Sebagai Hamba Allah swt
Ibadah Khusus
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa Ibadah khusus adalah ibadah yang langsung kepada Allah, tidak dapat diwakilkan dan bersifat individual serta kaifiyahnya sudah ditentu-kan oleh Nabi/Rasul Allah dalam bentuk syariat tertentu. Ibadah khusus merupa-kan aplikasi langsung dari fungsi penciptaan manusia sebagai abdun (Qs. Adz Dzariat : 56), yaitu :
1. Sholat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
2. Zakat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
3. Puasa (Al Baqoroh : 183-185 dll)
4. Haji (Al Baqoroh : 196-197 dan Ali Imron : 97)
Ibadah Umum
Tugas manusia yang kedua adalah sebagai Kholifah Allah di bumi sebagaimana disebut dalam Qs. Al Baqoroh : 30, rincian dari fungsi kekhalifaan melahirkan ibadah sosial dengan bentuk dan ragam aktifitas ibadah sebagai berikut :
1. Memamkmurkan bumi dan menjaga kelestarian alam. Berikut ini ayat-ayat yang menunjukkan sikap berlawanan dengan tugas manusia sebagai kholifah :
a. Al Baqoroh : 11-12 (merusak tapi tidak merasa – contoh prilaku orang munafik).
b. Al Baqoroh : 60 dan Al A’rof : 74 (janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat/membuat kerusakan)
c. Al A’rof ayat 85 (jangan berbuat kerusakan setelah kamu/Allah memperbaikinya).
d. Ar Rum : 41 (nampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan oleh manusia).
e. Al Qoshosh : 77 (janganlah kamu membuat kerusakan di bumi)
2. Menjaga keharmonisan alam dan menyebarkan salam dan kasih sayang atau mempe-rkuat tali persaudaraan :
a. Al Anbiya’ : 107 (aku tidak diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam)
b. Al A’rof : 86 (jangan duduk di tiap-tiap jalan untuk menakut-nakuti dan meng-halangi orang kebenaran/berbuat baik)
c. Al Hujurat : 10-12 (Semua manusia sama dan bersaudara – jangan suka meremeh-kan dan menghina orang lain: so perbaiki dan perkuat tali persaudaraan).
Qs. Al Baqoroh : 205 (sikap orang yang tidak beriman - ia berjalan dengan sombong, mengadakan kerusakan, merusak tanaman dan binatang ternak).
e. An Nisa’ : 36 (berbuat baik kepada siapa saja – Allah tidak suka orang yang sombong dan membanggakan diri).
f. Luqman : 18-19 (jangan kamu memalingkan muka, angkuh, sederhanalah kalau berjalan dan jangan berkata keras – seburuk-buruk suara adalah suara keledai).
3. Berkembang biak dengan benar untuk kelangsungan hidup.
a. An Nisa’ : 1 (Allah menciptakan dari jiwa yang satu dan kemudian memperkem-bang-biakan laki-laki dan perempuan yang banyak).
b. An Nisa’ : 3 (jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja atau budak-budak kamu – itu lebih dekat dari berbuat aniaya).
c. Ar Rum : 21 (manusia berkembang dari jiwa yang satu (Hawa dari tulang rusuk Adam) untuk memperoleh ketenangan, kasih sayang dan rohmah).
d. Yusuf : 31 (tiap satu bagian dari bagian lainnya (suami istri) adalah ketenangan)
4. Sebagai pemimpin bagi makhluq lainnya di bumi.
a. Al Baqorah : 30-31 ( Adam ditetapkan oleh Allah sebagai kholifah dan pemberian bekal keilmuan kepada Adam).
b. Al Akhzab : 72 (Manusia yang memikul amanat memimpin bumi setelah makhluq Allah yang lain tidak sanggup memikul amanat tersebut )
c. As Shad : 26 ( Nabi Dawud mendapat kepercayaan menjadi pemimpin umat dengan tugas agar hukum ditegakkan dengan adil).
Teladan Ibadahnya Rasulullah saw
Ketika Rasulullah mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, “Saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka”, yang kedua berkata, “Saya akan shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita”, maka beliau bersabda, “Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku.” (HR. Bukhari no. 4675 dan Muslim no. 2487)
Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :
1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi’ar-syi’ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.
2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah (boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.
Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid’ah.
Meningkatkan Ibadah
Oleh karena itu
penting bagi kita semua sebagai seorang hamba untuk senantiasa meningkatkan
kualitas ibadah yang kita punya. Tips kita pada kesempatan kali ini akan
memberikan tips untuk meningkatkan ibadah, di antara yang harus di lakukan
dalam peningkatan ibadah adalah sebagai berikut:
1.senantiasa
merasa bahwa diri ini penuh diliputi dengan dosa dan noda. Dalam hidup ini kita sering kali terjebak ke
dalam perbuatan dosa, entah dosa kecil maupun dosa besar. Dengan berpandangan
seperti ini menjadkan diri ini semkin butuh terhadap ampunan dan pada titik
akhirnya akan meningkatkan ibadah sebagai tambal sulamnya.
2.melihat
orang lain dengan pandangan banyak amal, kalau kita melihat diri sendiri merasa mulya
maka hasrat ibadah akan berkurang tetapi sebaliknya jika kita merasa lebih
rendah kualitas ibadahnya maka dengan sendirinya akan ada peningkatan dalam
ibadah kita
3.jangan
menganggap ibadah yang kecil-kecil itu remeh. Anggapan adanya ibadah yang remeh menyebabkan
kita meninggalkan banyak jenis ibadah ketikan kita tidak bisa melakukan ibadah
yang dianggap besar, tidak hanya itu menganggap sebagian bentuk ibadah kecil
dan remeh akan menyebabkan kita menyepelekan orang lain
yang melakukan
ibadah tersebut
4.belajar
ilmu agama lebih banyak lagi. Semakin tahu tentang kedalaman makna ibadah
kepada Allah maka semakin giat pula bagi kita dalam meningkatkan kualitas
ibadah. Itulah sebabnya orang yang berilmu akan lebih utama ketimbang orang
ahli ibadah. Nah, kalau dua-duanya kita gabungkan yaitu sebagai ahli ilmu dan
ahli ibadah tentu akan sangat mulya sekali.
5.sering-seringlah
bertadabbur untuk mencari
ilham dari Allah, fungsi tadabbur tidak lain adalah menundukkan hati kita ini
agar semakin ‘tahu diri’ betapa rendah dan hinanya diri ini.
Hambatan
Pelaksanaan Ibadah
Jika kita
menelisik setiap amalan ibadah yang disyariatkan oleh agama islam selalu saja
dijelaskan mengenai input (orang yang berkewajiban melaksanakan perintah dan
syarat-syarat lain) dan out put dari setiap prilakunya. Tujuan ideal sholat
adalah dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, zakat dapat membara
perubahan ekonomi dan membersihkan diri, puasa menjadikan orang bertakwa dan
Haji dapat membawa pelakunya pada kenikmatan surga jika ia mampu menggapai
predikat “mabrur”. Sungguhpun demikian – panggang terkadang jauh dari api, maka
mana bisa seseorang mendapatkan masakan yang matang. Kendala-kendala yang
mungkin kita hadapi adalah :
A. Kurangnya
pemahaman tentang kaifiyah ibadah yang dimaksudkan artinya seseorang harus
memahami tata cara ibadah tersebut agar memperoleh hasil yang maksimal.
Terkadang kita hanya mengikuti tradisi yang telah ada, walau terkadang tidak
sesuai dgn apa yang diajarkan oleh Rasulullah – kita hanya menyangka (Qs. Al
Baqarah : 77-78).
B. Ibadah yang
kita lakukan terkadang hanya untuk menggugurkan kewajiban – kita tidak
melakukannya untuk taqorub dan cinta kepada Allah atau bahkan mungkin kita
berbuat aniaya dengan ibadah itu sendiri dan tidak berlomba-lomba untuk memperoleh
kebaikan dalam ibadah tersebut (Qs. Faathir : 32).
C. Ibadah yang
lakukan hanya sekedarnya karena malas, ia melakukannya karena riya’ dan hanya
sedikit sekali ia mengingat Allah sebagaimana yang dilakukan oleh orang munafik
(Qs. An Nisa’ : 142-143).
Mereka adalah
orang-orang yang lalai dalam sholat – sholat tetapi sesungguhnya ia tidak
sholat sama sekali (Qs. Al Ma’un : 4-6)
D. Kita
terkadang hanya mengejar jumlah, tetapi tidak pernah membicarakan kualitas
ibadah kita – artinya jumlah yang banyak menjadi orientasi kita walau jumlah
yang banyak tersebut dipenuhi dengan kelalaian dan riya’. Rasulullah
mengingatkan “yang sedikit itu lebih baik kalau kontinue dari pada yang banyak
tapi hanya sekali”. Yang dinginkan oleh Allah dengan ibadah adalah frekwensi
dalam melakukannya dan bukan jumlah – Allah lebih suka kepada orang sholat
malam (tahajud) yang dilakukan terus menerus tiap malam walaupun rakaatnya
tidak banyak dari pada 100 rakaat satu malam dan dilakukan sekali sepanjang
tahun (Qs. Al Mujammil : 1-6). Allah menginginkan rutinitas pertemuan untuk
bermesraan rasa batin dan rohani kita dengan Allah. Semakin sering kita bertemu
Allah, maka semakin ada dan dekat Allah dalam diri kita.
E. Hindarkan
diri dan keluarga dari barang atau harta yang haram – yang diperoleh dengan
jalan bathil, karena ia akan menjadi beban dan penghalang spiritualitas.
Mulailah sekarang untuk memohon keikhlasan kepada siapa saja yang
barang-barangnya kita ambil dengan jalan bathil dan aniaya. Ingat barang atau
harta yang diperoleh dengan jalan bathil dan dengan jalan aniaya misalnya
mengambil harta anak yatim, akan dikembalikan kepada kita oleh Allah dalam
bentuk api neraka (Qs. An :Nisa’ : 9)
Wallah alMusta’an
Jakarta 13/2/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar