SUNNAH RASUL DAN
SAHABATNYA ?
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلاَمِىْ اَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْباَضَ بْنَ سَارِيَّةِ قَالَ وَعَظَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتـِىْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاَءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْمُهْدِيِّـْينَ (مسند احمد بن حنبل ص 16519 )
Dari Abd Rohman bin Amr al-Sulami,
Sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Sariyah berkata, Rasulullah Saw.
menasehati kami, Kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku (apa yang aku
ajarkan) dan perilaku al-Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk).
(Musnad Ahmad Bin Hambal, 16519)
يا أيُّها الناس! إنِّي قد تركتُ فيكم ما إن اعتصمتم به فلَن تضلُّوا أبداً: كتاب الله وسنَّة نبيِّه صلى الله عليه وسلم
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada
kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan tersesat
selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dan sabdanya, “Sesungguhnya aku
meninggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya
setelah berpegang dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Hakim dalam Mustadrok
[1/93])
Artinya : “Barangsiapa mengadakan sunnah yang bagus
dalam Islam, maka diamalkan oleh orang kemudian, diberikan pahala
sebagai pahala orang mengerjakan kemudian, dan tidak akan dikurangkan
sedikitpun. Dan barangsiapa mengerjakan sunnah yang jelek diamalkan oleh orang,
maka akan mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian, dan tidak
dikurangkan sedikitpun
(HR. Muslim, syarah Muslim XIV – hal.
226)
Apa itu Sunnah ?
Adapun
secara istilah, makna sunnah memiliki beberapa pengertian :
1) Menurut
istilah ulama ahli hadits, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang
berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan,
perbuatan, pembenaran, maupun sifat-sifat yang ada pada diri beliau. Baik
sebelum beliau diutus menjadi Nabi maupun sesudahnya.
2). Menurut
istilah ulama ahli ushul, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bukan berasal
dari Al Qur’an.
3). Menurut
ulama ahli fikih, sunnah adalah perkara yang tidak wajib, artinya pelakunya
berhak mendapat pahala dan jika meninggalkan tidak berdosa.
Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd Al ‘Abbad dalam kitab Al
Hatstsu menjelaskan bahwa kata sunnah memiliki empat penggunaan, yaitu:
1. Sunnah dengan makna setiap yang datang dalam
Al-Qur’an dan Hadits maka ia adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan itu adalah jalan yang dilalui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Tentang hal ini,
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فمَن رغب عن سنَّتي فليس منِّي
Artinya: “Barang siapa yang membenci sunnahku, maka
ia bukanlah termasuk umatku.” (HR. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])
2. Sunnah dengan makna hadits Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu segala hal yang disandarkan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat
(baik fisik/moral), ketetapan dan perjalanan Nabi baik sebelum atau sesudah
menjadi Nabi. Penggunaan ini dimaknai demikian ketika kata “sunnah” disebutkan
bersamaan dengan kata “Al-Qur’an”. Dalilnya adalah sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam,
يا أيُّها الناس! إنِّي قد تركتُ فيكم ما إن اعتصمتم به فلَن تضلُّوا أبداً: كتاب الله وسنَّة نبيِّه صلى الله عليه وسلم
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada
kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan
tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” Dan sabdanya, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian dua hal
yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang dengan keduanya,
Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Hakim dalam Mustadrok [1/93]).
Perintah Berpegang Teguh dengan
Sunnah
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدَّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ
عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ [رَوَاه داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]
Dari Abu Najih Al Irbadh bin
Sariah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam
memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami
berlinang. Maka kami berkata: Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat
perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam
bersabda: “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala, tunduk
dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang
budak. Karena di antara kalian yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan
banyaknya perbedaan pendapat. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap
ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah
(genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara
yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “ (Riwayat Abu Daud
dan Turmuzi, dia berkata : hasan shahih)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku telah tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”(HR.
Al Hakim, derajat : shahih).
Dalam hadits di atas, Nabi yang mulia memerintahkan
kepada kita untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah, yang merupakan
jalan beragama yang telah ditempuh oleh Nabi dan para sahabatnya.
Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. “ (QS. Al Hasyr:7)
Tegar di Atas Sunnah Jalan Keluar
dari Fitnah
Perpecahan dalam umat ini adalah suatu keniscayaan.
Inilah sunnatullah, ketetapan Allah yang pasti terjadi. Digambarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kondisi perpecahan umat ini
dalam sabda beliau, “Ketahuilah, umat-umat sebelum kalian dari golongan
ahlul kitab telah terpecah menjadi tujuh puh dua golongan, dan umat ini akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan akan masuk
neraka, satu golongan akan masuk surga yaitu al jama’ah” (HR. Ahmad,
derajat : hasan).
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Semua golongan
tersebut akan masuk neraka kecuali satu gologan : yaitu orang yang berjalan di
atas ajaran agamaku dan para sahabatku” (HR. Tirmidzi, derajat : hasan).
Dua hadits di atas adalah berita yang shahih
dari Nabi akan adanya perpecahan yang terjadi dalam umat ini. Demikian pula
realita yang kita dapati kaum muslimin berpecah-belah menjadi banyak golongan.
Lalu siapakah golongan yang selamat? Merekalah orang-orang yang senantiasa
bepegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah serta memahaminya sesuai dengan
pemahaman yang diajarkan Nabi kepada para sahabat beliau dan telah mereka
amalkan. Inilah kelompok yang selamat.
Bahaya Menyelisihi Sunnah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisaa’ : 115)
Sikap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
harus mendengar dan taat, serta tidak boleh menolak segala sesuatau yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah meniadakan iman bagi orang
yang enggan dan menolak untuk mengikuti sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa’:65)
Ikhtitam
- Bekas yang mendalam dari nasehat Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam dalam jiwa para shahabat. Hal tersebut merupakan tauladan bagi para da’i di jalan Allah ta’ala.
- Taqwa merupakan yang paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat di dalamnya maksiat.
- Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena di dalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan.
- Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama (bid’ah) yang tidak memiliki landasan dalam agama.
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://www.al-ahkam.net 3.http://buletin.muslim.or.id
Jakarta 3/2/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar