INGAT KETURUNAN ?
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Sekali-kali
tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita
itu bersama mahramnya.” (HR.
Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259).
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian
untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina
kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan
adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati
adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti
akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Muqaddimah
Hidayatullah.com—Dua tahun lalu, tepatnya tahun 2012, peneliti
University of St. Andrews di Inggris mengungkapkan sebuah hasil penelitian
bahwa ketika fisik perempuan tersentuh oleh pria, suhu kulit tubuh perempuan
akan meningkat, khususnya di bagian wajah dan dada.
Riset berjudul “The Touch of a Man Makes Women Hot” dan
dipublikasikan di LiveScience, 29 Mei 2012 itu menunjukkan, sentuhan dari pria
terbukti mampu membakar gairah seks wanita.
“Perempuan menunjukkan peningkatan suhu
ketika mereka terlibat dalam kontak sosial dengan laki-laki,” ungkap salah satu
peneliti dari University of St. Andrews, Amanda Hahn.
Hasil riset menemukan, wajah biasanya akan
memanas ketika kita sedang mengalami tekanan (stres), takut, atau marah. Emosi
lain juga memengaruhi perubahan suhu tubuh.
Peneliti, melakukan eksperimen terhadap
sejumlah laki-laki dan perempuan di Inggris. Mereka dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama diberi rangsangan dengan memperlihatkan foto
perempuan heteroseksual, sambil diberi sentuhan pada beberapa bagian tubuh
seperti lengan, telapak tangan, wajah, dan dada, dengan menggunakan sinar
probe. Sedangkan pada kelompok lain, responden mendapat sentuhan nyata dari
pasangan (sebagai experimenter) pada bagian tubuh yang sama.
Makna Pacaran Islami ?
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam
salah satu ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada
Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari Islam”.
Oleh karena itu, istilah ‘pacaran islami’ sendiri sejatinya tidak benar karena
Islam tidak pernah mengajarkan pacaran dan tidak ada landasan pacaran Islami
dalam syariat. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam melarang kegiatan-kegiatan yang
ada dalam pacaran, atau singkatnya, Islam
melarang pacaran.
Pacar sendiri secara bahasa artinya,
pa·car n teman lawan jenis yg tetap dan mempunyai
hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih;
ber·pa·car·an v bercintaan; berkasih-kasihan; (Sumber: KBBI)
ber·pa·car·an v bercintaan; berkasih-kasihan; (Sumber: KBBI)
Sehingga kita definisikan pacaran Islami adalah
kegiatan bercintaan atau berkasih-kasihan yang sedemikian rupa dipoles sehingga
terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam prakteknya, batasan pacaran Islami
pun berbeda-beda menurut pelakunya. Diantara mereka ada yang beranggapan
pacaran Islami itu adalah aktifitas pacaran selama tidak sampai zina, ada juga
yang beranggapan ia adalah aktifitas pacaran selama tidak bersentuhan, atau
pacaran selama tidak dua-duaan, dan yang lainnya. Insya Allah, akan kita
bahas beberapa model “pacaran islami” yang banyak beredar.
Model-Model Pacaran Islami ?
1. Sebagaimana pacaran biasa, selama
tidak zina
Sebagian pemuda-pemudi yang minim ilmu agama,
menyangka bahwa hanya zina yang terlarang dalam etika berhubungan antara lelaki
dan wanita. Sehingga mereka menganggap pacaran dengan model seperti pacaran
biasa, sering berkencan, berduaan, intens berkomunikasi, berangkulan,
bergandengan tangan, safar bersama, dan lainnya selama tidak sampai zina itu
sudah Islami. Tentu saja ini anggapan yang keliru dan pacaran model ini
terlarang karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 2 – 7.
2. Sebagaimana pacaran biasa, tapi
berkomitmen untuk tidak saling bersentuhan
Model pacaran seperti banyak berkembang diantara
pemuda-pemudi muslim yang awam agama namun sudah sedikit memahami bahwa saling
bersentuhan antara yang bukan mahram itu haram. Namun mereka tetap sering jalan
bersama, sering berkencan, berduaan, safar bersama, dan komunikasi dengan
sangat intens. Memang terkadang sang wanita suka mengingatkan sang lelaki untuk
menunaikan shalat bahkan terkadang mereka berkencan di masjid. Mereka
menganggap ini sudah Islami. Tentu yang seperti ini pun terlarang karena karena
mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 3 – 7.
3. Pacaran tanpa suka berduaan, tapi
ditemani teman
Model pacaran jenis ini mirip dengan model nomor 2
hanya saja biasanya ketika berkencan mereka berdua ditemani temannya yang lain,
yang bukan mahram juga. Mereka juga menjaga diri untuk tidak bersentuhan.
Sayangnya pacaran model ini banyak ditemukan di beberapa pondok pesantren juga
banyak ‘dipromosikan’ oleh film-film dan sinetron religi di bisokop dan
televisi. Sampai-sampai kadang digambarkan ada ustadz lulusan timur tengah yang
berilmu, kesengsem dengan murid wanitanya di majelis taklim, mereka
saling berpandangan tersipu lalu berlanjut ke model pacaran yang seperti ini. Wallahul
musta’an.
Orang yang berpacaran model ini pun tidak ubahnya
dengan orang pacaran pada umumnya, mereka sering bertemu, mereka saling
berpandangan, saling merayu, memberi perhatian, sang wanita melembutkan suara,
Mereka menyangka asalkan tidak khulwah maka tidak mengapa. Padahal jika yang
menemani adalah lelaki, maka haram sebagaimana yang dijelaskan An Nawawi. Jika
yang menemani adalah wanita muslimah lain, maka tetap saja pacaran ini
terlarang karena mengandung hal-hal pada poin 3, 5, 7 dan terkadang 6.
4. Tidak suka berduaan, namun intens
berkomunikasi
Model pacaran seperti ini banyak terjadi di kalangan
pemuda aktifis dakwah. Para ikhwah aktifis dakwah sejatinya dididik untuk
membatasi diri dari para akhawatnya. Misalnya mereka menundukkan pandangan jika
bertemu atau dibatasi hijab ketika rapat. Namun seringnya bertemu dan
berinteraksi dalam aktifitas dakwah mereka memunculkan rasa-rasa yang tidak
sehat. Pepatah jawa mengatakan ‘witing tresno jalaran soko kulino‘,
timbulnya cinta karena sering (terbiasa) berinteraksi.
Tentu mereka tidak suka berkencan atau bahkan
berduaan. Namun virus merah jambu senantiasa menjangkiti lewat komunikasi yang
begitu intens. Terkadang itu terselip lewat untaian nasehat, mengingatkan
ibadah, memberi semangat, bertanya kabar, bertanya agenda dakwah, baik via SMS,
via telepon, surat, email, facebook atau lainnya. Ini adalah pacaran
terselubung. Jangan kira bahwa ini sah-sah saja, sang akhwat jika sudah
terjangkiti virus ini biasanya akan melembutkan suaranya kepada sang ikhwan.
Baik secara lisan, maupun via bahasa-bahasa tulisannya yang ‘renyah’. Dan yang
paling penting, dari pacaran model ini tetap muncul penyakit al isyq yang
sangat berbahaya serta juga zina lisan dan hati.
5. Saling berjanji untuk menikah
Pacaran model ini mungkin berbeda dengan model-model
sebelumnya. Namun juga banyak terjadi pada aktifis dakwah dan para
pemuda-pemudi yang sebenarnya punya semangat dalam beragama. Dua sejoli yang
melakukannya bisa jadi tidak bertemu, tidak suka berduaan, bahkan mungkin
mereka membatasi komunikasi. Namun si ikhwan menjanjikan bahwa ia akan menikahi
sang akhwat pada suatu masa, mungkin tahun depan, 5 tahun lagi, setelah lulus,
setelah bekerja, atau lainnya. Walaupun andaikan tidak ada aktifitas fisik
diantara mereka, minimal penyakit al isyq menjangkiti ditambah zina
hati. Maka ini pun jenis pacaran yang terselubung dan hendaknya ditinggalkan.
Larangan
Berduaan Lain Jenis ?
Pada dasarnya segala macam muamalah dibolehkan kecuali
ada dalil yang melarangnya. الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ماحرمه الشرع Begitu pula dengan pacaran. Pada dasarnya pacaran sebagai sebuah bentuk
sosialisasi dibolehkan selama tidak menjurus pada tindakan yang jelas-jelas
dilarang oleh syara’. Yaitu pacaran yang dapat
mendekatkan para pelakunya pada perzinahan. Demikaian surat al-Isra’ ayat 32
menerangkan:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
Hal ini sangat singkron dengan hadits Rasulullah saw
yang seolah menjelaskan model tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam
perzinahan
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ
بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه
البخاري)
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar
Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki
berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan
janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada
mahramnya” (muttafaq alaihi)
Rasulullah saw secara tidak langsung telah memberikan
rambu-rambu kepada umatnya mengenai model hubungan laki-laki dan perempuan yang
terlarang. Pelarangan itu demi menghindarkan seseorang terjerumus dalam
perzinahan. Karena pada umumnya perzinahan bermula dari situasi berduaan.
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari
besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya,
2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi
wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku
untuk memalingkan pandanganku” (HR. Muslim no. 2159).
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“maka janganlah kamu menundukkan suara dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32)
لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ
“seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari
kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)
Beliau juga bersabda:
لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan
perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita
bersafar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no.
1341).
Iktitam
عَنْ عَبْدِ
اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw
mengatakan kepada kami: Hai sekalian
pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu
(dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang
belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai
baginya” (muttafaq alaih)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://muslim.or.id
3.http://www.nu.or.id
jakarta 10/2/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar