Kamis, 21 Februari 2013

HAM Menurut Manusia Dan Islam






                    HAM  YANG  Memanusiakan Manusia

 Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32).
 HAM Untuk Siapa ?
Banyak peristiwa meyakinkan bahwa HAM bukanlah diperuntukkan bagi umat Islam. Kasus HAMAS yang diberangus atas nama HAM dan demokrasi, embargo ekonomi terhadap Irak, Iran dan kasus Bosnia Herzegovina merupakan secuil contoh standar ganda HAM. Demikian pula di dalam negeri, hal ini ditunjukkan dengan amat jelas dalam banyak peristiwa seperti peristiwa Doulos, penyelidikan kasus Tanjung Priok, dan peristiwa Maluku termasuk kasus Ahmadiyah dan tragedi Monas yang belum lama terjadi.
Jelas, dilihat dari segi penerapannya, sesuatu termasuk HAM atau tidak tergantung kepada lembaga yang berwenang memberikan penilaian. Dan secara umum, memang HAM bukan diper­untukkan bagi umat Islam, melainkan bagi kafir Barat imperialis dan para pengikutnya.
Tidak sebatas ini. Secara paradigmatik, HAM ini bertentangan dengan Islam. Sebab, dalam HAM yang berhak menentukan mana yang menjadi hak bagi manusia dan mana yang tidak adalah manusia itu sendiri. Jadi, di dalam konsep HAM, agama (Islam) tidaklah menjadi satu perkara yang diperhatikan.
Sebaliknya, agama dan hukum-hukum Allah SWT disingkirkan atas nama HAM. Padahal, manusia merupakan hamba Allah SWT yang tugas utamanya adalah beribadah, yaitu tunduk, patuh dan taat kepada seluruh aturan-aturan yang diwahyukan oleh-Nya. Firman Allah SWT:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepada-Ku” (Adz Dzariyat : 56).
Di sisi lain, landasan HAM adalah 4 kebebasan: kebebasan ber’aqidah, kebebasan memiliki, kebebasan pribadi (berperilaku) dan kebebasan berpendapat. Melalui dalih kebebasan ini setiap orang bebas berpindah-pindah dan mencla-mencle dalam menganut agama, siapapun boleh memiliki apapun dengan cara apapun tanpa lagi memandang apakah yang dimilikinya itu tergolong pemilikan individu, umum, atau pemilikan negara. Melalui HAM itu pula legal bagi siapa saja untuk berbuat apapun selama tidak mengganggu orang lain, dan boleh berpendapat apapun sekalipun menentang, menghina, dan mengolok-olok hukum Allah SWT karena dijamin oleh kebebasan berpendapat. Padahal, dalam ajaran Islam, seluruh perbuatan manusia tidaklah bebas, melainkan harus senantiasa terikat dengan aturan dan hukum dari Allah SWT. Karenanya, dari bebagai dalil dalam Al Quran maupun As Sunnah para ulama menegaskan satu kaidah ushul yang berbunyi:
“Hukum pokok dari setiap perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’.”
Ditinjau dari segi politis, slogan HAM merupakan upaya negara-negara imperialis pimpinan Amerika untuk menutup-nutupi kebobrokan mereka sekaligus sebagai sarana untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Seperti diketahui, persoalan lingkungan hidup, HAM, dan demokrasi di dunia merupakan salah satu kebijakan politik luar negeri Amerika. Dengan demikian, tidak mengherankan bila mereka hendak mengintervensi Indonesia lewat berbagai  permasalahan dengan dalih HAM. Berdasar hal tersebut, berharap kepada Barat dengan konsep HAM-nya untuk menyelesaikan masalah umat Islam hanyalah akan mendatangkan malapetaka dan murka Allah SWT saja.
Pengertian HAM
menurut John Locke.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
(1) HAM Menurut Konsep Barat
stilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
 Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
 Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
 Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
(2) HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
(3) Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
eskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
   Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
 Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan qishas.
 Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.
 Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
 Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
Hak-Hak Dasar Manusia Perspektif Islam
Allah SWT menciptakan manu­sia dari tanah. Lalu, ditiupkan nyawa. Hiduplah manusia dengan karakteristik yang juga diciptakan Allah SWT berupa kebutuhan jasmani, gharizah, dan kemampuan berpikir. Allah SWT Dzat Maha Adil mengutus Rasulullah SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir untuk menyampaikan Islam yang berfungsi sebagai petunjuk, jalan lurus dan pembeda antara haq dan bathil. Siapapun yang mengelaborasi ajaran Islam akan menyimpulkan bahwa Islam telah menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang hamba. Demikian pula, Allah SWT telah mensyari’atkan hak-hak yang layak dimiliki oleh manusia melalui lisan Nabi Muhammad SAW. Dan kelak pada hari kiamat hak-hak tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya, Jadi, yang menetapkan hak apa saja yang dimiliki oleh manusia bukanlah manusia itu sendiri melainkan Allah SWT. Itulah hak-hak syar’iy bagi manusia (huqu-qusy syar’iy HI insan).
Hak-hak yang dimiliki manusia yang dijamin oleh syara’ ada 3 jenis, yaitu HAK DHARURIYAT, HAK HAJIYAT, dan HAK TAHSINAT.
Hak DHARURIYAT merupakan hak-hak yang berhak dimiliki oleh manusia yang menjadi landasan bagi kemuliaan hidup manusia, tegaknya dan stabilnya masyarakat dengan benar. Bila hak ini tidak terlaksana maka sistem hidup akan hancur, masyarakat akan kacau dan rusak, serta kenestapaan di dunia dan adzab di neraka akan disandangnya. Diantara hak dharuriyat ini adalah :
Hak dipelihara agamanya. Islam tidak memaksa seseorang non muslim untuk masuk Islam. “Tidak ada paksaan dalam menganut agama,” begitu makna firman Allah SWT di dalam surat Al Baqaiah ayat 256. Ini tidak berarti sebagai kebebasan beraqidah seperti dalam ideologi kapitalis-demokrasi. Sebab, seorang muslim yang murtad dari agamanya harus diajak diskusi oleh pengadilan, disuruh taubat, dan bila dalam jangka waktu tiga hari tidak kembali kepada Islam berhak dibunuh. Kata Nabi seperti diriwayatkan Imam Muslim : “Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia.” Jadi, dalam Islam  tidak  dibenarkan  adanya kristenisasi atau westernisasi dalam keyakinan. Perkara-perkara yang dapat merusak aqidah dan menjauhkan masyarakat dari Islam tidak boleh ada. Jika tidak, berarti melanggar hak syar’i’ bagi manusia dalam hal ini hak dipelihara agamanya.
Hak untuk dipelihara jiwanya. Allah SWT menegaskan dalam surat Al Isra ayat 70: “Dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak Adam (manusia)”. (QS. Al Isra’ : 70) Allah  SWT mengharamkan segala bentuk perkara yang mengakibatkan rusaknya nyawa manusia. Untuk itu, ada hukum qishash bagi pembunuh. Firman Allah SWT:  “Dan bagi kalian di dalam hukum qishash itu terdapat kehidupan, wahai ulul albab” (QS. Al Baqarah : 179). Jelaslah setiap orang muslim mapun kafir dzimmi berhak dilindungi nyawanya dari pembunuhan ataupun pembantaian.
Berhak dipelihara akalnya. Islam sangat meninggikan derajat akal. Sampai-sampai akal merupakan tolok ukur seseorang terkena beban (taklif) hukum. Islam juga mengangkat derajat ilmu, serta mengharamkan segala perkara yang dapat merusak akal seperti khamr, ganja, morphin, dan lainnya. Karenanya, keberadaan barang-barang tersebut di tengah masyarakat melanggar hak syar’iy bagi manusia.
Berhak dipelihara nasab keturunannya. Setiap orang  berhak mengetahui ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Islam melarang mendekati zina dan melakukannya dan menjatuhkan hukuman berat bagi pelakunya.  Bila  belum  menikah dicambuk 100 kali, dan jika sudah pernah menikah dirajam sampai meninggal.: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera” (QS. An Nur : 2). Hal ini jelas berbeda dengan kebebasan pribadi dalam HAM yang memang serba boleh itu.
Hak dipelihara hartanya. Islam membolehkan manusia memiliki apapun asalkan dengan cara yang dibolehkan dan barang-barangnya dihalalkan. Di sisi lain Islam melarang siapapun mengambil barang milik orang lain dan memberikan sanksi pada pelakunya. Ajaran Islam pun membedakan jenis pemilikan individu,   pemilikan umum, dan pemilikan negara. Semua ini adalah dalam rangka menjaga harta setiap orang.

Berhak dipelihara kehormatan dirinya. Setiap orang tidak boleh dituduh dengan tuduhan dusta, tidak boleh difitnah, dan juga tidak boleh dicemarkan nama baiknya. Semua ini dijamin di dalam Islam. Makanya, siapa saja yang menuduh seseorang yang baik-baik berzina, misalnya, dihukum delapan puluh cambukan. Sedangkan, tuduhan bohong lainnya dikenakan hukuman ta’zir (Abdurrahman Maliki, Nizhamul ‘uqubat fil Islam).
Hak mendapatkan keamanan. Islam menjamin keamanan bagi setiap warga negara baik dalam perkara kehormatan, harta, maupun nyawa. Pengabaian terhadap hal ini merupakan pengabaian terhadap hak syar’iy bagi manusia. Berkaitan dengan hukum terhadap perusuh dan pengacau keamanan Islam dan kaum muslimin Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya” (QS. Al Maidah : 33).
Berhak terpelihara negaranya. Islam telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk hanya memiliki satu negara di dunia. Keterpecahbelahan umat Islam menjadi 56 negara seperti sekarang merupakan pelanggaran terhadap hak syar’iy bagi manusia.
 “Barangsiapa membai’at seorang imam, meletakkan tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak merampasnya maka penggallah leher orang itu.”
“Bila datang seseorang, sedangkan urusan kalian berada pada seorang, hendak memisahkan kalian atau memecah belah jamaah kalian, maka bunuhlah dia” (HR. Muslim).
Hadits-hadits tadi menjelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh memiliki lebih dari satu jamaah kaum muslimin, yakni khilafah. Inilah wahyu Allah SWT yang disampaikan lewat mulut Rasulullah SAW. Jadi, adanya satu kepemimpinan umat saja di dunia dan keutuhannya merupakan hak sekaligus kewajiban seluruh kaum muslimin. Hanya sayang, tidak sedikit kaum muslimin masih tertipu oleh perjanjian Sykes – Picot (yang memicu munculnya negara Yahudi) yang menetapkan batas-batas negara. Padahal, Allah dan Rasul-Nya justru memerintahkan hal sebaliknya.
Kesimpulan
Definisi HAM yang benar adalah definisi yang diberikan Islam, yaitu bahwa HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak lahir sebagai karunia Allah SWT, sehingga hak tersebut tidak akan pernah bertentangan dengan Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang telah digariskan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Kembali ke hak asasi manusia, yang tak kalah pentingnya adalah penyebarluasan konsep dalam makna yang sejati ini ke seluruh manusia di dunia melalui proses edukasi yang sistematis. Manusia yang telah menyadari hak asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut, sekaligus menghormati hak asasi manusia lain.
Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim terbanyak dan terbesar di dunia yang memiliki empat pilar negara yang berjiwakan Piagam Jakarta dengan inti Ketuhanan Yang Maha Esa dan Syariat Islam, maka tidak ada pilihan lain dalam soal HAM, kecuali hanya boleh mendefinisikan HAM sesuai dengan definisi Islam.
Karenanya, ke depan para Aktivis Islam dari berbagai Ormas Islam harus mampu merebut semua posisi keanggotaan di Komnas HAM, sehingga mampu menjadikan HAM dan KAM sebagai ruh dan jiwa dalam semua program dan aktivitas Komnas HAM.
56.  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Adz-Dzariyat)
JAKARTA  21/2/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman