MENGAPA BANJIR BERULANG
KALI ?
Artinya : “Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang
benar). (Ar-Rum:41-42)
“Dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa
takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang
berbuat kebaikan,” (QS. al-A’raf: 56).
Muqaddimah
BANJIR kini
mulai terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Tak ada yang dapat mengelak dari
bencana yang satu ini. Allah telah menjelaskan di dalam al-Qur’an mengenai
banjir. Dalam kitab umat Islam inilah sudah jelas mengenai penyebab mengapa
terjadi banjir. Bahkan, sebelum para ilmuan menemukan penyebab dari banjir tersebut.
Di dalam
al-Qur’an, banjir pernah menelan korban jiwa kaum ‘Ad, negeri Saba’ dan kaumnya
Nabi Nuh. Peristiwa ini dapat kita telaah dalam beberapa ayat al-Qur’an di
antaranya surah Hud ayat 32-49, surah al-A’raf ayat 65-72, dan surah Saba ayat
15-16. Secara teologis, awal timbulnya banjir tersebut karena pembangkangan
umat manusia pada ajaran Tuhan yang coba disampaikan para Nabi. Namun, secara
ekologis, bencana tersebut bisa diakibatkan ketidakseimbangan dan disorientasi
manusia ketika memperlakukan alam sekitar.
Dalam konsep
neo teologi, banjir bukanlah sekedar musibah kemurkaan Allah kepada umat
manusia. Akan tetapi banjir juga bisa merupakan fenomena ekologis yang
disebabkan oleh perilaku manusia dalam mengelola lingkungan, menentang sunnah
lingkungan. Kerangka acuan teologisnya didasarkan pada catatan ayat-ayat banjir
dalam al-Qur’an, “Bukanlah Kami yang menganiaya mereka, tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri, (disebabkan) citra (kondisi) lingkungan mereka
tidak mampu menolong di saat banjir, bahkan mereka semakin terpuruk dalam
kehancuran,” (QS. Hud: 101).
Bentuk-bentuk Bencana yang Terdapat al-Qur’an ?
1)
Banjir Zaman nabi Nuh
Peristiwa Banjir yang menimpa umat
nabi Nuh digambarkan oleh ayat berikut:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ
إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
Artinya:
Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di
antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir
besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. 29: 14
Umat nabi Nuh ditimpa oleh banjir
yang sangat dahsyat, sehingga digambarkan di dalam surat (QS. Hud: 42) bahwa
gelombang pada waktu itu menyerupai sebuah gunung.[21]
Demikianlah gambaran betapa dahsyatnya banjir yang terjadi di waktu itu.
Adapun penyebab dari banjir ini,
dijelaskan oleh ujung ayat, bahwa semua itu terjadi akibat kezaliman dari umat
nabi Nuh itu sendiri. Secara hukum alamnya, air tersebut berasal dari dua arah
yaitu air yang berasal dari air hujan serta air yang berasal dari lautan/bumi.
Karena itu ketika peristiwa banjir itu akan selesai Allah berfirman:
وَقِيلَ يَاأَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ
وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan)
berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan[720] dan
bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi[721], dan dikatakan: "Binasalah
orang-orang yang zalim ." (QS. Hud: 44)
Peristiwa banjir yang menimpa umat
nabi Nuh ini dipahami oleh Quraish Shihab dengan bencana Tsunami, seperti
bencana yang menimpa bangsa Indonesia belakangan ini. Beliau berdalil dengan
QS. Hud: 40
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا
مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ
الْقَوْلُ وَمَنْ ءَامَنَ وَمَا ءَامَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
“Hingga apabila perintah kami datang dan periuk telah mendidih,[22]
kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing
binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang Telah
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang
beriman." dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”
Kata فَارَ التَّنُّورُ /””periuk mendidih” dipahami
sebagai bumi yang bergoncang (gempa terjadi serupa dengan periuk yang
menggelegar karena mendidihnya air). Menurut Quraish Shihab ini menggambarkan
bahwa banjir yang melanda umat Nabi Nuh didahului oleh peristiwa gempa bumi.[23]
Sehingga tepat dikatakan bahwa tersebut adalah rangkaian peristiwa tsunami.
Bagi umat nabi Nuh yang taat,
tatkala air tersebut telah mencapai puncaknya, Allah menyelamatkan mereka
dengan menyuruh mereka naik ke bahtera yang telah dibuat Nabi Nuh sebelumnya
(QS. Al-Haqqah: 11-12)
2) Gempa
Di dalam al-Qur’an gempa disebut
dengan istilah rajfah. Kata rajfah atau rajf adalah bahasa
Arab yang artinya الاضطراب الشديد (goncangan yang sangat dahsyat). Kata rajfah ini dipakai
untuk berbagai goncangan baik di darat maupun di laut seperti pada perkataan, “رجفت الأرض ورجف البحر” (bumi dan berguncang, dan laut berguncang).[27]
Di dalam al-Qur’an penggunaan kata rajfah ini ada yang menunjukkan makna
gempa, dan adapula yang bermakna goncangan dahsyat yang ada kaitannya dengan
huru-hara kiamat. Di antara peristiwa gempa yang pernah diabadikan oleh
al-Qur’an adalah gempa yang pernah menimpa umat Nabi Shaleh (Tsamud[28])
dan umat Nabi Syu’aib (Madyan) serta umat Nabi Musa. Adapun gempa yang menimpa
umat Nabi Shaleh adalah seperti yang terdapat di dalam ayat:
فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَقَالُوا يَاصَالِحُ
ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ(77)فَأَخَذَتْهُمُ
الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Artinya:
Kemudian mereka sembelih onta betina itu, dan mereka berlaku angkuh
terhadap perintah Tuhan. dan mereka berkata: "Hai Shaleh, datangkanlah apa
yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang
diutus (Allah)". Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. (al-A’raf: 77-78)
Kepada Kaum Tsamud Allah telah
mengutus seorang rasul yang bernama Shaleh. Ia diutus untuk memberi peringatan
kepada umatnya yang berlaku sombong dan cenderung mengabaikan perintah Allah
(Qs. Al-Dzariyat: 44). Namun kedatangan Shaleh sebagai pembawa peringatan
justru tidak membawa arti apa-apa, karena mereka tetap saja engkar, bahkan
mereka menghina Shaleh dan menganggapnya sebagai seorang kadzdzab (pembohong)
dan atsir (sombong).[29]
Ketika keengkaran mereka semakin menjadi-jadi maka Allah menguji mereka
dengan seekor nâqah/onta. Di mana antara mereka dan onta tersebut telah
di atur pembagian jatah air minum, serta mereka dilarang untuk membunuh onta
tersebut, karena dengan membunuh onta tersebut akan dapat mendatangkan azab
Allah.[30]
Tetapi larangan ini tidak mereka acuhkan, bahkan mereka menantang Nabi Allah
untuk mendatangkan azab yang telah diancamkan kepada mereka, sehingga akhirnya
Allah mengazabnya dengan gempa yang sangat dahsyat, sedangkan di dalam ayat
lain azab tersebut berupa sha’iqah atau shaihah wâhidah (petir).
Menurut Quraish Shihab ini menunjukkan bahwa betapa besarnya petir yang terjadi
waktu itu sehingga ia tidak hanya menggoncangkan hati orang yang mendengarnya
namun juga dapat menggoncang bumi (gempa).[31]
Sedangkan gempa yang menimpa umat
Nabi Syu’aib adalah seperti yang dijelaskan oleh firman Allah (QS. Al-A’raf::
91)
فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Artinya:
“Kemudian
mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di
dalam rumah-rumah mereka (al-A’raf: 91)
Adapun penyebab diturunkannya azab
berupa gempa ini adalah karena kedurhakaan mereka terhadap Agama Allah dan
perangai mereka yang merusak tatanan sosial dengan mengurangi takaran dan
timbangan dan gemar melakukan kerusakan serta berlaku sombong. (QS.
al-‘A’raf: 85). Peristiwa gempa yang menimpa umat Nabi Syu’aib ini juga
ditegaskan pada ayat berikut:
فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ
جَاثِمِينَ
Artinya:
Maka mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat,
dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal
mereka. (al-Angkabut: 37)
Penyebab dan Maksud Diturunkannya Bencana ?
Dari penjelasan dan isyarat ayat
al-Qur’an, setidaknya bencana yang menimpa manusia dapat dilihat dari beberapa
sudut pandang yaitu:
1) Bencana/Musibah tidak terjadi kecuali
atas izin Allah
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللهِ
يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. [التغابن، 64: 11]
Artinya:
“Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali atas izin Allah, dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. al-Taghabun (64): 11]
Menurut Sayyid Quthub apa yang diungkapkan
di dalam ayat ini merupakan dasar atau hakikat keimanan. Di mana segala
sesuatunya terjadi adalah atas izin Allah. Sehingga seseorang yang ditimpa
musibah akan sadar bahwa itu semua terjadi adalah atas kehendak Allah. Dengan
ini orang yang beriman hatinya akan tetap tenang ketika terjadi bencana,
sedangkan bagi yang sempat lalai mereka akan ingat kembali kepada Allah dan
senantiasa mengintrospeksi diri atas kesalahan yang diperbuat. Sedangkan
terhadap bagi orang yang engkar semuanya ini diturunkan oleh Allah sebagai
hukuman atas apa yang telah mereka perbuat.
2) Musibah Sebagai Dampak Kesalahan Manusia (human
eror)
Manusia sebagai penyebab timbulnya
musibah digambarkan dengan beberapa istilah di dalam al-Qur’an seperti: karena
tangan manusia, karena kezhaliman yang mereka lakukan, karena keengkaran mereka
atau dosa yang mereka lakukan, sehingga semuanya itu terjadi sebagai hukuman
atas apa yang telah mereka perbuat, baik secara langsung maupun tidak. Ini
seperti yang ditegaskan oleh firman Allah berikut:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن
كَثِيْرٍ. [الشورى، 42: 30]
Artinya:
“Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS.
al-Syura (42): 30]
Di antara bentuk perbuatan mereka
tersebut adalah berbagai dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia, sebagaimana
ayat berikut:
أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ
كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah:49)
Surat al-Syura: 30, menurut ibn
‘Asyur memiliki kaitan yang erat dengan ayat ke-28, yang menguraikan tentang
diturunkannya hujan setelah sebelumnya masyarakat Mekah menderita paceklik. Di
sini mereka diingatkan bahwa petaka yang mereka alami adalah akibat kedurhakaan
mereka terhadap Allah.[50]
Meski ayat ini secara konteks tertuju kepada kafir Mekah, namun dari segi
kandungannya tertuju kepada seluruh masyarakat, kapanpun dan dimanapun.
3) Bencana/Musibah bertujuan untuk menempa
manusia
Al-Qur'an menegaskan bahwa:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي
كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ.
لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللهُ
لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ. [الحديد، 57: 22-23]
Artinya:
“Tiada
suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kamu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepada kamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong
lagi membanggakan diri.” [QS. al-Hadid (57): 22-23]
Ikhtitam
"Jika orang jahat (ahli maksiat) meninggal dunia sungguh
hamba-hamba Allah, negeri-negeri, pohon dan binatang merasa senang dan
beristirahat dari kejahatannya." (HR Bukhari no. 6512)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.https://www.islampos.com 3.http://gayonusantara.blogspot.com
Jakarta 10/2/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar