Jumat, 22 Februari 2013

KEADILAN Tuhan






                               KEADILAN TUHAN

7.Keadilan Tuhan
            7.1 .Mu’tazilah
            Aliran ini dalam memahami kedilan Tuhan berpendapat bahwa keberadaan keadilan Tuhan berdasarkan adanya hak dan kewajibanmanusia . pendapat mereka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Keadilan Tuhan diartikan memberi seseorang akan hak-hak-Nya.
2.      Kejahatan seseorang akan di hukum dan kebaikan seseorang Tuhan akan memberi upah kepadanya .
3.      Manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri , sebab tindakannya itu dikehendakinya sendiri , sebab tindakannya itu dikehendaki-Nya sendiri dan bukan perbuatan Tuhan .
4.      Tuhan tidak dapat berbuat zalim kepada menusia .
5.      Keadilan Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya dan kepentingan manusia .

7.2.Asy’ariyah
Faham golongan ini dalam memahami keadilan Tuhan , bahwa Tuhan senantiasa
berbuat adil terhadap makhluk-Nya , sungguhpun perbuatan-Nya tidak sessuaidengan pandangan akal .Keadilan-Nya kata mereka didasarkan atas kemutlakan kehendak dan kekuasaanTuhan terhadap mahluk-Nya . Menurut faham ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

  
  1. Dengan kehendakdan kekuasaan mutlakan Tuhan,Ia bebas berbuat apa saja erhadap makhluk-Nya.
  2. Semua perbuatan Tuhan tidak dapat dikatakan zalim , bila yang demikian itu dikehendaki-Nya.
  3. KeadilanTuhan tidak terikat dengan hak-hak manusia dan kewajiban –kewajibannya.
  4. Setiap perbuatan Tuhan tidak bersifat adil bila dikehendaki-Nya , walaupun bertentangan dengan akal manusia .
7. 3.Maturidiah
Bagi golongan Maturidiah Bukhara dalam memahami keadilan Tuhan mengalami
 kesulitan , sehingga mereka menggunakan istilah mas’ariyah dan rida Tuhan . Memang perbuatn manusia pada dasarnya adalah perbuatnTuhan tetapi Tuhan tidak suka dan tidak rida terhadap perbuatan-perrbuatan yang jahat . Oleh karena itu, jika Tuhan memberikan hukuman kepada orang yang berbuat jahat adalah adil, sebab Ia tidak rida kepada kejahatan manusia .
Maturidiah Samarkand sefaham dengan faham Asy’ariyah , bahwa Tuhan
memberikan hukuman kepada manusia yang melakukan kejahatan dan memberi upah kepada orang yang berbuat kebaikan adalah adil, sebab perbuatan manusia adalah perbuatan ia sendiri bukan perbuatan Tuhan .

8. 1.Perbuatan Manusia
            8.1.Mu’tazilah
            Dalam hal ini, kaum Mu;tazilah berfaham qadariyah , bahwa manusia mempunyai kebebasan dan berkuasa atau perbuatan-perbuatannya , dapat memilih untuk berbuat sesuatu atau tidak melakukannya , Tuhan tidak ikut campur terhadap sesuatu yang dilakukan manusia , sehingga sangat adil bila Dia memberikan upah kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat , sebab semua yang diperbuat manusia adalah perbuatannya sendiri bukan perbuatanTuhan .
            Dengan kata lain, kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh manusia , baik kebajikan maupun kejahatan adalah perbuatannya sendiri , bukan perbuatan Tuhan .
            “Pendapat yang sama diberikan pula oleh ‘Abd al- Jabbar . perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia , tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatnnya”[1].
            “Al-Jubba’i , umpanya , menerangkan bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya , manusia berbuat baik dan buruk , patuh dan tidak payuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri . Dan daya ( al-istiTha’ah) untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan”[2].
Yang dimaksud dengan daya manusia untuk mewujudkan kehendak sebenarnya telah terdapat dalam diri manusia yang diciptakan oleh Tuhan dan wujud perbuatan manusia sendiri .
            Dalam rangka menguatkan pendapat –pendapat Mu’tazilah , kaum ini mengemukakan firman Allah SWT sebagai berikut:



Artinya: Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
( bermacam-macam ni’mat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan
             terhadap apa yang telah mereka kerjakan .(S. As-Sajdah : 17) .


Artinya : Dan katakanlah : Kebenarannya itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang
   Siapa yang ingin (beriman) hendaklah mereka beriman , dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir . . . . (S. al-Kahfi: 29).
       Agar ayat diatas tidak mengandung keraguan atau dusta , demikian al-Jabbar , perbuatan-perbuatan haruslah betul betul perbuatn manusia . Jelaslah bahwa bagi Mu’tazilah perbuatan manusia bukanlah perbuatnTuhan , tetapi perbuatan manusia sendiri.
            Faham Mu’tazilah terhadap perbuatan manusia dapat dismpulkan sebagai berikut:
1.      Mu’tazilah mengikuti faham qadariah, karena faham inilah yang sesuai dengan keadilan Tuhan .
2.      Manusia bebas memilih untk berbuat dan berkuasa mewujudkan perbuatan-perbuatannya sendiri.
3.      Perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan
4.      Daya yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia adalah tenpat bergantungnya wujud perbuatan manusia dan bukanlah  yang dikehendaki bahwa Tuhan membuat perbutan yang telah diperbuat manusia .
8. 2.Asy’ariyah
            Golongan Asy’ariyah dalam memahami perbuatan manusia tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah tetapi lebih dekat dengan faham Jabariah , sunguhpun mereka masing0masing ingin memurnikan keesaan Tuhan . perbedaan ini , dikarenakan berbeda dalam memandang peran al-Qur’an dan fungsi akal.
            Al-Qur’an bagi kaum Asy’ariyah mempunyai peran yang sangat besar dari pada akal . Dalam persoalan perbuatan manusia, Asy’ariyah lebih dekat dengna faham Jabariah artinya Tuhanlah yang menciptakan manusia dan apa yang diperbuat .
Jadi Tuhan sebagai penggerak sedangkan manusialah yang bergerak untuk melakukan sesuatu.


Al-Asy’ariyah memahami perbuatan manusia dengan menghubungkan kemauan dengan kekuasaan mutlak Tuhan, sehingga apa yang dilakukan manusia tidak terlepas dari pada kehendak Tuhan . Bahkan pada dasarnya yang menciptakan perbuatan manusia tidak lain dari pada Tuhan .
            Tuhanlah yang sebenarnya menciptakan daya dalam diri manusia , seningga dengan dayanya perbuatan baik atau buruk akan terjadi dan terwujud sesuai dengan kemauannya.
            Agar manusia tidak pasif dalam melakukan perbuatan sebagaimana faham Jabariah , maka al-Asy’ari memakai kata al-Kasb yang artinya perolehan sesuatu . Wujud perbuatan manusia adalah perolehan dari daya yang diciptakan oleh Tuhan dalam diri manusia.
            “Arti iktisab, menurut al-Asy’ari sendiri, isilah bahwa sesuatu terjadi dengan perantara daya yang dicptakan dan dengan demikian menjadi perolehan atau kasb bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu timbul “[3] .22
            Karena uraian sebelumnya faham Asy’ariyah dalam memahami perbuatan manusia tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan tuhan yang menciptakan manusia dan apayang dilakukannya .
Untuk lebih mengetahui perbedaan faham tersebut. Maka dibawah ini ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pada faham Asy’ariyah:
1.      Manusia dalam memperbuat sesuatu memperoleh kasb dari pada yang dicptakan Tuhan .
2.      Perolehan (al-kitab) manusia untuk berbuat sesuatu ialah bersifat tidak aktif atau lemah.
3.      Sesungguhnya manusia yag melakukan suatu perbuatan , buajn Tuhan , kendatipun daya dalam diri manusia datangnya dari-Nya .
4.      Kehendak manusia tidak akan tercapai, jika tidak dikehendaki oleh
Tuhan
5.      Daya , kehendak atau perbuatan manusia sebenarnya adalah diciptakan oleh Tuhan . Manusia hanya sebagai pelaku dan sungguhpun ia mempunyai kasb .


C.3. Faham Maturidiah
Dalam memahami perbuatan manusia, golongan ini memiliki corak
 pemikiran yang berbeda dengan aliran-aliran teologi dalam Islam , Sekalipun pada persoalan tertentu kadang kala identik dengan faham Asy’ariyah atau dengan faham Mu’tazilah . Perbedaan faham tersebut dikarenakan berbedanya pemberian wewenang dan kekuasaan Tuhan terhadap mahkluk-Nya .
            Aliran Maturidiah Samarkand berpendapat bahwa ; perbuatan manusia adalah hasil dari perbuatannya sendiri, bukan perbuatan Tuhan . Oleh karena itu , mendapatkan pahala atausiksa itu didsarkan dengan perbuatannya dan inilah keadilanTuhan .
            Lain dengan faham Maturidiah Bukhara, bahwa; perbuatan manusia pada dasarnya perbuatan Tuhan , tetapi ia tak menghendaki dan tidak suka terhadap perbuatan-perbuatan yang jahat. Dengan demikian bila Tuhan memberikan hukuman pada seseorang yang melakukan kejahatan adalah adil, sebab Tuhan tidak ridho dengna kejahatan .
            Bagi golongan Maturidiah perbuatan manusia adalah juga ciptaan tuhan . Dalam hal ini, mereka membagi ada dua perbuatan : a. perbuatan manusia dan b. perbuatanTuhan .
            “Perbuatan Tuhan mengambil bentuk penciptaan daya dalam diri manusia dan pemakaian daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia”.[4]
            “Perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan” [5].
            Dengan demikian diberi hukuman atas kesalahan pemakaian daya dan diberi upah atas pemakaian yang benar dari daya. Kemauan manusialah yang menetukan pemakaian daya baik untuk kebaikan maupun untuk kejahatan .
            “Sungguhpun demikian , didalam pendapat Aliran Maturidiah baik golongan Samarkand maupun goongan Bukhara , kemauan manusia adalah sebenarnya kemauan Tuhan “.[6] 25
            Inilah berarti bahwa perbuatan manusia mempunyai wujud atas kehendak Tuhan dan bukan atas kehendak manusia .
Perbuatan baik baik atau buruk yang dilakukan manusia atas kehendak Tuhan , tetapi tidak atas kerelaan Tuhan .
            “Tegasnya manusia berbuata baik atas kehendak Tuhan dan dengan kerelaan hati Tuhan; sebaliknya betul manusia berbuat buruk atas kehendak Tuhan , tetapi tidak atas kerelaan hati Tuhan”.[7] 26
            Kesimpulandari pada faham Maturidiah adalah
.Sebagai berikut : 1. Perbuatan manusia sebenarnya adalah perbuatan Tuhan atas
        kehendak-Nya .
    2. Perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti sebenarnya.
    3. Daya diciptakan Tuhan, sedangkan pemakaian daya itu merupakan
        perbuatan manusia .
    4. Pemberian pahala atau hukuman atas dasar pemakaian daya manusia .

ABI NAUFAL
JAKARTA  1991



[1] Abd al-Jabbar Ibn Ahmad , Syarah al-Usul al- Khamsah , Ed,  Dr .’Abd al-karim
, (Kairo; Ma‘Usman ktabah Wahbah, 1965) h 323.

[2] Al- Syahrastani , op . cit . , h .81.

[3] Harun Nasution , ibid . , h .107.
[4] Harun Nasution , ibid . ,h. 112.
[5] Ibid. , h .12
[6] Al-Bazzdawi , h . 45
[7] Ibid . , h . 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman