A. Lima
Dasar Ajaran Mu’tazilah
Keberadaan
pemuka –pemuka golonga ini mempunyai peran yang penting dalam mewarnai corak
pemikiran dan pemahaman aliran tersebut
,sebab ajaran –ajaran yang telah dikembangkan tidak terlepas dari pada
perbedaan latar belakang masing-masing . Ajaran yang harus dipegangi oleh orang
yang mengaku dirinya sebagai Mau’tazilah yaitu ajaran lima prinsip yang utama :
1.Keesaan (at-tauhid)
2
Keadilan (al-tauhid)
3. Janji
dan Ancaman (al –wa’du wa
al-wa’id)
4.
Tempat diantara dua tempat (al
–manzilah bain al –manzilatin)
5. Menyuruh
kebaikan dan melarng keburukan ( amar
ma’ruf nahi munkar)
“Menurut al –Khayyat, orang yang diakui
menjadi pengikut atau penganut Mu’tazliah
,hanyalah orang yang mengakui dan menerima kelima dasar itu”[1]
Aliran Mu’tazilah mengajarkan konsep Keesaan Tuhan kepada para
pengikutnya , dengan mempertahankan
prinsip keesaan itu semurni -murninya .
Tuhan tidak berjisim dan tidak dapat di indra dengan mata .
“Imam al –Asy’ari dalam bukunya ‘Maqalatul
Islamiyyin’ mengutip tafsir keesaan
yang diberikan oleh aliran Mu’tazilah sebagai berikut :
Allah ,Yang Esa Tidak sesuatu yang menyamaiNya bukan jisim
(benda) “
Dari keterangan ini , aliran
Mu’tazilah betul –betul ingin memelihara keesaan Tuhan dan tidak ada suatu makhlukpun yang
menyerupaiNya .
Golongan Mu’tazilah meniadakan sifat
–sifat Tuhan dalam arti Tuhan tidak mempunyai sifat –sifat yang berwujud
tersendiri disamping zatNya sendiri .Jika pengertian sifat yang dimaksud ada
pada Tuhan , aliran initidak sependapat
.
Mu’tazilah menganggap cukup banyak
buktinya bahwa zat dan sifat Tuhan itu satu ,tidak dapat berubah…”.[2]
Kelanjutan dari prinsip keesaan yang
murni tersebut , maka mereka : 1. Tidak mengakui sifat –sifat Tuhan sebagai
sesuatu yang qadim yang lain dari pada zat
–
Nya
sendiri .sebab Tuhan bagi mereka tetap maha tahu .
Maha Kuasa , Maha Mendengar , Maha
Melihat , dan sebagainya , tetapi semuanya ini tak dapat dipisahkan dari zat
Tuhan . Dengan kata lain kata sifat itu merupakan esensi Tuhan .
Demikian ,golongan Mu’tazilah memahami peniadaan sifat
–sifat Tuhan tersebut ialah sifat zatiah dan sifat fi’liyah Tuhan tidak
mempunyai wujud tersendiri disamping zatNya sendiri .
Ajaran aliran Mu’tazilah yang kedua
yaitu Keadilan Tuhan ,dengan memastikan
bahwa Tuhan senantiasa berbuat adil kepada makhlukNya sesuai dengan apa yang
diperbuat . Jika tidak demikian , Tuhan
berbuat zalim .
Tuhan akan memberi pahala bagi
seseorang yang berbuat suatu kebajikan dan yang melakukan suatu kejahatan akan
dihukum Tuhan . Inilah keadilan Tuhan
“Adil adalah sifat Tuhan , danTuhan
tidak sekali –kali berbuat zalim , dan oleh karena itu ia mendapatkan siksaan
Tuhan atas kezaliman nya itu …”.[3]
“ Kaluau disebut Tuhan adil maka itu
, Abd al Jabbar , berarti bahwa semua perbuatan Tuhan bersifat baik ; Tuhan
berbuat buruk , dan tidak melupakan apa
yang wajib dikerjakannya “.[4]
Ini berarti bahwa Mu’tazilah
berkeyakinan , bahwa pahal dan hukuman yang diberikan Tuhan kepada makhluk
Didasarkan
keadilaNnya dan apa yang telah ditetapkannya adalah bersifat baik
“…selanjutnya
keadilan juga mengandung arti berbuat menurut semestinya sesuai dengan
kepentingan manusia , dan memberi upah atau hukuman kepada manusia sejajar
dengan corak perbuatannya “ [5].
Keyakinan
Mu’tazilah terhadap keadilan Tuhan ialah memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan perintah agama , kebaikan dibalas dengan kebaikan pula sedang
yang melakukan kejahatan akan memperoleh kejahatannya .Tuhan sekali –kali tidak
berbuat zalim kepada mahklukNya.
Dasar
ketiga dari pada ajaran aliran Mu’tazilahadalah janji dan Ancaman (al –wa’du
wal wa’id) ,prinsip ajaran ini sebagai kelanjutan dari pada pemahaman keadilan
Tuhan yaitu perbuatan manusia yang baik atau yang jahat akan dibalas dengan
keadilan-Nya dan jika -janji dan ancaman
–Nya –tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh manusia maka berubahlah keadialan Tuahan menjadi
zhalim.
Pada
halaman sebelumnya , dikatakan bahwa keadilan juga mengandung arti berbuat
menurut semstinya sesuai daengan kepentingan manusia , dan memberi upah atau
memberi hukuman kepada manusia ,sejajar dengan corak perbuatan jahat akan
mendapatkan balasan kejahatanpun ia begitu pula sebaliknya .
“Tuhan
akan bersifat tidak adil ,jika Dia tidak menepati janji untuk memberi upah
kepada orang yang berbuat baik , dan jika tidak menjalankan ancamanuntuk
memberi hukuman kepada orang yang jahat
.Juga , sebagai kata Abd . Al Jabbar , hal ini akan membuat Tuhan
mempunyai sifat berdusta “[6].
“
Dintara golongan Mu’tazilah ad yang berpendapat , bahwa Tuhan itu wajib memberi
pahala kepada orang yang taat dan wajib pula menyiksa orng yang berbuat dosa
besar. Orang yang bebuat dosa besar apabila ia mati tidak bertaubat , tidak
layak Tuhan mengampuninya ,karena telah menjanjikan siksaan bagi mereka yang
berbuat dosa besar dan sudah diberitakan hal itu dalam firman-Nya , sehingga
jika tidak melakukan siksaan-Nya , niscaya Dia melanggar janji –Nya sendiri “.[7]
“ Siapa
yang keluar dari dunia dengan segala keta’atan dan penuh taubat ,ia berhak akan pahala .Siapa yang keluar
dari dunia tanpa taubat dari dosa besar yang pernah diperbuatnya , maka ia akan
diabadikan di neraka ,meskipun lebih ringan siksanya dari pada orang kafir “[8].
Pada
dasarnya ajaran –ajaran yang dikemukakan oleh aliran Mu’tazilah terutama
prinsip ajaran janji dan ancaman Tuhan terhadap manusia yang diakibatkan
perbuatannya itu sangat erat hubungannya dengan prinsip keadilan Tuhan , sebab
pahala atau siksa Tuhan yang telah diberikan kepada manusia tidak lepas dari
pada keadilan Tuhan.
Dengan demikian ,menurut Mu’tazilah
adalah tidak adil , bila , Tuhanmemberi pahala kepada orang yang berbuat dosa
besar tanpa bertaubat sebelum meninggal dunia dengan memasukkannya ke sorga .
Prinsip ajaran ke empat ,yaitu satu
tempat diantara dua tempat (al –manzilah bain al –manzilatin) .Ajaran inijuga
berpangkal pada ajaran keadilan Tuhan . Orang mu’min yang berbuat dosa besar ,
maka ia tidak tergolong lagi mu’min dan tidak kafir , melainkan termasuk orang
fasik , sebab jika tidak demikian keadilanTuhan tidak tercermin .orang yang
demikian dalam istilah Mu’tazilah dikatakan ia berada pada satu tempat diantara
dua tempat .
“Wasilbin
Atha ‘ tokoh Mu’tazilah berpendapat lain
, orang mu’min yang mengerjakandosa besar dan mati atas dosanya tidak lagi
mu’min dan tidak pula kafir tetapi diantara mu’min dan kafir .Ia dimasukkan
neraka buat selama –lamanya seperti orang kafir , tetapi hukumannya diringankan
, nerakanya tidak sepanas neraka orang –orang kafir “ [9].
“. . . .Oleh karena itu pembuat dosa besar
,betul masuk neraka , tetapi mendapatkan siksaan yang lebih ringan , inilah
menurut Mu’tazilah , posisi menengah antara mu’min dan kafir , dan itulah pula
keadilan “[10]
.
Orang mu’min yang melakukan dosa
besar an mati sebelum bertaubat tidak lagi dikatakan mu’min dan tidak pula
kafir menurut Mu’tazilah , tetapi ia berada pada posisi menengah antara mu’min
dan kafir serta Tuhan Tuhan pasti menghukumnya dengan memasukkan ke neraka
untuk selamanya , sungguhpun siksaan orang kafir , Bila tidak demikian ,
hukuman Tuhan tidak adil .
‘ . . . , seseorang muslim yang
mengerjakan dosa besar selain syirik (menyekutukan Tuhan ) ,bukan lagi menjadi
mu’min , tetapi juga tidak menjadi orang kafir , melainkan menjadi orang fasik
. Jadi fasik merupakan tempat tersendiri antara ‘ kufur dan mu’min . Tingkatan
seseorang fasik berda dibawah orang mu’min
dan diatas orang kafir ‘[11].
Jelaslah bahwa orang muslim
mengerjakan dosa besar selain menyekutukan Tuhan dihukumi orang fasik dan ia
kekal di neraka , sebab inilah keadilan .
Ajaran
kelima bagi golongan Mu’tazilah adalah menyuruh kebaikan melarang keburukan
(amar ma’ruf ) . Aliran ini mewajibkan kepada orang untuk berbuat kebaikan dan
harus menjahui perbuatan yang terlarang dengan kekerasan bila diperlukan ,
sekalipun terhadap sesama orang islam dianggap sesat dan wajib diliruskan .
“ Sejarah pemikiran Islam menunjukan
betapa giatnya orang –orang Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan
yang tersebar luas pada permulaan masa ‘Abasi yang hendak menghancurkan
kebenaran –kebenaran Islam , bahkan mereka tidak segan – segan menggunakan
kekerasan daklam melaksanakan prinsip tersebut , sebagaimana yang dialami oleh
ahli hadits dalam masalah Qur’an “.[12]
“ . . . dan al – amr bial ma’ruf wa
al – nahy ‘an –munkar , memerintah orang
untuk berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat wajib dijalankan , kalau
perlu dengan kekerasan “ .[13]
Dengan keterangan diatas , jelas
bahwa menegakkan kebenaran dan menghancurkan kejahatan adalah menjadi kewajiban
bagisetiap pengikut golongan Mu’tazilah sekalipun terhadap golongan – golongnan
Mu’tazilah islam yang lain , yang tidak
sependirian dengan mereka dan dengan cara kekerasan jika diperlukan .
Dari
Lima besar dasar ajaran Mu’tazilah
,aliran ini benar –benar ingin memelihara kemurnian keesaan , keadilan
dan kegungan Tuhan semesta alam .
B.Fungsi Akal dan Wahyu
Persoalan
mengetehui Tuhan dan persoalan mengetahui baik dan jahat menurut kaum
Mu’tazilah dapat menggunakan akal . Begitu pula akal sanggup mengetahui
kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban
mengerjakan yang baik dan menjahui yang jahat .Sekalipun demikian ,
aliran ini menerima peran wahyu , sungguhpun wahyu lebih banyak mempunyai
fungsi konfirmatif dari pada informatif .
“Bagi kaum Mu’tazilah segala
pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal ,dan kewajiban-kewajiban
dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam . Dengan demikian berterima
kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu wajib .”[14]
. “Menurut al – Syahrastani kaum
Mu’tazilah satu dalam pendapat bahwa kewajiban mengetahui dan berterima kasih
kepada Tuhan dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjahui yang buruk dapat
diketahui oleh akal “ [15].17
Akal bagi kaum Mu’tazilah sanggup
mengetaui mana yang seharusnya dikerjakan dan mana yang seharusnya ditinggalkan
, sungguhpun wahyu belum ada . Sudah barang tentu bahwa sebelum mengetahui
sesuatu hal adalah wajib , orang
terlebih dahulu harus mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dan
berkewajiban berbuat baik serta menjahui perbuatan jahat .Sebelum mengetahui
hal-hal itu orang harus terlebih
dahulu mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk .
Dengan
demikian dapatlah disimpulkan bahwa peran akal bagi golongan Mu’tazilah sangat
penting .Tegasnya , akal sanggup
mengetahui Tuhan , mengatahui baik dan
menjahui yang jahat .
Kalau akal dapat mengatahui Tuhan dan kewajiban berterima kasih kepadaNya
,wahyulah yang menerangkan cara memuja kepada Tuhan dengan tepat bagi manusia .
Selanjutnya wahyu bagi kaum
Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan
upah yang akan diterima oleh manusia di akhirat . Akal tidak dapat menetukan
upah bagi seseorang yang mengerjakan kebaikan dan menetapkan hukuman bagi yang melakukan
kejahatan , hanyalah wahyu yang memberi
penjelasan tersebut .
Demikian pula pendapat al – Jubba ‘i
. Wahyulah yang menjelaskan perincian
hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhira”[16]
. 18
Dari uraian diatas dapatlah kiranya
disimpulakan bahwa wahyu bagi Mu’tazilah mempunyai fungsi konfirmasi dan
informasi , memperkuat apa –apa yang
belum diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal dan
dengan demikian menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh akal .
.C. Keadilan Tuhan
Faham keadilan Tuhan sangat
tergantung pada faham kebebasan manusia dan kekuasaan mutlak Tuhan . Dalam persoalan keadilan Tuhan , antara golongan –golongan teologi dalam
Islam berbeda dalam memahami keadilan Tuhan
, sungguhpun sama –sama mengakui keesaan Tuhan .
Dalam hal ini , aliran Mu’tazilah
menempatkan kedilan Tuhan dengan seadil –adilnya . Jika perbuatan Tuhan tidak
mencerminkan keadilan , akan bertentangan dengan dengan janji dan ancamannya .
Perbuatan manusia yang baik , niscaya akan
dibalas oleh Tuhan dengan kebaikan
,begitu pula pebuatan yang jahat tentu akan dihukum dengan
kejahatan . Jadi keadilan Tuhan tidak
bertentangan dengan pandangan akal manusia yang sehat.
“ Kaum Mu;tazilah , karena percaya
pada kekuatan akal dan kemerdekaan serta kebebasan manusia , mempunyai tendisi
untuk menunjau wujud ini dari sudut rasio dan kepentingan manusia .Memang dalam faham Mu’tazilah semua makhluk
lainnya diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia “[17]
.
“Selanjutnya kedilan juga mengandung
arti berbuat menurut semestinya serta sesuai dengan kepentingan manusia . “[18].
Menurut al – Nazzam dan pemuka
–pemuka Mu’tazilah lainnya , tidak dapat dikatakan bahwa Tuhan berdaya untuk
bersifat zalim , berdusta , dan untuk tidak berbuat apa yang terbaik bagi
manusia “ [19]
.Jelaslah kiranya , bahwa faham
keadilan bagi kaum Mu’tazilah mengandung
arti kewajiban –kewajiban yangharus dihormati Tuhan.Keadilan bukanlah hanya
berrti memberi upah kepada yang berbuat baik dan yang memberi hukuman yang
berbuat salah . Keadilan menghendaki
supaya Tuhan melaksanakan kewajiban –kewajibannya kepadamu manusia .
Dalam memahami pengertian keadilan
Tuhan , golongan Mu’tazilah memberikan arti dan faham keadilan Tuhan Tuhan berdasarkan adanya hak dan kewajiban
manusia. Untuk mengetahui lebih rinci
faham Mu’tazilah tentang keadilan Tuhan , dapat disimpulkan sebagi berikut :
1.
Keadilan
Tuhan diartikan memberi seseorang akan hak-haknya .
2.
Kebaikan
dibalas dengan kebaikan dan kejahatan dibalas pula dengan kejahatan .
3.
Perbuatan
manusia adalah perbuatannya sendiri dan oleh karena itu harus bertanggung jawab
atas perbuatandan tindakannya
4.
Tuhan
tigak dapat berbuat zalim kepada manusia .
5.
Keadilan
Tuhan adalah berdasarkan kehendak Tuhan sendiri .dan sesuai dengan pandangan
serta kepentingan manusia .
d. Sifat –sifat Tuhan
Persoalan memahami adanya
sifat-sifat Tuhan atau tindakan dalam teologi Islam berbeda pendapat . Ada yang
mengatakan bahwa Tuahan mempunyai sifat-sifat dan ada pula yang mengatakan
Tuhan tidak mempunyai sifat . Perbedaan ini terletak pada pemahaman dalam
mengartikan sifat –sifat Tuhan dan juga berbeda memahami keqadiman sifat –sifat
itu .
Dalam persoalan sifat –sifat
Tuhan , pada dasarnya kaum Mu’tazilah
bukan berarti meniadakan adanya sifat –sifat Tuhan tetapi mereka tidak
sependapat dengan adanya keqadiman sifat-sifat Tuhan yang membawa terwujudnya
adanya keqadiman selain Tuhan . Sebab kata golongan ini , tidak ada sesuatupun
yang mmpunyai sifat qadim melainkan Tuhan .
Kaum Mu’tazilah tidak sependapat
dengan sifat-sifat yang diberikan kepada Tuhan itu bersifat qadim , sebab
membawa faham kepada banyaknya keqadiman selain Tuhan . Dengan kata lain ,
mereka tidak menerima kekalnya sifat-sifat yang mempunyai wujud tersendiri
diluar zat Tuhan .
“ Abu al – Huzail menjelaskan apa
sebenarnya yang dimaksud dengan nafy al – sifat atau peniadaan sifat-sifat
Tuhan . Menurut faham Wasil , kepada Tuhan tidak mungkin tidak diberikan sifat
yang mempunyai wujud tersediri dan kemudian melekat peda zat itu bersifat qadim
pula . Dengan demikian sifat adalah bersifat qadim “ [20]
Maksud dari pada peniadaan
sifat-sifat Tuhan bagi kaum Mu’tazilah ialah hanyalah Tuhan yang mempunyai
sifat qadim dan selain Dia tidak m,aempunyai sifat qadim sebagaimana yang
dikatakan golongan Asy’ariah . Dengan kata lain , kalau ada sesuatu yang bersifat qadim ,
maka itu mestinya Tuhan .Oleh karena itu
, Tuhan tak boleh dikatakan mempunyai sifat yang mempunyai wujud tersendiri dan
kemudian melekat pada zat Tuhan .
. “Tuhan , menurut Abdul Hazail , betul
mengetahui tetapi bukan dengan sifat , malahan mengatahui dengan pengetahuanNya
dan pengetahuanNya adalah zat –Nya”[21].23.
Faha Mu’tazilah mengatakan bahwa
sifat-sifat Tuhan sebagaimana yangtertera pada al- Qur’an diterangkan dengan
membuat sifat Tuhan adalah zat Tuhan , persoalan ada yang qadim selaimn Tuhan
menjadi hilang . Inilah yang dimaksud dengan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
Mu’tazilah
menafikan dan meniadakan Allah Ta’alah itu bersifat dengan sifat-sifat yang
azali dari ilmu , qudrat dan hayat dan sebagainya selain zatNya . Sami’un
Bashirun dan sebagainya adalah dengan zatNya demikian , bukanlah sifat –sifati ini keluar dari zat
Allah dan berdiri sendiri “[22]
. 24 .
Ini
tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat oleh kaum Mu’tazilah . Tuhan
bagi mereka tetap Maha Tahu , Maha Kuasa , Maha Hidup , Maha Mendengar , dan
sebagainya ,tetapi semuanya ini tidak
terpisah dengan zatNya ,.
“
Selanjutnya kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan kedalam dua bagian :
1.
Sifat
–sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah .dan
2.
Sifat
–sifat yang merupakan perbuatan –perbuatan Tuhan yang disebut sifat Fi’liyah “[23]
. Dengan demikian yang dimaksud kaum
Mu’tazilah dengan peniadaan sifat-sifat tuhan ialah memandang sebagaindari apa
yang disbut golongan lain sebagai sifat
, namun sebagai esensi Tuhan ; dan sebagaian lain sebagiai perbuatan Tuhan .
Jadi keterangan –keterangan diatas ,
aliran Mu’tazilah dalam memahami sifat-sifat Tuhan adalah sebagai berikut :
1.
Tuha
tidak mempunyai sifat-sifat sebagai mana yang dimilki oleh mahklukNya
2.
Tuhan
mengetahui dengan pengetahuan dann pengetahuanNya adalah zatTuhan
3.
sifat
–sifat Tuhan tidak berdiri sendiri , melainkan sifat-sifat tersdebut adalah zat
Tuhan sendiri .
4.
Yang
qadim hanyalah Tuhan
ABI
NAUFAL
Jakarta 1991
[1]
Harun Nasution ,Teologi Islam Aliran
–Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta :Penerbit Universitas
Indonesia ,1993),cet . ke 2 , h .52.
[2] 2
Hanafi , Pengantar Theolgy Islam , (Jakarta :PT Pusaka Al Husna ,
1980).cet .ke 2 , h, 65
[3] Abu
Bakar Aceh , op . cit , h
.80
[4] Harun
Nasution , op. cit . ,h . 53
[5] Harun
Nasution , ibid . , h. 125
[8]
Hanafi ,op , cit.,.h. 78
[9]
11Moh. Rifa’i , Ilmu kalam , (semarang
:Wicaksana ’88) , h , 40
[10]
12Harun Nasution , op ,cit ., . h . 55-56
[11]
Hanafi , op ,cit . , h . 79
[12] Hanafi
, ibid . , h . 80
[13] Harun
Nasution , op . cit , . h . 45
[14]
Muahammad ,ibn ‘ abd al –Karim al –
Syahrastani kitab al – Milal wa al – nihal
, Ed . Muahammad Ibn fath Allah al – Badran
17 Al – Syahrastani
, .ibid . , h . 45.
[16] Al –
Sayhrastani , ibid . , h . 120
[17] Al –
Khayyat , Kitab al –Intisar
[18] Al –
Syahrastani , op . cit , h . 125.
[19] Al
Asya’ari Maqalat al – Islamiyyin wa
Ikhtilaf al- Musallin , Ed . Hilmut Ritter , 2vols . , Constantinople
(Matba’ah al – Dawlah , 1930 ) jilid , h .232.
[20] Harun
Nasution , ibid , . h . 45
[21] Harun
Nasution , ibid , .46
[22] Taib
Thair Abd . Mu’min , Ilmu Kalam , (Jakarta :Penerbit Widjaya , 1986) , cet .
ke- 8 , h , 103 .
[23] Harun
Nasution ,op cit . , h. 53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar