MEMANTAPKAN NIAT ?
عَنْ مَحْمُوْدِ بـْنِ لُـبَيْدٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص
قَالَ: اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَـيْكُمْ اَلشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ. قَالُوْا: وَمَا
الشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ يـَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ: اَلرِّيـَاءُ يَقُوْلُ اللهُ
عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَـوْمَ اْلـقِيَامَةِ اِذَا جُزِيَ النَّاسُ
بِأَعْمَالِهِمْ اِذْهَبُوْا اِلىَ الَّذِيـْنَ كُـنْتُمْ تُرَاءُوْنَ فىِ
الدُّنــْيَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً؟ احمد
Dari Mahmud bin Lubaid, ia berkata : Sesungguhnya
Rasulullah SAW pernah bersabda : "Sesuatu yang paling aku khawatirkan atas
kamu sekalian itu adalah syirik kecil". Kemudian para shahabat bertanya :
"Apa syirik kecil itu ya Rasulullah ?" Rasulullah SAW menjawab :
"(Syirik kecil itu ialah) riya'. Besok pada hari qiyamat ketika para
manusia diberi balasan dengan amal-amal mereka, Allah 'azza wa jalla akan
berfirman kepada mereka : "Pergilah kamu sekalian kepada orang-orang yang
dahulu kamu berbuat riya' padanya ketika di dunia. Maka lihatlah olehmu
sekalian apakah kamu mendapati
pahala pada mereka ?". [HR. Ahmad, juz V : 428]
Muqaddimah
Secara
bahasa, riya’ berasal dari kata ru’yah (الرّؤية), maknanya penglihatan. Sehingga menurut
bahasa arab hakikat riya’ adalah orang lain melihatnya
tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya.
Al Hafizh
Ibnu Hajar menyatakan, “Riya’ ialah
menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji
pelaku amal tersebut.”
Hukum Riya’ atau Pamer
?
Riya’ ada
dua jenis. Jenis yang pertama hukumnya syirik
akbar. Hal ini terjadi jika sesorang melakukan seluruh amalnya agar dilihat
manusia, dan tidak sedikit pun mengharap wajah Allah. Dia bermaksud bisa bebas
hidup bersama kaum muslimin, menjaga darah dan hartanya. Inilah riya’ yang
dimiliki oleh orang-orang munafik. Allah berfirman tentang keadaan mereka (yang
artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik
itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali” (QS. An Nisaa’:142).
Adapun yang
kedua adalah riya’ yang terkadang menimpa orang yang beriman. Sikap riya’ ini
terjadang muncul dalam sebagian amal. Seseorang beramal karena Allah dan juga
diniatkan untuk selain Allah. Riya’ jenis seperti ini merupakan perbuatan
syirik asghar.[1]
Jadi, hukum
asal riya’ adalah syirik asghar (syirik kecil). Namun, riya’ bisa berubah
hukumnya menjadi syirik akbar (syirik besar) dalam tiga keadaan berikut :
1.
Jika seseorang riya’ kepada manusia dalam pokok keimanan. Misalnya seseorang
yang menampakkan dirinya di hadapan manusia bahwa dia seorang mukmin demi
menjaga harta dan darahnya.
2.
Jika riya’ dan sum’ah mendominasi dalam seluruh jenis amalan seseorang.
3.
Jika seseorang dalam amalannya lebih dominan menginginkan tujuan dunia, dan tidak
mengharapkan wajah Allah.[2]
Riya’ Menghabus
Pahala Ibadah ?
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bercerita, ”Di hari
kiamat nanti ada orang yang mati syahid diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke
neraka. Lalu orang itu melakukan protes, ‘Wahai Tuhanku, aku ini telah mati
syahid dalam perjuangan membela agama-Mu, mengapa aku dimasukkan ke neraka?’
Allah menjawab, ‘Kamu berdusta dalam berjuang. Kamu hanya ingin mendapatkan
pujian dari orang lain, agar dirimu dikatakan sebagai pemberani. Dan, apabila
pujian itu telah dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari
perjuanganmu’.”
Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang
bukan ikhlas karena Allah SWT, dalam agama disebut riya. Sepintas, sifat riya
merupakan perkara yang sepele, namun akibatnya sangat fatal. Sifat riya dapat
memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas
bebatuan. Allah SWT berfirman :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ
فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
Artinya : ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS.
Al-Furqan : 23)
Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ”Takutlah
kamu kepada syirik kecil.” Para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang
dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah berkata, ”Yaitu sifat riya. Kelak di
hari pembalasan, Allah mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya,
‘pergilah kalian kepada mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal
kalian kepada mereka semasa di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan
pahala dari mereka’
a. Ria dalam niat
Ria yang berkaitan dengan hati, maksud ria dalam niat,
yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas
sebelumnya sudah didasari ria. Yang mengetahui hanya Allah SWT dan dirinya
saja. Apabila seseorang ingin melakukan amal perbuatan baik atau tidak
tergantung pada niat. Rasulullah Saw. bersabda :
ﺳَﻤِﻌْﺖُﻋُﻤَﺮَﭐﺑْﻦَﭐﻟْﺨَﻄﱠﺎﺏﻗَﺎﻝَﻋَﻠَﻰﭐﻟْﻤِﻨْﺒَﺮﺳَﻤِﻌْﺖُﺭَﺳُﻮْﻝَﺹﻉﻳَﻘُﻮْﻝُِِﺇِﻧﱠﻤَﺎﺍْﻻَﻋْﻤَﺎﻝُﺑِﺎﻟﻨﱢﻴﱠﺎﺕِﻭَﺇِﻧﱠﻤَﺎﻟِﻜُﻞﱢﺍﻣْﺮِﺉٍﻣَﺎﻧَﻮَﻯ
( متفق عليه)
Artinya : “aku mendengar Umar bin al Khaththab berkata di atas mimbar, ‘aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa yang ia niatkan”. (H.R.Bukhari Muslim)
b. Ria dalam perbuatan
Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan
orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang
lain.
Di antara contoh riya dalam perbuatan, bila seorang
pelajar terlihat belajar dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin mendapat
nilai yang bagus. Dan dia melakukan hal itu kepada orang tuanya hanya karena
ingin mendapatkan apa yang dia minta dari orang tuanya cepat-cepat terkabul.
Beberapa penjelasan Allah SWT dalam Al Qur’an
sehubungan dengan riya’ dalam perbuatan antara lain :
a). Melakukan ibadah shalat tidak untuk mencapai
keridlaan Allah SWT, tetapi mengaharapkan pujian, popularitas di masyarakat.
Allah berfirman dalam Q.S. Al Ma’un : 4-6 :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ
Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat
riya”.
b). Bersedekah didasari riya laksana riya’ batu licin
yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah ia bersih. Firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah : 264 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ
صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ
وَلاَ يُؤْمِنُ
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ
يَقْدِرُونَ
عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya
(orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak
memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.
c). Allah melarang pergi berperang didasari riya’ dan
menghalangi (orang) lain menempuh jalan Allah (sabilillah). Allah berfirman
dalam Q.S. Al Anfaal : 47 :
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَارِهِم
بَطَراً وَرِئَاء النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَاللّهُ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Artinya : Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang
keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria)
serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang
mereka kerjakan.
Bahaya-bahaya yang ditimbulkan dari sikap riya’ adalah
:
a. Terhadap diri sendiri :
1). Selalu tidak ada puasnya, sekalipun hidupnya sudah
berkecukupan sehingga berpotensi untuk korupsi dan mengambil hak orang lain
2). Selalu ingin dipuji dan dihormati
3). Ketidakpuasan, sakit hati dan penyesalan ketika
lain tidak dihargai.
4). Sombong dan membanggakan diri
5). Tidak dapat bersungguh-sungguh dalam beribadah
kepada Allah dan dalam berinteraksi
dengan sesama manusia.
6). Menyesal jika telah melakukan perbuatan baik hanya
karena tidak ada orang lain yang
melihatnya atau tidak ada imbalannya
7). Jiwanya akan terganggu karena kegelisahan/keluh
kesah yang tiada henti
8). Di akhirat akan dicampakkan ke dalam api neraka.
Tanda-tanda riya’
Tanda-tanda penyakit hati ini pernah dinyatakan oleh
Ali bin Abi Thalib. Kata beliau, ”Orang yang riya itu memiliki tiga ciri, yaitu
malas beramal ketika sendirian dan giat beramal ketika berada di tengah-tengah
orang ramai, menambah amaliyahnya ketika dirinya dipuji, dan mengurangi
amaliyahnya ketika dirinya dicela.”
Kiat Menghindari
Riya’ ?
Selain itu, hendaknya kita berusaha untuk menjaga hati
agar terhidar dari penyakit riya’. Saudariku, inilah beberapa kiat yang dapat
kita lakukan agar terhindar dari riya':
1. Memohon dan selalu berlindung kepada Allah agar
mengobati penyakit riya’
Riya’ adalah penyakit kronis dan berbahaya. Ia
membutuhkan pengobatan dan terapi serta bermujahadah (bersungguh-sungguh)
supaya bisa menolak bisikan riya’, sambil tetap meminta pertolongan Allah
Ta’ala untuk menolaknya. Karena seorang hamba selalu membutuhkan pertolongan
dan bantuan dari Allah. Seorang hamba tidak akan mampu melakukan sesuatu
kecuali dengan bantuan dan anugerah Allah. Oleh karena itu, untuk mengobati
riya’, seorang selalu membutuhkan pertolongan dan memohon perlindungan
kepada-Nya dari penyakit riya’ dan sum’ah. Demikian yang diajarkan Rasulullah
dalam sabda beliau:
“Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari
kesyirikan karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.” Mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami memelihara diri darinya padahal ia lebih
samar dari langkah kaki semut?” beliau menjawab, “Katakanlah:
اللّهُمَّ إِنَّانَعُوْذُبِكَ مِنْ أََنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًانَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ
‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan
syirik yang kami ketahui. Dan kami mohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak
kami ketahui.'” (HR. Ahmad)
2. Mengenal riya’ dan berusaha menghindarinya
Kesamaran riya’ menuntut seseorang yang ingin
menghindarinya agar mengetahui dan mengenal dengan baik riya’ dan penyebabnya.
Selanjutnya, berusaha menghindarinya. Adakalanya seorang itu terjangkit
penyakit riya’ disebabkan ketidaktahuan dan adakalanya karena keteledoran dan
kurang hati-hati.
3. Mengingat akibat jelek perbuatan riya’ di dunia dan
akhirat
Duhai saudariku di jalan Allah, sifat riya’ tidaklah
memberikan manfaat sedikitpun, bahkan memberikan madharat yang banyak di dunia
dan akhirat. Riya’ dapat membuat kemurkaan dan kemarahan Allah. Sehingga
seseorang yang riya’ akan mendapatkan kerugian di dunia dan akhirat.
4. Menyembunyikan dan merahasiakan ibadah
Salah satu upaya mengekang riya’ adalah dengan
menyembunyikan amalan. Hal ini dilakukan oleh para ulama sehingga amalan yang
dilakukan tidak tercampuri riya’. Mereka tidak memberikan kesempatan kepada
setan untuk mengganggunya. Para ulama menegaskan bahwa menyembunyikan amalan
hanya dianjurkan untuk amalan yang bersifat sunnah. Sedangkan amalan yang wajib
tetap ditampakkan. Sebagian dari ulama ada yang menampakkan amalan sunnahnya
agar dijadikan contoh dan diikuti manusia. Mereka menampakkannya dan tidak
menyembunyikannya, dengan syarat merasa aman dari riya’. Hal ini tentu tidak
akan bisa kecuali karena kekuatan iman dan keyakinan mereka.
5. Latihan dan mujahadah
Saudariku, ini semua membutuhkan latihan yang terus
menerus dan mujahadah (kesungguhan) agar jiwa terbina dan terjaga dari
sebab-sebab yang dapat membawa kepada perbuatan riya’ bila tidak, maka kita
telah membuka pintu dan kesempatan kepada setan untuk menyebarkan penyakit
riya’ ini ke dalam hati kita.
Ikhtitam
Berhubung
masalah ini sangat berbahaya seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik
besar maupun syirik kecil. Rasululllah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengingatkan kita melalui sabdanya, ‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa
syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’
Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi
dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’
Rasulullah berkata, ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an
usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam (‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon
ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui).”(HR
Ahmad)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://duniaislamkami.blogspot.com
3.http://muslim.or.id 4.http://muslimah.or.id
Jakarta 25/2/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar