Selasa, 12 Februari 2013

MENGABDILAH KepadaKU







                               HAKEKAT IBADAH Manusia


56.  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. ADZ-DZARIYAT

Makna Ibadah
Ibadah (عبادة) secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain :
MERAIH CINTA DAN RIDHANYA
1.Ibadah ialah taat kepada Allah  dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,
3.Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Makna Ibadah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah :
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi.
Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar, menyampaikan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad menghadapi orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak, hewan piaran, berdoa, berzikir, membaca al Quran, dan yang semisalnya termasuk ibadah. Demikian juga mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, takut dan inabah kepada-Nya, ikhlas hanya kepada-Nya, bersabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha dengan qadha-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada azab-Nya, dan yang semisalnya termasuk dalam ibadah.
Macamnya Ibadah
Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah  dan Rasul-Nya, khassyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha dengan qadha’-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksa-Nya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu. Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syari’at (mubah) dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal semata.
Landasan Ibadah
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan).
Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut) harus dibarengi dengan raja’ (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah  berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).
Dan juga firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Dalam perkara ini, Allah  juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam “Nuniyyah-nya”, “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.”
Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah  dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari’atkan baginda Rasul  itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.
Syarat Ibadah Yang Diterima
Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat :
1.Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,
2.Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .
Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah  dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah  berfirman, “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
Dalam ayat diatas disebutkan “menyerahkan diri” (aslama wajhahu) artinya memurnikan ibadah kepada Allah . Dan “berbuat kebajikan” (wahuwa muhsin) artinya mengikuti Rasul-Nya .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  rahimahullah mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah. Sebagaimana Allah  berfirman, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua bahwasannya Muhammad  adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau  telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat” (Al-Ubudiyah, hal 103; ada dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645)
Fungsi Dan Tujuan Ibadah
Ibadah mempunyai peran,fungsi dan tujuan dalam kehidupan manusia. Berikut adalah peran dan fungsi ibadah:
Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum dan secara khusus
 Peran dan fungsi ibadah secara umum
Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya. Ini jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Az Zariyat ayat 56
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
Peran dan fungsi ibadah secara khusus
Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika mampu.

Tugas Manusia Sebagai Hamba Allah swt

Ibadah Khusus
Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa Ibadah khusus adalah ibadah yang langsung kepada Allah, tidak dapat diwakilkan dan bersifat individual serta kaifiyahnya sudah ditentu-kan oleh Nabi/Rasul Allah dalam bentuk syariat tertentu. Ibadah khusus merupa-kan aplikasi langsung dari fungsi penciptaan manusia sebagai abdun (Qs. Adz Dzariat : 56), yaitu :
1. Sholat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
2. Zakat (Al Baqoroh : 3, 43, 83, 176 dan 277 dll)
3. Puasa (Al Baqoroh : 183-185 dll)
4. Haji (Al Baqoroh : 196-197 dan Ali Imron : 97)


Ibadah Umum

Tugas manusia yang kedua adalah sebagai Kholifah Allah di bumi sebagaimana disebut dalam Qs. Al Baqoroh : 30, rincian dari fungsi kekhalifaan melahirkan ibadah sosial dengan bentuk dan ragam aktifitas ibadah sebagai berikut :
1. Memamkmurkan bumi dan menjaga kelestarian alam. Berikut ini ayat-ayat yang menunjukkan sikap berlawanan dengan tugas manusia sebagai kholifah :
a. Al Baqoroh : 11-12 (merusak tapi tidak merasa – contoh prilaku orang munafik).
b. Al Baqoroh : 60 dan Al A’rof : 74 (janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat/membuat kerusakan)
c. Al A’rof ayat 85 (jangan berbuat kerusakan setelah kamu/Allah memperbaikinya).
d. Ar Rum : 41 (nampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan oleh manusia).
e. Al Qoshosh : 77 (janganlah kamu membuat kerusakan di bumi)


2. Menjaga keharmonisan alam dan menyebarkan salam dan kasih sayang atau mempe-rkuat tali persaudaraan :
a. Al Anbiya’ : 107 (aku tidak diutus kecuali menjadi rahmat bagi alam)
b. Al A’rof : 86 (jangan duduk di tiap-tiap jalan untuk menakut-nakuti dan meng-halangi orang kebenaran/berbuat baik)
c. Al Hujurat : 10-12 (Semua manusia sama dan bersaudara – jangan suka meremeh-kan dan menghina orang lain: so perbaiki dan perkuat tali persaudaraan).
Qs. Al Baqoroh : 205 (sikap orang yang tidak beriman - ia berjalan dengan sombong, mengadakan kerusakan, merusak tanaman dan binatang ternak).
e. An Nisa’ : 36 (berbuat baik kepada siapa saja – Allah tidak suka orang yang sombong dan membanggakan diri).
f. Luqman : 18-19 (jangan kamu memalingkan muka, angkuh, sederhanalah kalau berjalan dan jangan berkata keras – seburuk-buruk suara adalah suara keledai).

3. Berkembang biak dengan benar untuk kelangsungan hidup.
a. An Nisa’ : 1 (Allah menciptakan dari jiwa yang satu dan kemudian memperkem-bang-biakan laki-laki dan perempuan yang banyak).
b. An Nisa’ : 3 (jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja atau budak-budak kamu – itu lebih dekat dari berbuat aniaya).
c. Ar Rum : 21 (manusia berkembang dari jiwa yang satu (Hawa dari tulang rusuk Adam) untuk memperoleh ketenangan, kasih sayang dan rohmah).
d. Yusuf : 31 (tiap satu bagian dari bagian lainnya (suami istri) adalah ketenangan)

4. Sebagai pemimpin bagi makhluq lainnya di bumi.
a. Al Baqorah : 30-31 ( Adam ditetapkan oleh Allah sebagai kholifah dan pemberian bekal keilmuan kepada Adam).
b. Al Akhzab : 72 (Manusia yang memikul amanat memimpin bumi setelah makhluq Allah yang lain tidak sanggup memikul amanat tersebut )
c. As Shad : 26 ( Nabi Dawud mendapat kepercayaan menjadi pemimpin umat dengan tugas agar hukum ditegakkan dengan adil).

Teladan Ibadahnya Rasulullah saw
Ketika Rasulullah  mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw  dalam ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, “Saya akan terus berpuasa dan tidak  berbuka”, yang kedua berkata, “Saya akan shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita”, maka beliau  bersabda, “Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku.” (HR. Bukhari no. 4675 dan Muslim no. 2487)
Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :
1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi’ar-syi’ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan  di masjid-masjid saja. Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.
2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah (boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.
Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad  dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid’ah.
Meningkatkan  Ibadah
Oleh karena itu penting bagi kita semua sebagai seorang hamba untuk senantiasa meningkatkan kualitas ibadah yang kita punya. Tips kita pada kesempatan kali ini akan memberikan tips untuk meningkatkan ibadah, di antara yang harus di lakukan dalam peningkatan ibadah adalah sebagai berikut:

1.senantiasa merasa bahwa diri ini penuh diliputi dengan dosa dan noda. Dalam hidup ini kita sering kali terjebak ke dalam perbuatan dosa, entah dosa kecil maupun dosa besar. Dengan berpandangan seperti ini menjadkan diri ini semkin butuh terhadap ampunan dan pada titik akhirnya akan meningkatkan ibadah sebagai tambal sulamnya.

2.melihat orang lain dengan pandangan banyak amal, kalau kita melihat diri sendiri merasa mulya maka hasrat ibadah akan berkurang tetapi sebaliknya jika kita merasa lebih rendah kualitas ibadahnya maka dengan sendirinya akan ada peningkatan dalam ibadah kita

3.jangan menganggap ibadah yang kecil-kecil itu remeh. Anggapan adanya ibadah yang remeh menyebabkan kita meninggalkan banyak jenis ibadah ketikan kita tidak bisa melakukan ibadah yang dianggap besar, tidak hanya itu menganggap sebagian bentuk ibadah kecil dan remeh akan menyebabkan kita menyepelekan orang lain
yang melakukan ibadah tersebut

4.belajar ilmu agama lebih banyak lagi. Semakin tahu tentang kedalaman makna ibadah kepada Allah maka semakin giat pula bagi kita dalam meningkatkan kualitas ibadah. Itulah sebabnya orang yang berilmu akan lebih utama ketimbang orang ahli ibadah. Nah, kalau dua-duanya kita gabungkan yaitu sebagai ahli ilmu dan ahli ibadah tentu akan sangat mulya sekali.

5.sering-seringlah bertadabbur untuk mencari ilham dari Allah, fungsi tadabbur tidak lain adalah menundukkan hati kita ini agar semakin ‘tahu diri’ betapa rendah dan hinanya diri ini.

Hambatan Pelaksanaan Ibadah
Jika kita menelisik setiap amalan ibadah yang disyariatkan oleh agama islam selalu saja dijelaskan mengenai input (orang yang berkewajiban melaksanakan perintah dan syarat-syarat lain) dan out put dari setiap prilakunya. Tujuan ideal sholat adalah dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, zakat dapat membara perubahan ekonomi dan membersihkan diri, puasa menjadikan orang bertakwa dan Haji dapat membawa pelakunya pada kenikmatan surga jika ia mampu menggapai predikat “mabrur”. Sungguhpun demikian – panggang terkadang jauh dari api, maka mana bisa seseorang mendapatkan masakan yang matang. Kendala-kendala yang mungkin kita hadapi adalah :
A. Kurangnya pemahaman tentang kaifiyah ibadah yang dimaksudkan artinya seseorang harus memahami tata cara ibadah tersebut agar memperoleh hasil yang maksimal. Terkadang kita hanya mengikuti tradisi yang telah ada, walau terkadang tidak sesuai dgn apa yang diajarkan oleh Rasulullah – kita hanya menyangka (Qs. Al Baqarah : 77-78).
B. Ibadah yang kita lakukan terkadang hanya untuk menggugurkan kewajiban – kita tidak melakukannya untuk taqorub dan cinta kepada Allah atau bahkan mungkin kita berbuat aniaya dengan ibadah itu sendiri dan tidak berlomba-lomba untuk memperoleh kebaikan dalam ibadah tersebut (Qs. Faathir : 32).
C. Ibadah yang lakukan hanya sekedarnya karena malas, ia melakukannya karena riya’ dan hanya sedikit sekali ia mengingat Allah sebagaimana yang dilakukan oleh orang munafik (Qs. An Nisa’ : 142-143).
Mereka adalah orang-orang yang lalai dalam sholat – sholat tetapi sesungguhnya ia tidak sholat sama sekali (Qs. Al Ma’un : 4-6)
D. Kita terkadang hanya mengejar jumlah, tetapi tidak pernah membicarakan kualitas ibadah kita – artinya jumlah yang banyak menjadi orientasi kita walau jumlah yang banyak tersebut dipenuhi dengan kelalaian dan riya’. Rasulullah mengingatkan “yang sedikit itu lebih baik kalau kontinue dari pada yang banyak tapi hanya sekali”. Yang dinginkan oleh Allah dengan ibadah adalah frekwensi dalam melakukannya dan bukan jumlah – Allah lebih suka kepada orang sholat malam (tahajud) yang dilakukan terus menerus tiap malam walaupun rakaatnya tidak banyak dari pada 100 rakaat satu malam dan dilakukan sekali sepanjang tahun (Qs. Al Mujammil : 1-6). Allah menginginkan rutinitas pertemuan untuk bermesraan rasa batin dan rohani kita dengan Allah. Semakin sering kita bertemu Allah, maka semakin ada dan dekat Allah dalam diri kita.
E. Hindarkan diri dan keluarga dari barang atau harta yang haram – yang diperoleh dengan jalan bathil, karena ia akan menjadi beban dan penghalang spiritualitas. Mulailah sekarang untuk memohon keikhlasan kepada siapa saja yang barang-barangnya kita ambil dengan jalan bathil dan aniaya. Ingat barang atau harta yang diperoleh dengan jalan bathil dan dengan jalan aniaya misalnya mengambil harta anak yatim, akan dikembalikan kepada kita oleh Allah dalam bentuk api neraka (Qs. An :Nisa’ : 9)
Wallah alMusta’an

Jakarta 13/2/2013









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman