Tasawuf Abu Yazid
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara masalah tasawuf tentunya
tidak akan terlepas dari tokoh-tokoh tasawuf itu sendiri. Tokoh-tokoh tasawuf
itu bermacam-macam, ada yang ajarannya tentang mahabbah (Rabiatul Adawiyah),
Ma'rifah (Ghazali), dan lain-lain.
Adapun yang akan kita bicarakan
pada makalah ini adalah tokoh tasawuf yang bernama Abu Yazid Al-Bustami dengan
ajarannya fana dan baqa' serta ittihad..
Sebagai penyebar dan pembawa ajaran
ittihad, fana dan baqa' dalam tasawuf adalah Abu Yazid al-Bustami yang
dilahirkan di Bistam (Persia) pada tahun 874 M dan meninggal dalam usia 73
tahun.
Ittihad sebagai ajaran tasawuf beliau mempunyai arti bahwa
tingkatan tasawuf seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai
telah menjadi satu. Kemudian salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu
lagi dengan perkataan : Hai Aku.
Fana artinya hilang, hancur, sehingga dapat dipahami bahwa fana
merupakan proses menghancurkan diri sebagai seorang sufi agar dapat bersatu
dengan Tuhan. Baqa' artinya tetap, terus hidup. Jadi baqa adalah sifat
pengiring proses fana dalam proses untuk mencapai ma'rifah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.RIWAYAT HIDUP ABU YAZID AL-BUSTAMI
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin 'Isa bin Surusyan
al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 – 947 M. nama kecilnya adalah
Taifur. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster, kemudian
masuk dan memeluk agama Islam di Bustam. Keluarga Abu Yazid termasuk berada di
daerahnya, tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Sejak dalam kandungan ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah
mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan
memberontak sehingga ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan
kehalalannya.
Sewaktu meningkat usia remaja, Abu Yazid terkenal sebagai murid
yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti
kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya menerangkan suatu ayat dari surat
Luqman yang berbunyi : "Berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua
orang tuamu". Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian
berhenti belajar dan pulang untuk menemui ibunya. Sikapnya ini menggambarkan
bahwa ia selalu berusaha memenuhis etiap panggilan Allah.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memakan waktu
puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih
dahulu menjadi seorang fakih dari Mazhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang
terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat, dan
ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid tidak ditemukan
dalam buku.
Dalam menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahun, Abu Yazid
mengembara digurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum
yangsedikit sekali.
B. POKOK-POKOK AJARAN TASAWUFNYA
1. Fana dan Baqa'
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana' dan baqa'. Dari
segi bahasa, fana' berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap.
Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang
luhur. Dalam hal ini abu bakar Al-Kalabadzi (w. 378 H / 988 M)
mendefinisikannya : "hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak
ada pamrih dari segala kegiatan manusia, sehingga ia kehilangan segala
perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah
menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Pencapaian Abu Yazid ketahap fana' dicapai setelah meninggalkan
segala keinginan selain keinginan kepada Allah.
Perjalanan Abu Yazid dalam menempuh fana itu sebagaimana
dijelaskan : "Permulan adanya aku di dalam Wahdaniyat-Nya, aku menjadi
burung yang tubuhnya dari Ahdiyat, dan kedua sayapnya daripada daimunah. (Tetap
dan kekal). Maka senantiasalah aku terbang di dalam udara kaifiat sepuluh tahun
lamanya, sehingga aku dalam udara demikian rupa 100 juga kali. Maka
senantiasalah aku terbang dan terbang lagi di dalam medan azal. Maka
kelihatanlah ! olehku pohon ahdiyat" (lalu beliau terangkan apa yang dilihatnya
pada pohon itu, buminya, dahannya, buahnya dan lain-lainnya.
Akhirnya beliau berkata : "Demi sadarlah aku dan tahulah aku
bahwasanya : sama sekali itu hanyalah tipuan khayalan belaka".
Kata-kata yang demikian dinamai oleh syatahat, artinya kata-kata
yang penuh khayal, yang tidak dapat dipegangi dan dikenakan hukum.
Pada suatu malam ia bermimpi bertemu dengan Tuhan dan bertanya
kepada-Nya; Tuhanku, apa jalannya untuk sampai kepada-Mu ? Tuhan menjawab:
"Tinggalkanlah dirimu dan datanglah". Peninggalan Abu Yazid adalah
menghilangkan kesadaran akan dirinya dan alam sekitarnya untuk dikonsentrasikan
kepada Tuhan. Proses ini disebut juga dengan at-Tajrid atau al-fana' bittauhid.
Ucapan-ucapan Abu Yazid yang menggambarkan bahwa ia telah mencapai
al-fana' antara lain : "Aku kenal pada Tuhan melalui diriku sehingga aku
hancur (fanait(u), kemudian aku kienal pada-Nya melalui diri-Nya maka aku hidup
(hayait(u).
Kehancuran (fana') dalam ucapan ini memberikan 2 bentuk pengenalan
(Al-Ma'rifat) terhadap Tuhan, yaitu :
a. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Abu Yazid.
b. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Tuhan.
Adapun baqa' berasal dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa
adalah tetap. Sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan
sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa' tidak dapat dipisahkan dengan
paham fana' karena keduanya merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang sufi
sedang mengalami fana', ketika itu juga ia sedang menjalani baqa'.
2. Ittihad
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi
setelah ia menempuhi tahapan fana dan baqa'. Hanya saja dalam literatur klasik,
pembahasan tentang ittihad ini tidak ditemukan.apakah karena pertimbangan
keselamatan jiwa ataukah ajaran ini sangat sulit dipraktekkan merupakan
pertanyaan yang sangat baik untuk dianalisis lebih lanjut. Namun, menurut Harun
Nasution uraian tentang ittihad banyak terdapat di dalam buku karangan
orientalis.
Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan, antara
yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya. Dalam ittihad identitas telah hilang dan identitas menjadi satu.
Sufi yang bersangkutan, karena fana nyatak mempunyai kesadaran lagidan
berbicara dengan nama Tuhan.
Al Bustami dipandang sebagai sufi pertama yang menimbulkan ajaran
fana dan baqa' untuk mencapai ittihad dengan Tuhan.
Pengalaman kedekatan Abu Yazid dengan Tuhan hingga mencapai ittihad
disampaikannya dalam ungkapan "pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat
Tuhan, lalu Ia berkata: "Abu Yazid, makhluk-makhluk-Ku sangat ingin
memandangmu. Aku menjawab: "Kekasihku, aku tak ingin melihat mereka.
Tetapi jika itu kehendak-Mu, maka aku tak berdaya untuk menentang-Mu. Hiasilah
aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-makhluk-Mu memandangku, mereka
akan berkata: Kami telah melihat-Mu. Engkaulah itu yang mereka lihat, dan aku
tidak berada di hadapan mereka itu.
Puncak pengalaman kesufian al-Bustami dalam ittihad juga tergambar
dalam ungkapan berikut :
"Tuhan berkata, Abu Yazid, mereka semua kecuali engkau adalah
makhluk-Ku. Aku pun berkata, aku adalah Engkau. Engkau adalah aku, dan aku
adalah Engkau.
Terputus munajat. Kata menjadi satu, bahkan semuanya menjadi satu.
Tuhan berkata kepadaku, Hai engkau. Aku dengan perantaraan-Nya menjawab, Hai
aku. Ia berkata, "Engkaulah yang satu. Aku menjawab, akulah yang satu. Ia
berkata, Engkau adalah engkau. Aku menjawab, aku adalah aku."
Dalam ittihad kelihatannya lidah berbicara melalui lisan Al
Bustami. Ia tidaklah mengaku dirinya Tuhan, meskipun pada lahirnya ia berkata
demikian.
Suatu ketika seorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu.
Abu Yazid bertanya, "Siapa yang engkau cari ?" Orang itu menjawab.
"Abu Yazid". Abu Yazid berkata, "Pergilah, di rumahmu ini tidak
ada, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan Mahatinggi.
Ucapan-ucapan Abu Yazid di atas kalau diperhatikan secara sepintas
memberikan kesan bahwa ia syirik kepada Allah. Karena itu, dalam sejarah ada
sufi yang ditangkap dan dipenjarakan karena ucapannya membingungkan golongan
awam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan pada bab II yang
telah lalu, ada beberapa poin yang perlu dijadikan kesimpulan, yaitu :
1. Abu Yazid Al Bustami adalah Abu Yazid Thaifur bin 'Isa bin
Surusyan al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 – 947 M. nama
kecilnya adalah Taifur.
2. Pokok-pokok ajaran tasawufnya adalah :
a. Fana' dan baqa'
Fana' berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap.
Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang
luhur.
Baqa' berasal dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa adalah
tetap. Sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat
terpuji kepada Allah.
b. Ittihad
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi
setelah ia menempuhi tahapan fana dan baqa'.
DAFTAR PUSTAKA
Al-'Aththar, Fariduddin, 1983, Warisan
Para Auliya', Bandung : Pustaka. Syarif, M.M, 1966, A History of Muslim
Philosophy, Otto Harrassowitz, Wiesbaden, vol.1.
Al-Kalabadzi, Abu Bakar Muhammad,
1960, At-Ta'arruf li Madzhab Ahl at-Tashawwuf, Isa Al-Babi Al-Halabi.
Anwar, Drs. Rosihan, M.Ag dan Drs.
Mukhtar Solihin, M.Ag, 2000, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Badawi, Abdurrahman, Syatahat
Ash-Shufiyyah, Dar Al Qalam, Beirut.
Enseklopedi Islam, Jakarta: CV.
Ahda Utama, 1993.
Hoeve, Van, 2001, Ensiklopedi Islam,
Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
Nasution, Harun, 1973, Filsafat dan
Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Fariduddin Al-'Aththar, Warisan Para Auliya', Pustaka, Bandung,
1983, hlm. 128.
Ibid, hlm. 129
M.M. syarif, A History of Muslim Philosophy, Otto Harrassowitz,
Wiesbaden, 1966, vol.1, hlm. 342.
Abu Bakar Muhammad Al-Kalabadzi, At-Ta'arruf li Madzhab Ahl
at-Tashawwuf, Isa Al-Babi Al-Halabi, 1960, hlm. 147.
Prof. DR. Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1993, hlm. 94 – 95.
Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2001,
hlm. 58
Drs. Rosihan Anwar, M.Ag dan Drs. Mukhtar Solihin, M.Ag, Ilmu
Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, hlm. 132.
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 79.
Abdurrahman Badawi, Syatahat Ash-Shufiyyah, Dar Al Qalam, Beirut,
hlm. 82
Harun Nasution, Op. Cit. hlm. 83
JAKARTA
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar