Kamis, 21 Februari 2013

MANUSIA Menurut Filsuf Muslim (1)







              MANUSIA DALAM PEMAHAMAN FILSUF MUSLIM


PENDAHULUAN


A . Alasan Pemilihan Judul
            Penulis membuat risalah ini dengan judul”MANUSIA DALAM PEMAHAMAN FILSUF MUSLIM” Judul ini dipilih karena mempunyai beberapa alasan , diantaranya:
               1. Penulis ingin mengetahui pemahaman para filsuf muslim tentang eksistensi manusia, asal kejadian , tujuan hidup dan mati .
               2. Beriman dan berpikir tentang keberadaan manusia yang tertera dalam al-Qur’an adalah bisa menguatkan keimanan , menanamkan kesadaran dan dapat mendorong ketaatan beragama .
               3. Penulis sangat tertarik dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu membangun manusia seutuhnya . Oleh karena itu , judul diatas adalah sebagian dari sumbangan pikiran tentang memahami penjabaran insane kamil .
               4. Alam serta isinya diserahkan penuh kepada manusia, agar memelihara dan memanfaatkannya sesuai dengan perintah Tuhan . Guna mempertanggung  jawabankan penyerahan tersebut, maka manusia harus sadar kepada dirinya sebagai khalifah-Nya di muka Bumi ini .
               5. Judul di atas ditulis , karena sesuai dengan fakultas penulis yang sedang diketahui .

B. Perumusan Masalah
             Manusia diciptakan oleh Allah SWT hanya untuk mengabdi kepada-Nya, dengan menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya ,baik berhubungan dengan Khalik maupun makhluk . Untuk mencapai tujuan tersebut , dia dibekali akal dan Muhammad saw diutus untuk menerangkan agama islam kepadanya . Dengan Agama dan akal yang dimiliki manusia, dia dapat melakukan amal shalih dengan kreatif menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan zaman serta bergotong royong dalam kebajikan .
            Pengikut Muhammad saw, orang-orang yang beriaman dan menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, wajib meyakini bahwa Al-Qur’an itu betul-betul datang dari-Nya. Sebagai realisasi keyakinan mereka adalah melaksanakan rukun Islam .
            Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang manusia ,asal kejadian, tujuan hidup di dunia dan hari pembalasan amal manusia .
            Sementara , pemberitahuan Tuhan melalui rasul-Nya kepada manusia Agama Islam dapat diimani oleh hati para pemeluknya dan tidak sedikit manusia yang ingkar terhadap ayat-ayat Al-Qur’an .
            Untuk menanggapi kekufuran mereka, maka munculah beberapa filsuf muslim , seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail , Ibnu Rusyd, Nasir Al Din Tusi , Muhammad Ibnu Zakaria Al Razi dll : mereka berusaha memahami keyakinan dengan akal pikiran .
            Sebagai umat Islam ada yang merasa puas dengan beriman kepda teks ayat-ayat al-Qur’an saja sebagian ada yang berusaha memahaminya dengan akal disamping beriman .
            Sesuai dengan kemajuan zaman dan perkembangan pemerintah manusia yang semakin canggih, penulis ingin menyajikan tentang hakikat manusia menurut pemahaman para filsuf muslim .karena dewasa ini , manusia sangat percaya dan menghiraukan   keterangan-keterangan Agama . Padahal akal itu terbatas :sejauh mana manusia mampu memahami keberadaannya sebagai mahkluk Tuhan , untuk apa hidup di dunia dan apa yang terjadi setelah  manusia dibangkitkan dari alam kubur ?
            Pertnyaan diatas dapat dijawab , bila ajaran-ajaran agama islam dikaji kembali dengan mantap sebagaimana alim ulama’ atau filsuf muslim . Ajaran agama islam akan tampak universalnya jika dikaji ulang secara mendetail, sedang pemahaman filsuf muslim terhadap masalah di atas akan diketahui pula jawabannya sesuai dengan kedalaman agama yang dimilki masing-masing pada agama Islam . Bukankah para filsuf muslim itu mempunyai ilmu pengetahuan agama Islam dan menguasai ilmu filsafat ? Keimanan mereka sangat kuat dan tidak mudah dipengaruhi ileh tahayul-tahayul serta kondisi sebagaimana perjalanan sejarah mereka .

C.Methode Penelitian dan Teknik Penulisan
            Untuk mendapatkan bahan-bahan ini, penulis memakai methode library reseach , yaitu dengan membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahn yang dibahas . Dari hasil bacaan tsb . , penulis menyeleksi dan mempadukan asumsi-asumsi ilmiah yang ada dalam leteratul-teratur itu dengan analisis dan kajian sederhana dari penulis .
            Selanjutnya penulis risalah ini memakai teknik sebagaimana yang tercantum dalam buku karangan Prof. Dr. S . Nasution dan Prof. Dr. N. Thomas “Petunjuk Penuntun Membuat Desertasi , Thesis , Skripsi , Report dan paper “Hanya ada beberapa pengecualian , antara lain :
1.      Ayat-ayat Al-Qur’an tidak diberi foot note .
2.      Terjemahan ayat-ayat al-Qur’an , hadist dan lain-lainnya diketiksatu spasi .
3.      Kutipan diberi bahasa Arab diterjemahkan dengan memakai terjemahan bebas.
4.      Kutipan dari buku-buku yang berejaan lama disesuaikan dengan ejaan baru yang disempurnakan .

D. Sistematika Pembahasan
            Risalah ini disusun menjadi tiga bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa pasal yang tertera sebagai berikut :
Bab I
            Menerangkan tentang al-Qur’an dan filsafat yang ditinjau dari segi pemahaman ,  fungsi dan bagaimana al-Qur’an mendorong berfilsafat ?
Bab II
            Menguraikan renungan filsuf terhadap manusia yang meliputi : Pengerti , kejadian  manusia yang termaktub dalam Al-Qur’an dan dalam komentar  filsuf muslim .
Menjelaskan hubungan jiwa dan badan menurut uaraian para filsuf muslim dan aliran serbazat serta serbaruh ; hidup dan mati menurut konsepsi al-Qur’an dan pandangan para filsuf muslim .
Bab III
            Bab terakhir hanya berisi kesimpulan-kesimpulan dari bab-bab terdahulu dan beberapa saran dari penulis .
BAB I

BAB I
AL-QUR’AN  DAN FILSAFAT

A. Pemahaman Dan Fungsi AlQur’an
Ummat Islam orang-orang yang telah mengikrarkan kalimat  al syahadatain wajib meyakini akan kebenaran Al-Qur’an itu datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa . AlQur’an adalah pandangan hidup bagi kaum muslimin ,yang telah  ditulis di dalam mushaf-mushaf , yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Naas . Kandungan Al-Qur’an wajib diimani kebenarannya oleh setiap orang Islam . Sebab beriman kepadanya adalah termasuk rukun iman yang ketiga .
Para Ulama dan filsuf muslim juga beriman  kepada Al-Furqan sebagaimana kaum muslimin lainnya, namun ada perbedaan di dalam memahami tekstualnya . Perbedaan ini, dikarenakan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri didapati kata-kata musytarak (punya arti lebih dari satu) dan juga disebabkan perbedaan latar belakang mereka . Walau demikian, mereka tetap dinamakan umat Islam .
Dewasa ini, para ulama ‘ , intelektual muslim dan mahasisiwa dihadapkan keharusan untuk dapat menemukan cara menanggulangi kepesatan sains . Paling tidak , bagaiman bisa mendapatkan cara memahami ayat-ayat Al-Qur’an itu agar diterima oleh setiap orang Islam , baik yang awam maupun cendikiawan . Minimal menguasai bahasa Arab dengan baik dan benar itu sebagai syarat bagi orang yang mau memahami dan mendalam apa-apa yang tertera di dalam Al-Qur’an .
Untuk memahami Al-Qur’an dengan mudah dan baik, maka diperlukan  beberapa persyaratan dan pengetahuan tentang macam-macam tafsir . Menguasai bahasanya dan ilmu-ilmu yang berkaitan , itu minimal persyaratan bagi yang ingin memahami dan mendalami kandungan Al-Qur’an . Ahli ilmu yang  bijaksana telah membagi 3 macam tafsir di antaranya:
1.      Al-Tafsir bi al al Riwayah , inilah yang dinamakan Al tafsir Al Naql
      (menggunakan ayat dengan ayat) atau Al Tafsir Al Maktsur (menggunakan
      Hadist ) .
2.      Al Tafsir bi Al Dirayah , inilah yang dinamakan Al Tafsir Al Ra’yi
( memakai akal /ijtihad).
3.      Al Tafsir bi Al Isyarah , Ulama’ menamakan tafsir Isyari (mengungkap dengan cara kerohanian atau kebatinan) .[1]
 Pesyaratan dan macam-macam tafsir di atas untuk mengadakan pendekatan
 kepada pengertian Al-Qur’an , maka tafsir tersebut bisa dikatakan sebagai usaha yang merangkum definisi Al-Qur’an . Ali Al Shabui mendefinisikannya sebagai berikut:
            Al-Qur’an adalah firman Allah yang mu’ziz , diturunkan kepada pengakhir para nabi dan pengakhir para rasul dengan melalui malaikat Jibril al Amin as. , ditulis pada mushaf-mushaf , yang kita terima dengan jalan mutawatir , membacanya sebagai ibadah, dimulai dengan surat al Fatihah dan diakhiri dengan surat al Naas .[2]
            Dari ayat diatas , Al Faabi berpendapat :
            Al Qur’an menunjukan kepada bemacam-macam samiyat seperti Tablet dan
Pena . . . .  bahwa hal-hal ini hendaknya jangan dimengerti secara harfiah, karena pena bukanlah alat untuk menulis, demikian pula tablet ia bukanlah halaman tempat mencatat kata-kata , tetapi keduanya itu hanyalah symbol ketetapan kelestarian .[3]
           
            Pandangan ini menunjukan bahwa memahami ayat-ayat  Al-Qur’an itu diperbolehkan , yang tidak hanya berpegangan dengan lahir arti/ ma’na saja selama tidak bertentangan dengan kaidah bahasa Arab . Mungkin pembolehan ini dikaitkan denga pengertian ta’wil atau tafsir . . sebagai contoh , pengertian tahta dan kursi Tuhan , Ibnu Sina mengartikan kata-kata tersebut sebagai berikut :
            . . . Tahta dan kursi Tuhan adalah symbol lingkungan Shalat bukanlah sekedar gerakan fisik , tetapi bertujuan meniru dunia langit . . . .[4]
            Demikianlah kedua fisuf muslim di atas sama-sama berusaha memahami ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya berpegang pada dzahir ayat, akan tetapi mengartikan ayat tersebut sesuai dengan ijtihadnya . Pendapat di atas tidak bertentangan dengan Al-Qur’an , sebab banyak didapati ayat-ayat yang menerangkan agar manusia berpikir, seperti kata-kata al tafakkur , al tadabbur , dan al aql . Ijtihad di atas identik dengan pengertian alTafsir bi al ra’yi sebagaimana dihalaman muka . Jadi pemahaman terhadap ayat Al Qur’an itu bisa dilakukan dengan penafsiran bi al matsur , al ra’yi  atau penafsiran al isyari .
            Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah SWT agar menyampaikan wahyu yang telah di terima kepada seluruh umat manusia yang telah beriman atau belum . Dengan petunjuk ayat-ayat AlQur’ab , manusia akan mengetahui bagaimana cara berhubungan dengan Tuhannya dan apa yang akan dilakukan dengan sesamanya (alam semesta) . Karena Al Qur’an itu sebagai firman Allah SWT yang mutlak kebenaranNya, maka disuruhlah Muhammad saw menjelaskan kepada umatnya terhadap ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dengan melalui keterangan sunahnya yang mutawatir atau shahih . Disamping tugas beiau di atas , manusia telah dianugrahi akal untuk membaca dan memikirkan apa yang tertera dalam al Qur’an dan tanda-tanda kebesaran Tuhan lainnya .
            Al Qur’an adalah suatu ajaran yang mengandung peringatan , bacaan , penjelasan bagi orang-orang yang mau menggunakan akal . Banyak manusia yang terperdaya dengan keindahan dunia , sehingga menyia-nyiakan waktu hanya untuk mencari kekayaan  belaka, menuruti hawa nafsu  saitan, maka  Al Dzikrullah sebagai penasihat mereka; manusia senantiasa sibuk menjalankan pekerjaan masing-masing sebagai pelayan tukang becak , pedagang , menteri atau presiden  sehingga lupa dengan khaliknya, maka disuruhlah manusia membaca Al Qur’an agar pekerjaan mereka memiliki nilai ibadah; pengetahuan manusia  terbatas dan berbeda , maka bagi yang pengetahuan mengerti wajib menjelaskan kepada yang belum paham . Dengan demikian , fungsi Al Qur’an adalah khusus untuk memberitahukan bagaimana beribadah kepada pencipta segala sesuatu dan menguatkan dan kenegaraan yang diridhaiNya.
            Jika paham-paham ilmu kalam ditelaah, maka didapatilah beberapa pendapat tentang memahami fungsi Al Qur’an bagi hamba Tuhan .Pendapat mereka hanya berbeda dalam meletakkan tingkatan Al Qur’an sebagai dalil atau akal yang digunakan untuk memahami ommateri , maka Al Qur’an mempunyai fungsi informasi dan jika akal berpikir tentang dunia emperis , maka Al Qur’an memiliki fungsi konfirmasi . Untuk lebih jelasnya akan perbedaan paham-paham tersebut , perhatikanlah penjelasan kaum teolog dibawah ini :
            . . . . diperoleh kesan bahwa wahyu bagi kaum mu’tazilah lebih banyak mempunyai fungsi konfirmasi dari pada fungsi informasi .[5]
            . . . . dalam pendapat aliran Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali . wahyu boleh dikatakan menentukan segala hal . Sekiranya wahyu tidak ada , manusia akan bebas apa saja yang dikehendakinya , dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan .[6]     
            Aliran Maturidiah , wahyu bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang lebih kurang dari pada wahyu dalam faham Bukhara .Wahyu bagi golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk , sedang dalam pendapat golongan kedua, wahyu perlu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia.[7]

            Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu ditinjau dari segi berfungsi sebagai konfirmasi . Jadi para teolog Islam sama-sama menggunakan Al Qur’an atau akal dalam memahami konteks atau ayat-ayat Al Qur’an , hanya saja ada tingkatan masing-masing dalam menggunakan akal pikiran , ada yang berani dan takut . Berani dalam arti banyak menggunakan akal pikiran dalam mengiterprestasikan ayat-ayat al Qur’an , sedang takut berarti  sedikit sekali menggunakan akal, artinya lebih banyak menerima ayat-ayat tersebut dengan memahami konteks ayat-ayatnya .

B. Pandangan Al Qur’an Terhadap Filsafat Islam
            Di atas telah diterangkan bahwa Ayat-ayat Al Qur’an mempunyai fungsi informasi dan konfirmasi . Manusia bisa membaca bagaiamana Allah SWT menjadikan ala mini serta isinya . Kebanyakan Ulama’ mencari keterangan atau jawaban dari Al Qur’an , biala ditanya tentang cara beribadah atau metafisik, sedangkan para filsuf berusaha untuk memahami keyakinan yang telah diterima( rukun iman) dengan akal pikiran dalam rangka mengokohkan keyakinan tersebut tanpa melanggar ketentuan Agama, Allah SWT dan rasulnya . Agar lebih jelas hubungan antara Al Qur’an dan filsafat Islam , maka baiklah kita perhatikan ayat-ayat Al Qur’an di bawah ini :
ô`¨Br& t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur tAtRr&ur Nà6s9 šÆÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $uZ÷Fu;/Rr'sù ¾ÏmÎ/ t,ͬ!#ytn šV#sŒ 7pyfôgt/ $¨B šc%Ÿ2 óOä3s9 br& (#qçGÎ6.^è? !$ydtyfx© 3 ×m»s9Ïär& yì¨B «!$# 4 ö@t/ öNèd ×Pöqs% tbqä9Ï÷ètƒ ÇÏÉÈ
 Atau siapakah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).(QS.An-Naml:60)
öNs9urr& (#r㍩3xÿtGtƒ þÎû NÍkŦàÿRr& 3 $¨B t,n=y{ ª!$# ÏNºuq»uK¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur !$yJåks]øŠt/ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 9@y_r&ur wK|¡B 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# Ç!$s)Î=Î/ öNÎgÎn/u tbrãÏÿ»s3s9 ÇÑÈ
Dan Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(QS.Ar-Rum:8)
Demikian ayat-ayat di atas telah menyuruh kepada manusia untuk berfikir tentang Tuhan dan Makhluk-Nya; siapakah Tuhan itu, bagaimana alam diciptakan , benarkah manusia akan kembai kepada Penciptanya ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban yang ma’qul dan dalil Agama.
Plato (427-347 SM) , ia seorang filsof Yunani yang termashur mengatakan , bahwa filsafat filsafat adalah pengetahuan yang ada dan Al Farabi , fisof muslim terbesar sebelum Ibnu Sina mengatakan , bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat yang sebenarnya . Jadi obyek filsafat mencakup materi mauoun immateri . Membawa tentang filsafat Islam tidaklah bisa dipisahkan denga pembahasan terhadap pengertian filsafat , obyek dan islam itu sendiri .
            Para filsof muslim memahami keyakinan Agama, eksestensi Tuhan, kejadian alam beserta isinya dll, dengan akal pikiran mereka, guna mengkokohkan dan menangkis tuduhan-tuduhan bahwa Islam adalah Agama dogmatis dari non muslim . Sehingga apa saja yang telah diyakini itu menjadikuat dan mantap .
            Tokoh-tokoh yang mempelopori dibidang filsafat Islam adalah Al-Kindi , Al- Farabi , Ibnu Sina , Al- Ghazali , Ibnu Thaufail dan Ibnu Rusyd. Dengan demikian , filsafat Islam yang tekah dipelopori para filsuf muslim di atas adalah sangat relavan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang telah menyuruh untuk berfikir tentang sesuatu yang ada .
BAB II
RENUNGAN FILSUF MUSLIM TERHADAP MANUSIA

A. Pengertian dan Kejadian Manusia
            Tuhan adalah sang pencipta segala sesuatu , alam serta isinya dan makhluk yang berakal . Dengan kelebihan akal, manusia memperoleh martabat yang paling tinggi di antara makhluk lainnya. Kebudayaan yang telah diciptakan manusia semenjak nabi Adam as. Sampai sekarang semakin berkembang . Dulu , manusia masih berangan-angan bagaimana bisa terbang seperti burung dan bagaimana pula dapat menyelam di dalam air sebagaimana ikan dll . Sekarang , terpenuhilah keinginan mereka, mempu terbang sampai di bulan dan bisa berada di dalam air  dll .
            Manusia , karena keberanian dan akalnya bersedia menerima amanah Allah SWT., memelihara dan menjalankan perintah atau larangan-Nya sebagai khalifah di muka Bumi . Karya dan kesedian di atas menunjukan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia di sisi Tuhan .
            Sementara , manusia masih sulit memastikan siapa sebenarnya , darimana dan mau kemana dirinya. Sedangkan , dia bisa menciptakan teknologi yang canggih . Tidaklah mudah menjawab pertanyaan tersebut , sebab ia terbatas dengan kemampuan yang dimiliki . Tetapi dia dikaruniai akal dan Tuhan telah mengutus rasul-Nya untuk menerangkan firman-firman-Nya kepada manusia . Sepanjang sejarah , manusia tidak kenal menyerah dan selalu siap menjawab tantangan apapun ,termasuk pertanyaan di atas, baik dengan pengetahuan agama maupun pengetahuan umum atau sains .
            Adinegoro mendefinisikan manusia di dalam bukunya “ Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “ demikian:
            Manusia adalah alam kecil sebagian dari alam besar yang ada di atas Bumi , sedangkan makhluk yang bernyawa , sebagian dari bangsa Antropomorphen , binatang yang menyusui , akan tetapi makhluk yang mengetahui ke alamnya , yang mengetahui dan dapat menguasahi kekuatan-kekuatan alam , di luar dan di dalam dirinya (lahir dan batin) .[8] 
Menurut kajian ilmu , manusia sebagai individu terdiri dari sel-sel daging,
tulang,saraf, darah, dan lain-lain  (materi ) yang membentuk jasad . Pertemuan zat ayah dan ibu membentuk janin (embrio) dalam rahim ibu yang tumbuh secara evolusi . Setelah janin itu sempurna , ia lahir sebagain bayi .[9]
            Prof . Abbas Mahmud El- Aqqad mendefinisikan sebagai berikut :
            Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab , yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan .[10]
            Dari tiga definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang bernyawa , terdiri dari beberapa organ tubuh dan sadar akan bertanggung jawab kepada pencipta ala mini, apa yang telah dikerjakan .
a. Menurut al-Qur’an
            Setelah diketahui definisi dan kejadian manusia di atas, maka baiklah kita perhatikan ayat-ayat- al-Qur’an yang menyinggung tentang manusia, dari mana asalnya , sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ
 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.(QS.An-Nisa’:1)

[263]  maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264]  menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ
Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.(QS.As-Sajadah:7)

øŒÎ)ur tA$s% y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) 7,Î=»yz #\t±o0 `ÏiB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*yJym 5bqãZó¡¨B ÇËÑÈ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,(QS.Al-Hijr:28)

#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796].(QS.Al-Hijr:29)

[796]  dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.
Demikian ayat-ayat al Qur’an di atas telah memberi informasi kepada kita , bahwa keberadaan manusia adalah kehendaka Allah SWT, menciptakan Adam as dari tanah liat dengan sebaik-baik bentuk , lalu ditiupkanlah ruh ciptaan-Nya kepada Nabi Adam as . Setelah kejadian Adam as selesai sempurna , maka Allah menjadikan pendamping yaitu Hawa’ dan dari keduanya berkembang biaklah laki-laki dan perempuan yang banyak sebagaimana sekarang . Agar lebih jelas keterangan ayat-ayat diatas , baiklah kit abaca pendapat mufassirin , di antaranya :
            Ibnu Katsir , ahli mufassir yang terkenal dengan tafsir bi al ma’tsur , munafsiri ayat 1 surat An Nisa’ sebagai berikut :
            . . .  Adam as dan Hawa’ asa yang dijadikan tulang rusuk Adam yang sedang tidur, ketika ia bangun , terlihatlah Hawa’ as yang sangat menabjukan , lantas Adam lupa tentang diri Hawa’ dan iapun lalai dengan Adam  keturunan dari keduanya  berkembang biak menjadi banyak baik laki-laki maupun perempuan . . . .[11]
            Muhammad bin Husain bercerita kepada Ibnu Jarir; Ahamad bin Mufazdal bercerita kepada kami (Jarir al Thabari ) , dia berkata : ‘ Assad mengatkan kepada kami , dari al Sada’i : Adapun Ia menjadikan kamu sekalian dari jiwa yangsatu , dari Adam as.[12]
            . . . Aku (Allah ) bawakan kepada Adam ruh yaitu bikinanku, lantas menjadi manusia yanghidup ; para maliakat menjatuh diri bersujud kepadanya sebagai penghormatan bukan sebagai ibadah . Berkatalah para mufassir “ Bahwasanya izhafah ruh Adam kepada Yang Maha Suci itu atas dasar kemuliaan ruh tersebut .[13]
            Jelaslah keterangan-keterangan para mefassir di atas, bahwa manusia yang  disebut di surah An Nisa’ adalah Adam as, manusia pertama yaitu kata-kata min nafsin waakhidah dan ruh adalah bikinan Allah SWT yang telahditupkan kepada Adam as setelah menjadi manusia sempurna .
            Allah SWT telah menerangkan kejadian asal manusia pertama yaitu Abul Basr, Adam as sebagaimana ayat-ayat yang telah dibahas di halaman muka . Adapun ayat-ayat adalah anak cucu adam as adalah sebagaimana tercantum di bawah ini:
¢OèO Ÿ@yèy_ ¼ã&s#ó¡nS `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ä!$¨B &ûüÎg¨B ÇÑÈ
Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.(QS.As-Sajadah:8)
óOs9r& à7tƒ ZpxÿôÜçR `ÏiB %cÓÍ_¨B 4Óo_ôJムÇÌÐÈ
Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),(QS.Al-Qiyamah:37)
¼çm¯Rr&ur t,n=y{ Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# 4Ós\RW{$#ur ÇÍÎÈ
 Dan bahwasanya dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS.An-Najm:45)
Dari ayat-ayat di atas , biasa disimpulkan bahwa kejadian keturunan Adam as adalah diciptakan dari air mani laki-laki yang bercampur dengan istrinya dengan kehendak Allah SWT . Perbedaan Adam as dengan keturunannya adalah terletak pada proses kejadian,Adam as tanpa ibu bapak , sedang anak cucunya memepunyai ibu bapak , kecuali nabi Isa as.
b.Komentar Filsuf Muslim
            Kejadian manusia pertama atau anak cucunya adalah diciptakan oleh Allah SWT dari tanah dan ditiupkan ruh buat-Nya kepadanya setelah berbentuk sempurna sebagaimana ayat-ayat al Qur’an . Jadi keterangan ini mencakup asal usul manusia adalah dari Tuhan yang mengalami prose salami/ sunnah Allah dan apa yang dapat dilihat itulah lahirlah bentuk manusia , jasmani dan rohani . Ruh atau jiwa manusia menurut Islam adalah urusan Tuhan , namun para filsuf muslim berusaha menerangkan sifat-sifat ruh itu sendiri . Tapi yang jelas , ruh menurut mereka adalah datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa . sifat-sifat jiwa, maka perhatikan pendapat-penadapat par filsuf muslim di bawah ini :
            Menurut al Kindi roh tidak tersusun (basittah, simple, sederhana ) tetapi mempunyai arti penting , sempurna dan mulia. Subtansinya (al Jauhar) berasal dari subtansi Tuhan . Hunungannya denga Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari .[14]
            Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri yang mempunyai wujud terlepas dari badan . Jiwa timbul dan tercipta tiap kali ada badan , yang sesuai dan dapat menerima jiwa , lahir di dunia ini .[15]
            Al-Farabi , ia terkenal dengan filsafatnya tentang akal yang sepuluh , mengatakan darimana roh itu datang dan mempunyai daya apa, ungkapnya sebagai berikut:
            Akal X juga berfikir tentang Yang Mah aSatu dan tentang dirinya sendiri  . Tetapi di sini berhentilah wujud akal . Yang dipancarkan akal X ialah roh-roh dan benda-benda yang ada di bawah bulan . . . . Roh manusia juga timbul sebagai pancaran dari Yang Maha Satu  . Sama dengan Aristoteles ia juga berpendapat bahwa roh manusia mempunyai daya-daya, makan (al ghaziah) , memelihara (al murbbiah) dan berkembang (al-muwallidah) tersimpul dalam daya gerak (al-mubarrikah).[16]
            Komentar-komentar para filsuf muslim di atas tentang kejadian roh manusia, dapat dipahami bahwa roh atau jiwa datang dari Tuhan sebagaimana hubungan cahaya dengan matahari . Roh-roh manusia banyak sekali sebagaimana adanya jasmani manusia dan memiliki daya-daya, makan, memelihara ,dan berkembang . Walau roh-roh manusia itu seperti hubungan cahaya dengan matahari , bukan berarti sama antara Tuhan dengan manusia. Tuhan adlah pencipta Yang Maha Esa dan tidak ada yang menerupai-Nya dalam segala hal. Diatas , Al-Kindi menyatakan bahwa roh manusia bagaikan hubungan cahaya dengan matahari , akan tetapi dia tetap mempunyai keyakinan bahwa Tuhan itu Esa.
            Disamping keesaan Tuhan , al-Kindi menekankan ketidak samaan-Nya (Mukhalafah) dengan pencipta . Ia mengatkan bahwa Tuhan hanya dapat dilukiskan dengan negasi, dan bahwa esensi-Nya itu mencoba untuk mengetahui apa yang bukan Dia itu, tetapi tidak pernah apa Dia itu .[17]
            Jadi , pandangan –pandangan para filsuf muslim tentang roh manusia itu, adalah sama sekali tidak menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya dan kekal-Nya Khalik tidak sama dengan  selain Dia . Bukankah mereka meyakini kebenaran ayat-ayat al-Qur’an secara utuh, seperti firman Allah:Dan tidak ada seorang pun yang setaradengan Dia?
B. Hubungan Jiwa dan Badan
            Ketika kita terasa haus, lapar atau rindu dengan orang tua . kita ingin cepat-cepat menghilangkan persaan-perasaan tersebut . Keinginan atau perasaan di atas menjadi hilang , tatkala kita minum, makan atau menemui orang tua . Secara tiba-tiba , perut kita sakit ; siapakah yang merasakan sakit? Mungkin jasmani atau jiwa yang sakit. Kita tidak dapat mengelak bahwa jiwa dan jasmani akan merasakan sesuatu kegembiraan atau sebaliknya , bila ada reaksi dari dalam atau dari luar. Umpamanya, jika badan kekurangan zat-zat makanan , badan akan menjadi lemas atau sakit dan pada detik itu pula jiwa ikut serta merasakannya .
            Keterangan di atas menunjukan bahwa hubungan jiwa dan badan sangat erat bila ada akibat dari dalam maupun luar terhadap diri seseorang . Prof . DR. Hamka menerangkan hubungan jiwa dan badan dalam tubuhnya “Tasawuf Modern” demikian :
            . . . Kesehatan jiwa dan kesehatan badan . kalau jiwa sehat, dengan sendirinya memancarlah bayangan kesehatan itu kepada mata , dari sana memancar nur yang gemilang , timbul dari sukma yang tiada sakit . Demikian juga kesehatan badan, memebukakan , mencerdasakan akal, menyebabkan juga kebersihan jiwa . Kalau jiwa sakit , misalnya ditimpa penyakit marah , penyakit duka , penyakit kesal, terus dia membayang kepda badan kasar, tiba-tiba di mata merah, di badan gemetar,. Dan kalau badan ditimpa sakit , jiwapun ikut merasakan , pikiran tidak berjalan lagi , akalpun tumpul .[18] 
            Dari ungkapan diatas , jelaslah manusia memiliki badan beserta unsure-unsurnya dan jiwa.  Dengan demikian, jika salah satu menggerakkan daya masing-masing , terlihatlah atau terasalah hubungan jasmani dan jiwa itu sangat erat . Bagaimana pandangan para filsuf muslim terhdap hubungan jiwa dan badan, dan bagimana pula pendapat aliran serbazat dan serbaruh? BERSAMBUNG



[1] Muhammad Ali al Shabuni , Al Tibyan Ulum Al Qur’an cetakan II ,1980 , hlm . 63.
[2] Muhammad Ali al Shabuni , Ibid. , hlm . 6.
[3] Editor M .M. Syarif MA . , Para Filsof Muslim , Mizan, Bandung , 1985 , hlm . 78.
[4] Ibid . ,  hlm . 79.
[5] Harun Nasution , Teologi Islam, Yayasan Universitas Indonesia , Cetakan II , hlm . 100 .
[6] Loc cit, hlm . 100.
[7] Ibid . hlm 100 .
[8] Drs. Syahmin Zaini , Mengenal Manusia  lewal al-Qur’an , Bina Ilmu , Surabaya , 1984, hlm 5 .
[9] Drs. Sidi  Gazalba , Ilmu Filsafat , dan Islam tentang manusia dan agama , Bulan Bintang , Jak, 1985
    hlm10 . 
[10] Drs. Syahmin  Zaini , op Cit. , hlm 6 .

[11] Ibnu Katsir , Mukhtashar tafsir , ibnu katsir , iktishar wa takhqiq Muhammad Ali al Shabuni, Daar al Qur’an Karim , Jerman Barat , 1936 H, hlm 354 .
[12] Ahmad Ali Muthafa al Maraghi , tafsir al Maraghi Jilid empat, Mesir , hlm .175 .
[13] Muhammad Ali al Shabuni , Shafwah al Tafaasir , Dar al Qur’an al Karim , Bairut, 1981, hlm . 108-109 .
[14] Prof. Dr. Harun Nasution , Filsafat &Mistisme dalam Islam , Bulan Bintang , Cetakan ketiga, Jakarta, h
    17.
[15]  Ibid , hlm 37 .
[16] Prof. Dr. Hrun Nsution , Filsafat Agama , Bulan Bintang , Cetakan Ke- 5, Jakarta, hlm 82.
[17] George N. Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filsof Muslim , Diterjemahkan Kasidjo dan Disunting Armahedi Mahzar, Pustaka Bandung , Cetakan I, 140 H-1983 M, hlm 63 .
[18] Prof . Dr. Hamka, Taswuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm . 106 .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman